Malam 1 Suro, yang bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah, merupakan malam yang sangat sakral bagi masyarakat Jawa. Malam ini menandai awal tahun baru dalam penanggalan Jawa dan diyakini memiliki nuansa spiritual yang sangat kuat.Di berbagai daerah seperti Yogyakarta dan Solo, malam 1 Suro diisi dengan ritual keheningan, doa, tapa bisu, hingga arak-arakan benda pusaka. Karena dianggap sakral, muncul berbagai larangan malam 1 Suro yang dipercayai turun-temurun.Larangan-larangan ini tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga menjadi bagian dari tata nilai dan filosofi masyarakat Jawa dalam menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Berikut ini beberapa pantangan malam 1 Suro yang dipercaya hingga kini, lengkap dengan penjelasan dan latar belakang kepercayaannya.Baca juga: Apa Arti Malam 1 Suro? Ini Sejarah dan Tradisi SakralnyaLarangan Malam 1 SuroLarangan-larangan malam 1 Suro tidak sekadar tradisi atau pantangan turun-temurun. Lebih dari itu, larangan tersebut mencerminkan cara pandang masyarakat Jawa terhadap waktu dan spiritualitas.Malam 1 Suro dianggap sebagai saat di mana tabir antara dunia manusia dan alam gaib menipis, sehingga dibutuhkan kehati-hatian dalam bersikap dan bertindak. Berikut hal-hal yang dilarang saat malam 1 suro.1. Larangan Menikah di Malam 1 SuroSalah satu larangan paling dikenal di malam 1 Suro adalah melangsungkan pernikahan. Masyarakat Jawa, khususnya di daerah Yogyakarta dan Solo, meyakini bahwa menikah di bulan Suro dianggap kurang baik dan bisa mendatangkan kesialan.Keyakinan ini muncul dari anggapan bahwa Suro adalah bulan untuk ritual pembersihan diri dan spiritual, bukan untuk merayakan pesta atau hajatan. Bahkan, dalam beberapa mitos lokal, bulan Suro disebut sebagai bulan "menantu" Nyi Roro Kidul, sehingga jika ada pernikahan di waktu tersebut, diyakini bisa membuat penguasa laut selatan murka.Dalam budaya Jawa, harmoni spiritual sangat dijaga. Maka dari itu, menggelar pesta besar saat energi alam sedang berfokus pada kontemplasi dan pembersihan batin dianggap bisa mengundang malapetaka.Meskipun demikian, dalam ajaran Islam sendiri, tidak ada larangan untuk menikah di bulan Muharram. Namun, masyarakat Jawa cenderung tetap menghormati tradisi leluhur mereka dengan tidak melangsungkan pernikahan pada malam ini.2. Larangan Bicara atau BerisikLarangan berikutnya yang sangat unik dan penuh makna spiritual adalah tidak berbicara atau membuat kebisingan, terutama saat menjalani ritual Tapa Bisu. Tradisi ini paling terkenal dalam ritual "Mubeng Beteng" di Keraton Yogyakarta, di mana para peserta mengelilingi benteng keraton tanpa sepatah kata pun.Tapa Bisu dilakukan sebagai bentuk perenungan mendalam dan pengendalian diri, di mana seseorang diajak untuk masuk ke dalam keheningan batin. Masyarakat percaya bahwa segala ucapan di malam Suro bisa menjadi doa yang langsung dikabulkan, sehingga harus berhati-hati terhadap apa yang keluar dari mulut.Selain dilarang berbicara, dalam tradisi ini masyarakat juga tidak makan, tidak minum, dan tidak merokok, sebagai bentuk puasa lahir dan batin. Tapa Bisu menjadi simbol dari kesederhanaan, introspeksi, dan penghormatan terhadap malam suci ini.Baca juga: 1 Suro 2025 Kapan? Ini Jadwal hingga Maknanya3. Larangan Membangun RumahLarangan malam 1 Suro lainnya adalah tidak diperbolehkan memulai pembangunan rumah. Masyarakat Jawa percaya bahwa memulai bangunan baru di bulan Suro akan membawa energi negatif bagi penghuni rumah tersebut.Konsekuensi dari melanggar larangan ini diyakini bisa berupa kesulitan rezeki, sakit-sakitan, gangguan keluarga, atau bahkan tragedi. Karena itulah, sebelum membangun rumah, banyak keluarga Jawa memilih menunggu hingga bulan lain yang dianggap lebih "bersih" secara spiritual.Larangan ini erat kaitannya dengan pandangan bahwa malam 1 Suro adalah waktu penyucian energi, bukan untuk menciptakan struktur baru secara fisik. Maka dari itu, membangun rumah dianggap bertentangan dengan ritme spiritual malam tersebut.4. Larangan Pindah RumahSelain membangun rumah, pindah rumah di malam 1 Suro juga dianggap pantangan. Masyarakat percaya bahwa memindahkan tempat tinggal di malam yang sakral ini akan membuat orang tersebut "membawa serta" energi buruk ke dalam rumah baru.Pindah rumah dipandang sebagai proses besar dalam hidup, dan melakukan hal itu pada malam yang digunakan untuk menyepi dan menyucikan diri dianggap mengganggu keseimbangan spiritual. Keyakinan ini telah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat Jawa selama berabad-abad.5. Larangan Keluar Rumah di Malam 1 SuroBagi masyarakat Jawa, keluar rumah di malam 1 Suro adalah tindakan yang sangat dihindari. Alasannya bukan hanya karena malam ini dianggap dipenuhi suasana mistis tetapi juga karena diyakini bahwa arwah leluhur turun kembali ke rumah-rumah keluarga mereka.Mereka yang keluar rumah dikhawatirkan akan berpapasan dengan roh halus atau makhluk astral, yang bisa menyebabkan kesialan atau bahkan kerasukan. Selain itu, banyak masyarakat juga meyakini bahwa banyak jin atau makhluk halus berkeliaran di malam ini.Di mana, jin atau makhluk halus juga bisa mencelakai manusia yang tidak berhati-hati. Oleh sebab itu, malam 1 Suro biasanya diisi dengan kegiatan berdiam diri di rumah, berdoa, dan melakukan zikir atau selamatan keluarga.6. Larangan Menggelar Hajatan atau Acara LainTidak hanya pernikahan, masyarakat Jawa juga menghindari menggelar hajatan lain di malam 1 Suro, seperti sunatan, selamatan, pesta ulang tahun, hingga syukuran rumah baru. Semua jenis perayaan yang bersifat meriah dan duniawi dianggap tidak selaras dengan energi spiritual malam ini.Dalam buku Sajen dan Ritual Orang Jawa oleh Wahyana Giri, dijelaskan bahwa malam 1 Suro merupakan momen untuk membersihkan diri dan mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan waktu untuk berpesta.Masyarakat Jawa Islam pada umumnya lebih memilih mengisi malam ini dengan ritual religi, menyendiri, atau tirakat, sebagai bentuk muhasabah dan upaya mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.