Ritual Jamasan Pusaka, Tradisi Spiritual Malam 1 Suro yang Sarat Makna

Ritual Jamasan Pusaka, Tradisi Spiritual Malam 1 Suro yang Sarat Makna

ihc2025/06/22 04:00:54 WIB
Ilustrasi keris. Simak tahapan prosesi jamasan pusaka. Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Ritual jamasan pusaka, khususnya cuci keris, telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya spiritual Jawa. Tradisi ini dilakukan secara turun-temurun komunitas di Keraton Kasunanan Surakarta, Pura Mangkunegaran, dan masyarakat Jawa di luar lingkungan keraton seperti Surabaya.Malam 1 Suro, atau awal tahun dalam kalender Jawa, dipilih karena diyakini memiliki aura spiritual yang sangat kuat. Momen ini dipercaya sangat cocok untuk membersihkan pusaka secara fisik dan batin.Baca juga: Ritual Malam 1 Suro di Gunung Kawi, Ini Jadwal dan AcaranyaDikutip dari publikasi Makna Komunikasi Ritual Masyarakat Jawa oleh Galuh Kusuma Hapsari, malam 1 Suro dianggap memiliki getaran energi positif tinggi, meski sekaligus mengandung potensi gangguan gaib.Pusaka seperti keris, tombak, atau keramik tua diyakini memiliki "nyawa" atau energi tersendiri. Ritual jamasan berupaya mengasah energi baik tersebut sekaligus membuang energi negatif yang melekat sepanjang tahun sebelumnya.Apa Itu Jamasan Pusaka?Secara bahasa, jamasan berarti mencuci atau membersihkan. Namun secara spiritual, ritual ini melambangkan pembersihan batin dan penyelarasan dengan nilai-nilai luhur. Prosesi tidak hanya mencuci fisik benda pusaka, tetapi juga menjalin kontak batin antara pemilik dan warisan leluhur.Ritual ini biasanya dilengkapi dengan ubo rampe (perlengkapan upacara) seperti bunga tujuh rupa, air kelapa, kemenyan, kopi, dan doa bersama-menandakan syukur, penghormatan, dan niat baik untuk tahun baru Jawa.7 Tahapan Prosesi Jamasan Pusaka 1 SuroSetiap tanggal 1 Suro, Keraton Surakarta rutin menggelar prosesi jamasan pusaka yang penuh khidmat. Tradisi mencuci pusaka ini tidak dilakukan sembarangan, melainkan melalui tujuh tahapan yang sarat filosofi dan makna spiritual. Berikut ini urutan lengkap prosesi jamasan pusaka yang dilansir dari situs resmi Pemerintah Kota Surakarta.Susilaning Nglolos Dhuwung: Penghormatan kepada pencipta dan pemilik pusaka. Hal ini menjadi dasar spiritual, menunjukkan rasa hormat kepada sosok di balik pusaka tersebut.Mutih: Membersihkan noda, karat, dan lemak menggunakan campuran abu kayu jati, air jeruk nipis, dan deterjen halus; pas untuk membersihkan fisik awal pusaka.Warangan: Pusaka direndam di dalam air berbahan alami seperti kelapa atau bunga sebagai proses pembersihan lanjutan.Pengeringan dan Keprok: Setelah dibilas, pusaka dikeringkan dan 'dipoles' menggunakan teknik keprok untuk menghaluskan dan mempertajam bilah.Penjemuran: Pusaka dijemur di bawah sinar matahari hingga benar-benar kering dan steril dari unsur lembap.Pemberian Minyak dan Wewangian: Minyak herbal dan wewangian alami seperti sari mawar, melati, atau cendana diaplikasikan untuk menjaga dan menyegarkan aroma pusaka.Penutupan dengan Warangan: Sebapusaka dilapisi warangan (kain pelindung) untuk menjaga kondisi fisik dan memberikan kesan visual yang memukau.Baca juga: Benarkah Malam 1 Suro Tak Boleh Bicara?Filosofi Mendalam di Balik Ritual Cuci KerisRitual jamasan pusaka bukan hanya tentang membersihkan benda pusaka seperti keris atau tombak. Di balik prosesi ini tersimpan filosofi yang dalam, terutama bagi mereka yang meyakininya sebagai wujud penyucian lahir dan batin. Makna-makna ini terus dijaga turun-temurun oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan leluhur.Sama seperti manusia yang butuh mandi dan merenung, pusaka dipercayai perlu dibersihkan dari murka, sisa energi negatif, dan menyeimbangkan energi pusaka.Proses ritual mengajak pemilik untuk mengevaluasi diri, menyertakan niat baik, ketelitian, keikhlasan, dan kesabaran dalam menjalani ritual.Bunga tujuh rupa, tumpengan, wangi kemenyan, dan sinar matahari terang menandakan harmonisasi antara rasa syukur, nilai budaya, dan simbol spiritualitas Jawa.Jamasan Pusaka di SurabayaMeski dikenal sebagai kota metropolitan, tradisi jamasan pusaka masih tetap lestari di Surabaya. Tradisi ini dijaga turun-temurun sebagai bentuk pelestarian budaya leluhur. Setiap malam 1 Suro atau 1 Muharam, sejumlah warga memanfaatkannya untuk menjamas atau mencuci keris peninggalan leluhur.Tujuannya adalah membersihkan pusaka dari kotoran sekaligus menjaga kondisi logam agar tetap awet. Dalam pelaksanaannya, ritual ini memerlukan beberapa sesajen, seperti kopi, telur ayam kampung, pisang, kemenyan, kelapa, dan kembang melati.Dilansir detikJatim, ritual dimulai dengan mencuci keris menggunakan air biasa, lalu dikeringkan, dilumasi minyak, dan dipasangi kembali partikel yang sebelumnya dilepas. Sebelum dimandikan, keris diasapi dengan wewangian menyan, ditaburi bunga tujuh rupa, lalu diakhiri dengan pengolesan arsenik.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya