Makna Tersembunyi di Kasus Hasto dari Kacamata Ahli Bahasa UI

Makna Tersembunyi di Kasus Hasto dari Kacamata Ahli Bahasa UI

azh2025/06/13 00:01:29 WIB

Jaksa KPK menghadirkan ahli bahasa dari Universitas Indonesia (UI), Frans Asisi Datang, dalam sidang terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Frans memberikan analisisnya pada rentetan fakta di persidangan.Frans awalnya mengatakan bahwa komunikasi dalam politik hingga kasus korupsi penuh dengan teka-teki, sehingga harus diteliti secara mendalam. Adapun sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/6/2025).Jaksa mulanya bertanya mengenai penyusunan kalimat dalam komunikasi politik. Lalu, Frans mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham."Dalam menyusun kata-kata, kalimat dalam komunikasi WA, apakah juga tadi basic, kalau tadi Ahli juga sampaikan ada latar belakang, keilmuan, kemudian wawasan pengetahuan, level jabatan, status sosial, apakah itu juga menjadi bagian dalam isi kata-kata penentuan, kata-kata penyusunan kalimat dalam teks WA, misalnya?" tanya jaksa KPK Takdir Suhan.Baca juga: Hasto dan Tom Lembong Sempat Papasan di Pengadilan Tipikor, Begini Momennya"Jadi misalnya, satu kasus yang saya sebutkan, kasus korupsi yang melibatkan mantan Sekjen Golkar, saya juga ahlinya, dan saya waktu itu bisa menjelaskan arti kalimat-kalimat itu, dan yang paling, dan yang saya alami dalam kasus-kasus korupsi adalah, atau pengalaman saya, teks-teks itu penuh teka-teki, tidak transparan, tidak lugas seperti percakapan biasa," jawab Frans."Dan untuk hal seperti ini, sebagai ahli, saya punya pengalaman bahwa teks-teks yang berkaitan dengan politik, sosial, korupsi, dan lain-lain, itu harus diteliti lebih jauh, tidak sederhana," sambungnya.Jaksa Takdir lalu menanyakan terkait penyusunan kata-kata dalam komunikasi WhatsApp antara atasan dan bawahan. Jaksa mempertanyakan isi komunikasi itu akan semakin rumit atau tidak.Frans pun menjelaskan, jika komunikasi makin tinggi level jabatan, maka makin rumit. Menurutnya, perlu analisis mendalam mengenai komunikasi tersebut."Kalau pengalaman saya, semakin tinggi jabatan, semakin berusaha untuk menyampaikan sesuatu secara rumit. Jadi harus dianalisis," jelasnya."Misalnya bahasa politik, ketika seorang menteri berbicara, misalnya 'akan diamankan', itu bukan berarti harafiah, seperti kata 'aman', bisa berarti akan diteruskan atau akan dihentikan," sambung dia.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya