Gunung Raung adalah salah satu gunung api paling aktif dan menakjubkan di Pulau Jawa. Berada di kawasan timur Jawa Timur, gunung ini merupakan bagian dari gugusan Pegunungan Ijen yang membentang di wilayah Kabupaten Bondowoso, Banyuwangi, dan Jember.Melansir laman Pencinta Alam Mahasiswa MIPA Universitas Jember, Gunung Raung dikenal sebagai gunung yang besar, tua, dan unik karena memiliki kaldera kering terdalam di Pulau Jawa, serta sering mengalami erupsi sejak ratusan tahun lalu. Kaldera Gunung Raung memiliki kedalaman sekitar 500 meter dengan diameter mencapai 2 kilometer.Hal ini menjadikannya sebagai kaldera terbesar kedua di Indonesia setelah Gunung Tambora. Di puncaknya yang berada di ketinggian 3.332 meter di atas permukaan laut (mdpl), terdapat kerucut aktif yang hampir selalu mengeluarkan asap dan sesekali menyemburkan api.Baca juga: 6 Fakta Gunung Raung, Status Terkini dan Potensi Bahaya LetusanGunung Raung terletak di ujung timur Pulau Jawa. Bahkan keindahannya bisa disaksikan dari Pantai Lovina di Bali Utara, terutama saat senja. Deretan gunung yang menyertainya, seperti Gunung Suket, Gunung Pendil, Gunung Merapi, Gunung Rante, Gunung Remuk, dan Kawah Ijen, membentuk panorama alami yang memesona.Namun, Gunung Raung tidak hanya memukau secara visual. Tetapi juga menyimpan sejarah geologi dan budaya yang luar biasa. Bagi masyarakat Banyuwangi tempo dulu, Gunung Raung dianggap sebagai gunung paling sakral, bahkan lebih daripada Ijen.Hal ini terbukti dari banyaknya petilasan dan situs pemujaan Hindu yang mengarah langsung ke Gunung Raung. Beberapa di antaranya berada di Kecamatan Songgon, Kecamatan Sempu, dan Kecamatan Jambewangi.Letak Geografis dan Ekosistem Gunung RaungGunung Raung berada di Desa Sumber Wringin, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, dan menjadi titik tertinggi dalam jajaran Pegunungan Ijen. Titik koordinatnya terletak di antara 08° LU-07° LS dan 114° BB-021° BT.Raung bertipe stratovolcano, yaitu gunung berapi yang terbentuk dari letusan berulang dan membentuk kerucut tinggi. Hutan di kawasan Raung mencakupDipterokarp Bukit dan Atas, Hutan Montane, dan Hutan Ericaceous (vegetasi khas gunung).Jenis tumbuhan atau flora yang ditemukan di Gunung Raung antara lain pohon pinus, cemara gunung, edelweiss, rotan, honje, pisang hutan, semak cantigi, dan berbagai tumbuhan endemik lainnya.Sementara satwa liar yang mendiami kawasan ini termasuk macan kumbang, elang, ayam hutan, monyet, tokek, anjing hutan, hingga berbagai spesies burung dan reptil. Keanekaragaman hayati ini menjadikan Raung sebagai habitat penting sekaligus tantangan tersendiri bagi para pendaki.Asal-usul Gunung RaungDilansir laman BNPB, Gunung Raung tak hanya dikenal karena kawahnya yang aktif, tetapi juga menyimpan kisah asal-usul yang melegenda di tengah masyarakat sekitar. Di balik kemegahannya, dipercaya memiliki keterkaitan erat dengan peristiwa sejarah dan mitos klasik Jawa yang melibatkan tokoh-tokoh besar seperti Damarwulan dan Menak Jinggo.Konon, pada masa pemerintahan Ratu Kencana Wungu, terjadi sebuah sayembara untuk menumpas tokoh pemberontak bernama Kebo Marcowet. Sang ratu menjanjikan siapapun yang mampu mengalahkan Kebo Marcowet akan diangkat menjadi Raja Majapahit sekaligus suaminya.Jaka Umbaran berhasil mengalahkan Kebo Marcowet, namun sang ratu ingkar janji. Sebagai gantinya, Jaka Umbaran hanya diberi wilayah Blambangan dan diangkat menjadi Adipati dengan gelar Menak Jinggo atau Wuru Bisma. Pengingkaran janji ini menimbulkan kemarahan dan pemberontakan besar-besaran dari Menak Jinggo terhadap Majapahit.Untuk menumpas pemberontakan tersebut, Ratu Kencana Wungu mengutus seorang pemuda bernama Damarwulan, anak dari Patih Maudara. Damarwulan menerima perintah untuk menghadapi Menak Jinggo dalam pertempuran hidup dan mati.Pertarungan antara keduanya berlangsung sengit dan berdarah-darah. Dalam versi tutur rakyat, darah dari pertarungan itu begitu banyak, hingga mengalir dan membentuk aliran deras yang kelak dikenal sebagai lahar Gunung Raung.Di kalangan masyarakat Desa Gunosari, Kecamatan Tlogosari, Kabupaten Bondowoso, kisah ini bukan sekadar dongeng. Mereka percaya bahwa lava panas yang menyembur dari kawah Gunung Raung adalah jelmaan dari darah pertarungan Damarwulan dan Menak Jinggo.Ketika gunung meletus dan lava mengalir, warga meyakini bahwa itu adalah simbol kembalinya peristiwa berdarah yang telah menjadi bagian dari sejarah tanah mereka. Mitos ini semakin mengakar ketika generasi terdahulu mengalami langsung peristiwa letusan Gunung Raung, seperti pada tahun 1956.Pengalaman nyata itu kemudian menyatu dengan cerita lisan yang diwariskan turun-temurun. Bagi masyarakat sekitar, cerita ini bukan semata legenda, tapi juga menjadi cara mereka memahami alam dan menjaga sikap hormat terhadap kekuatan gunung yang berdiri megah itu.Sejarah Letusan Gunung RaungDari sumber Pencinta Alam Mahasiswa MIPA Universitas Jember, yang mengutip Data Dasar Gunung Api Indonesia (PVMBG, 2011), letusan pertama Gunung Raung tercatat pada tahun 1586. Letusan ini sangat dahsyat dan menimbulkan korban jiwa, meski tidak disebutkan jumlah pastinya.Sementara letusan paling mematikan terjadi pada tahun 1638, di mana aliran lahar melanda Kali Stail dan Kali Klatak. Ribuan jiwa dilaporkan tewas, termasuk masyarakat dari Kerajaan Macan Putih yang saat itu diperintah Pangeran Tawangulun.Secara keseluruhan, hingga tahun 1989, tercatat setidaknya 43 kali letusan dari Gunung Raung. Letusan-letusan ini tidak hanya menyebabkan kehancuran fisik, tetapi juga berdampak besar terhadap sejarah peradaban lokal.Letusan dahsyat Gunung Raung pada abad ke-18 telah mengubur sebagian sisa Kerajaan Blambangan di kawasan Macan Putih, Banyuwangi dan Kedawung, Jember. Pada 2010, tim peneliti menemukan fondasi bangunan kerajaan, gerabah, tombak, dan keramik yang terkubur abu vulkanik sedalam 1,5 meter.Awal Letusan DahsyatLetusan pertama tercatat pada 1586, dengan korban jiwa dalam jumlah besar. Sejak 1586 hingga 1903, tercatat 20 letusan besar, termasuk pada tahun 1597, 1638 (letusan hebat disertai banjir lahar dan ribuan korban), 1730, serta peristiwa antara 1812-1815 yang menyebarkan hujan abu hingga Probolinggo.Sejarawan menyatakan letusan Gunung Raung pada abad ke-18 menenggelamkan sisa peradaban Kerajaan Blambangan. Di mana, fondasi bangunan kerajaan ditemukan terpendam sedalam 1,5 meter di Desa Macan Putih.Aktivitas Erupsi di Abad 20 dan 211900-1999: Terjadi puluhan letusan penting, termasuk pada tahun 1913 (pembentukan kerucut baru di kaldera), periode 1927-1928 (hujan abu hingga 30 km), serta aktivitas pada 1950-1990-an secara berkala.2000-an: Serangkaian letusan kecil pada 2000, 2002, dan 2004-2007. Pada tahun 2015, Gunung Raung menunjukkan peningkatan, semburan pijar dan abu menutup beberapa bandara besar (Bali, Surabaya) pada Juli-Agustus. PVMBG mencatat statusnya dinaikkan ke Level II Waspada sejak 17 Juli 2020 setelah kolom abu dan kejadian gempa meningkat.Aktivitas Terkini 2025Hingga saat ini, Gunung Raung berstatus Level II (Waspada). Berdasarkan informasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, masyarakat dan wisatawan dilarang mendekati kawah puncak dalam radius 3 km serta dilarang bermalam di area kaldera.Aktivitas gunung terus dipantau secara intensif oleh pos pemantauan. Jika terjadi peningkatan signifikan, status bisa dinaikkan menjadi Siaga (Level III), atau bahkan Awas (Level IV). Berikut aktivitas terkini Gunung Raung.Juni 2025: Dalam sepekan (13-20 Juni), tercatat 19 kali erupsi, dengan kolom abu hingga 2.000m dan adanya gempa letusan, hembusan, serta tremor; status tetap Level II.11 Juni 2025: Erupsi terjadi pukul 09.18 WIB, kolom abu setinggi ±750 m4 Juli 2025: Terjadi erupsi setinggi sekitar 400 m7 Juli 2025: Dua kali erupsi, kolom abu mencapai 800-1.000 m di atas puncak, total tujuh letusan sepanjang Juli 2025. PVMBG tetap melarang akses dalam radius 3 km dari kawah.Bahaya Geologis Gunung RaungGunung Raung bukan hanya dikenal karena letusannya, tapi juga karena potensi debris avalanches, yaitu longsoran tubuh gunung akibat tekanan magma. Longsoran di Raung pernah mencapai radius 78 km dari kawah, menjadikannya yang terbesar di Indonesia. Fenomena ini mirip kejadian di Gunung Galunggung dan letusan St Helens di AS (1980).Debris avalanche bisa terjadi karena erupsi eksplosif, hujan deras, atau gempa bumi. Sumbatan kuat di kawah dapat membuat tekanan magma menjebol sisi lemah lereng dan melontarkan material hingga membentuk bukit-bukit kecil (hillocks).Meskipun letusan dahsyat pernah terjadi di masa lalu, hingga kini Gunung Raung masih aktif. PVMBG terus memantau aktivitasnya dan menetapkan zona aman dalam radius 3 kilometer dari kawah. Aktivitas seperti semburan abu, suara gemuruh, dan tremor sering dilaporkan pos pengamatan.