Pemerintah berencana untuk menurunkan batas minimal luas tanah dan bangunan rumah subsidi. Semula, luas rumah subsidi adalah 21-36 meter persegi lalu akan diubah menjadi 18-36 meter persegi dan luas tanah dari yang sebelumnya 60-200 meter persegi menjadi 25-200 meter persegi.Menanggapi hal ini, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah menilai, penurunan luas rumah tersebut dirasa kurang layak untuk ditempati, terutama untuk keluarga beranggotakan 4 orang atau lebih."Kalau tanah 25 meter persegi rasanya tidak manusiawi. Dipastikan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak bisa memperluas bangunan, kecuali tambahan lantai 2. Lantai 2 dipastikan sulit, biaya konstruksinya mahal. Akan berpotensi MBR 'topengan' yang manfaatin," kata Junaidi kepada detikProperti, pada Sabtu (31/5/2025).Dampak lainnya apabila ada rumah subsidi yang dibangun sekecil itu adalah dikhawatirkan akan muncul rumah-rumah kumuh, bagi masyarakat yang berkeluarga tidak layak karena terlalu sempit, sulit untuk menambah luas bangunan, hanya bisa dihuni untuk masyarakat lajang, hingga berpotensi terjadi kecurangan penjualan oleh pengembang.Selain itu, rumah ukuran 18 meter persegi ini tidak bisa diterapkan untuk seluruh daerah. Kawasan yang cocok adalah daerah kota-kota besar saja.Baca juga: Batas Minimal Luas Rumah Subsidi Bakal Diperkecil Jadi 18 Meter?Junaidi menyampaikan rumah dengan ukuran sekecil itu lebih cocok untuk apartemen, kontrakan, rumah singgah, kost, dan rumah yang sifatnya sementara bukan jangka panjang.Lalu, apabila rumah subsidi ukuran 18 meter persegi ditunjukkan untuk masyarakat yang single atau lajang, ia mengatakan berarti rumah tersebut bukan untuk selamanya ditinggali. Selain itu, akan muncul masalah baru saat penghuninya menikah dan memiliki anak sebelum 5 tahun menempati rumah tersebut. Sebab, sebelum 5 tahun, pembeli rumah subsidi dilarang mengubah rumah termasuk menambah lantai 2."Berarti subsidinya nggak tepat dong, harusnya minimal 5 tahun ditempati. Bagaimana kalau sudah berkeluarga dan punya anak? Artinya harus pindah rumah ini namanya subsidi tidak tepat sasaran," katanya.Terpisah, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan, aturan penurunan batas minimal luas bangunan ini dikarenakan adanya keterbatasan lahan terutama di perkotaan, sementara pemerintah ingin menyediakan rumah yang terjangkau bagi MBR. Namun, memang jika melihat dari standar kelayakan, rumah ukuran 18 meter persegi terlalu kecil sehingga aturannya perlu dikaji dengan matang."Kalau secara standar SNI atau WHO kan, itu juga harus dipikirkan sehingga kebijakan menjadi proper lah. Sehingga ada kajian yang mendasari hal itu," kata Joko kepada detikProperti, Sabtu (31/5/2025).Baca juga: Kata PKP soal Batas Minimal Luas Rumah Subsidi Bakal Diperkecil Jadi 18 MeterJoko menyarankan rumah ukuran 18 meter persegi bisa digunakan untuk model hunian vertikal seperti apartemen atau rumah susun sederhana milik sendiri (rusunami)."Saya pikir dipikirkan lebih komprehensif dulu kajiannya. Kemudian juga dipikirkan juga mengenai dengan konsep apartemen, rusunami, sehingga itu bisa lebih menjawab banyak hal kalau vertikal," ungkapnya.Kemudian, apabila rumah subsidi sekecil itu ditunjukkan untuk masyarakat yang single atau lajang, ia mengatakan biaya konstruksinya akan lebih besar untuk pembuatan bangunan dua lantai.Selain itu, rumah subsidi hanya diperuntukkan bagi pembeli rumah pertama sehingga tidak mungkin MBR membeli rumah subsidi lain yang ukurannya cukup untuk diisi satu keluarga.Baca juga: Dana FLPP untuk 350 Ribu Unit Rumah Subsidi Sudah TersediaSebelumnya diberitakan, Direktur Jendral Perumahan Perkotaan Kementerian PKP Sri Haryati mengatakan, aturan mengenai perubahan batas luas minimal rumah subsidi menjadi 18-36 meter persegi masih dalam pembahasan dan sedang dilakukan uji coba.Sri menyampaikan adanya penurunan batas luas minimal rumah subsidi menjadi 18 meter persegi ini untuk memberikan lebih banyak opsi kepada masyarakat. Sebagai contoh rumah seluas 18 meter persegi dapat ditempati oleh masyarakat yang masih single atau lajang. Ukuran ini masih layak jika dilihat dari ukuran kebutuhan ruang per individu yakni 9 meter persegi."Artinya kan sekarang kita juga melihat bahwa ada beberapa masyarakat yang memang tadi, lajang. Dan memang, kita melihat juga di aturan itu kan (kebutuhan ruang) 1 orang itu 9 meter," jelas Sri saat dihubungi detikProperti, Sabtu (31/5/2025).Alasan lainnya adalah ketersediaan lahan terutama di perkotaan semakin terbatas. Dengan ukuran rumah yang semakin kecil, diharapkan masyarakat yang berpenghasilan rendah dapat membeli rumah yang lokasinya di dekat perkotaan.Ia juga menegaskan untuk ukuran rumah subsidi tipe 21, 30, 36, dan lainnya akan tetap berlaku seperti aturan semula. Adanya penurunan batas minimal menjadi 18 meter persegi hanya sebagai pilihan tambahan bagi masyarakat."Toh ini juga kan pilihan nantinya. Pilihan itu artinya apa? Pada saat Kementerian PKP kemudian memberikan alternatif, beberapa opsi, karena opsi tipe yang lalu masih berlaku. Berarti nanti pengembang akan melihat demand-nya seperti apa. Kalau menarik, tentu pengembang juga akan membangun," terangnya.