Aktor Atalarik Syach kembali angkat bicara terkait eksekusi sebagian tanah miliknya yang dilakukan baru-baru ini, menyusul kekalahannya dalam masalah hukum dengan Dede Tasno.Konflik yang telah berlangsung sejak 2015 itu berujung pada keputusan pengadilan yang menyatakan bahwa Atalarik tidak sah secara hukum memiliki lahan seluas 7.000 meter persegi di kawasan Cibinong.Kuasa hukum Atalarik Syach, Sofyan, menyatakan pihaknya menilai ada sejumlah kejanggalan dalam proses hukum. Terutama dalam putusan di tingkat pertama. Itu dianggap sangat merugikan kliennya."Menurut pandangan kami sebagai kuasa hukum yang baru, ada ketidaksesuaian. Kenapa? Karena banyak pertimbangan-pertimbangan hukum yang tidak diambil oleh majelis hakim pada tingkat pertama. Nah, itu sangat merugikan," kata Kuasa Hukum Atalarik Syach, Sofyan di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor Jawa Barat pada Senin (2/6/2025).Pihak pesinetron itu masih mempertimbangkan upaya hukum luar biasa seperti Peninjauan Kembali (PK) kedua. Terlebih di putusan pengadilan tingkat pertama tidak adanya keterlibatan BPN (Badan Pertanahan Nasional)."Tapi karena memang sudah inkrah, kita juga sudah tidak ada upaya hukum lain. Soal PK kedua masih kita pelajari berkas-berkasnya. Karena kita juga gak bisa gegabah. Dan kami juga baru dapat plotting. Plotting dari BPN terkait penetapan eksekusi kemarin karena kalau kita lihat berkas-berkasnya ini, kemarin pada saat tingkat pertama tidak ada BPN, tidak dilibatkan," ungkapnya.Baca juga: Atalarik Syach Ungkap Proses Pelunasan Lahan SengketaSofyan juga mempertanyakan mengapa BPN justru tidak dilibatkan dalam proses awal. Padahal perannya penting dalam menentukan letak bidang perkara."Kenapa sekarang setelah penetapan eksekusi, BPN baru dilibatkan? Itu jadi pertanyaan. Karena letak objek perkara harus jelas. Jangan sampai ada lahan milik orang lain yang ikut dieksekusi. Alhamdulillah, sekarang kami sudah dapat berkas-berkas penting seperti Aanmaning, Konstatering, dan penetapan eksekusi. Semuanya masih akan kami pelajari," tegas Sofyan.Atalarik mengaku kecewa dan merasa tidak puas dengan hasil putusan pengadilan. Sebab sebagian tanah yang telah ia tempati sejak 2003 digusur."Iya lah. Bagaimana saya tinggal di sini tahun 2003. Proses pemilikan lahan itu dari tahun 2000. gugatannya tahun 2015. Sampai hingga belum selesai. Dari kacamata awam, saya gak habis pikir. Saya merasa dari awal pemilikannya juga yang sudah sebaik-baiknya dijalankan sebagai warga negara bodoh republik ini," keluh Atalarik.Pria 52 tahun itu menegaskan bahwa sejak awal, ia telah membeli tanah tersebut dengan prosedur yang sesuai aturan. Kini kasusnya jadi panjang, dia mengaku banyak belajar."Saya coba menjalankan contoh dari orangtua-orangtua sebelumnya. Ternyata zaman sekarang masih banyak lagi yang harus dipelajari, yang harus dimengerti, untuk lebih pintar lagi kalau urusan masalah jual beli tanah. Lahan yang kaitannya sama PT ataupun apapun itu. Mau tinggal di komplek atau apa. Jadi ini semua hikmahnya kembali lagi pembelajaran untuk semua rakyat Indonesia," ungkapnya.Saat ditanya soal kemungkinan mengungkap siapa pihak yang bermain di balik sengketa ini, Atalarik menjawab dengan hati-hati."Itu kayaknya bahasa emosional sekali ya. Siapa sih yang enggak ingin memperjuangkan haknya. Tapi kan memperjuangkan hak itu, karena ini negara berdasarkan hukum, semua harus secara formatif,
juga benar. Bagaimana peradilan di Republik Indonesia itu harus benar-benar terbuka terhadap masyarakat yang paling bodoh sekali pun. Ini harus benar-benar terbuka, ya jangan nggak terbuka pengadilan seperti itu," kata Atalarik."Anggap saja saya orang paling bodoh, saya belajarnya seni peran, bukan hukum, peradilan apapun itu. Jadi saya menaruh, menetapkan diri saya sebagai orang sebodoh-bodohnya, seperti itu. Makanya saya gunakan kuasa hukum, kalau saya pintar saya berjuang sendiri. Jadi, itu saja. Jadi, saya akan berjuang," kata Atalarik.Baca juga: Rumah Atalarik Syach Hampir Ambyar, Deal Rp 850 Juta Masalah Kelar