Saksi dari tim Kemenkes, Pamor Nainggolan, mengungkap fakta baru dalam sidang lanjutan kasus perundungan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Ia menyebut ada upaya pengondisian keterangan para residen.Sidang pemeriksaan saksi dalam kasus yang menewaskan mahasiswa PPDS, dokter Aulia Risma, itu dilaksanakan di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6). Sidang dipimpin hakim ketua Djohan Arifin.Sidang itu menghadirkan enam saksi yaitu Nusmatun Malinah selaku ibu dokter Aulia, Nadia selaku adik dokter Aulia, Akwal dan Nur Diah selaku kerabat dokter Aulia, serta Yunan dan Pamor Nainggolan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.Dalam kesaksiannya, Pamor menyebut pihaknya menerima rekaman audio berbentuk MP3 dari seseorang yang tidak ia ungkapkan identitasnya demi perlindungan saksi. Rekaman tersebut memperdengarkan pengarahan yang diberikan kepada para anggota angkatan 77 PPDS Anestesi sebelum mereka diperiksa oleh tim Kemenkes."Ada inisiatif KPS (Kaprodi, terdakwa Taufik) mengumpulkan dan mengondisikan jawaban yang disampaikan ke kami. Kami menerima semacam rekaman MP3 dari seseorang, sesuai SOP kami, kami tidak akan mengungkap siapa orang tersebut, itu termasuk perlindungan saksi," kata Pamor di PN Semarang, Rabu (4/6/2025).Pengondisian itu, kata Pamor, terjadi pada 19 Agustus 2024, sebelum beberapa residen atau mahasiswa dimintai keterangan oleh tim Kemenkes. Mereka diarahkan mengenai apa yang harus dijawab jika ditanya soal perundungan.Baca juga: Tetangga Kos Sebut dr Aulia Pernah Curhat 'Pengin Nggak Bangun Lagi'"Berdasarkan analis kami, mengarahkan jawaban-jawaban nanti yang akan disampaikan oleh PPDS ketika kami menanyakan semua itu kepada mereka. (Apakah ini terjadi juga untuk pemeriksaan penyidikan di Polda?) Pada saat klarifikasi. Tanggal 19 Agustus," ujar Pamor.Dalam rekaman tersebut, terdengar pula pernyataan yang menyiratkan tekanan terhadap para residen."Dokter T ini menyampaikan, 'jadi sebenarnya saya pengin ngomong yo, yang pembully Kemenkes gitu loh. Dan kondisi sekarang kan kalian benar-benar dibully se-Indonesia.' Itu yang disampaikan," jelasnya.Dalam rekaman itu Taufik menyebutkan bahwa Kemenkes yang melakukan bully, termasuk langkah Kemenkes yang mendatangi Polda Jateng. Kemenkes disebut memaksa Polda Jateng untuk menyebutkan bahwa kasus tu merupakan perundungan."(Taufik bilang) 'Kemenkes memaksa Polda untuk menyebutkan bahwa ini bully. Nah, ini yang sebenarnya kita jadi tanda tanya. Ini sebenarnya niat baik atau nggak sih? Kita itu niatnya ingin memperbaiki sistem kalau ada yang jelek kan. Cuma ini kayak jadi berusaha menutupi kalau itu bunuh diri'," ucap Pamor menirukan ucapan dalam rekaman itu.Taufik juga mengarahkan kepada mahasiswa PPDS bahwa mereka memiliki hak diam jika ditanya penyidik. Mahasiswa PPDS diarahkan untuk menjawab 'saya nggak bisa jawab'.Baca juga: Ortu Ungkap dr Aulia Pernah Dibully gegara Tak Belikan Rokok Senior"Soalnya kalau misalnya kalian jawab, kalian salah malah. Ingat, dalam pemeriksaan ini setiap yang dijadikan saksi atau apa, itu bisa juga saksinya jadi tersangka," kata Pamor menirukan ucapan dalam rekaman itu..Pamor juga menyebut ada instruksi untuk mengganti handphone, terutama jika ada pertanyaan terkait bukti digital."Ada instruksi suruh ganti HP jika ditanya terkait bukti. Ketika kami tanyakan, kebanyakan mengatakan HP-nya sudah rusak atau sudah ganti. Jadi kita susah dapat keterangan," jelasnya.Pamor juga menyinggung adanya perubahan keterangan dari saksi yang diperiksa lebih dari sekali. Salah satu saksi disebut semula menyatakan tidak ada masalah, namun dalam pemeriksaan lanjutan menyebut terjadi perundungan.Pamor menegaskan, Taufik Eko Nugroho selaku Kaprodi PPDS Anestesi Undip juga disebut mengetahui hal itu. Namun, Taufik dikatakan tak pernah menindaklanjuti hal tersebut."(Dr T tahu?) Tahu, pasti tahu. (Ada tindakan untuk membuka?) Ketika tim kami masuk di awal Agustus, rekomendasi kami itu menyampaikan, itu sounding untuk segera ditindaklanjuti," kata Pamor.Diketahui, sidang pemeriksaan saksi kasus perundungan PPDS Anestesi Undip itu berlangsung sejak sekitar pukul 11.00 WIB dan baru selesai sekitar pukul 22.15 WIB.Sebelumnya diberitakan, sidang perdana kasus PPDS Undip telah dilaksanakan Senin (26/5/2025). Terdakwa Taufik Eko Nugroho dan Sri Maryani yang memungut BOP sebesar Rp 80 juta per mahasiswa didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.Sementara Terdakwa Zara, yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip. Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.