Penyebaran agama Islam di Pulau Jawa tak bisa dilepaskan dari peran para Wali Songo. Salah satu tokoh sentralnya adalah Sunan Ampel. Sunan Ampel dikenal sebagai sosok penting dalam sejarah dakwah Islam di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa.Ia merupakan anggota awal Wali Songo yang berkontribusi besar dalam menyebarkan ajaran Islam melalui jalur pendidikan dan pendekatan budaya lokal. Jejak dakwah Sunan Ampel tak hanya tercatat di Surabaya dan pusat pemerintahan Majapahit, tetapi juga meluas hingga ke wilayah Kalimantan. Simak biografi lengkap Sunan Ampel.Baca juga: Kisah Asal Usul Nama Lamongan yang Hari Ini Berusia 456 TahunAsal-usul dan Kedatangan Sunan Ampel ke JawaNama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Ia adalah putra dari Syaikh Ibrahim As-Samarkandi, ulama besar dari Timur Tengah yang menikah dengan putri Raja Champa, sebuah kerajaan Islam di wilayah Asia Tenggara.Melansir dari berbagai sumber, Raden Rahmat datang ke Jawa bersama ayahnya serta dua sahabat, yakni Ali Musada dan Abu Hurairah. Mereka mendarat di Pelabuhan Tuban, salah satu pusat perdagangan penting yang sudah memiliki komunitas Muslim.Setelah ayahnya wafat, Raden Rahmat melanjutkan perjalanan ke Majapahit untuk menemui bibinya yang merupakan permaisuri raja. Dari sinilah dimulai pengaruh dakwah Raden Rahmat di lingkaran Kerajaan Majapahit.Menurut Babad Ngampeldenta dan Serat Walisana, Raden Rahmat diangkat menjadi imam dan diberi gelar "Sunan Ampeldenta" oleh Raja Majapahit. Ia kemudian menetap di sebuah daerah bernama Ampel Denta (kini kawasan Ampel, Surabaya), dan membangun pesantren untuk menyebarkan ajaran Islam.Dakwah Sunan AmpelSunan Ampel mendirikan Pesantren Ampeldenta pada tahun 1440 Masehi sebagai pusat pendidikan Islam pertama di Jawa Timur. Dari pesantren inilah lahir tokoh-tokoh besar Islam Nusantara seperti Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Bonang, Sunan Drajat, Raden Patah, dan Raden Kusen.Salah satu strategi dakwah Sunan Ampel yang sangat efektif adalah membentuk jaringan kekerabatan melalui pernikahan. Ia menikahkan para murid dan tokoh dakwah dengan putri-putri bangsawan lokal, terutama dari kalangan penguasa bawah Majapahit. Sunan Ampel sendiri menikahi Nyai Ageng Manila, putri Arya Teja dari Tuban, cucu Arya Lembu Sura dari Surabaya yang telah memeluk Islam.Melalui jaringan ini, Sunan Ampel mampu menyebarkan Islam secara damai dan meluas hingga ke Demak, Gresik, Madura, bahkan Sukadana di Kalimantan. Salah satu contoh pengaruhnya adalah pernikahan putrinya, Mas Murtosiyah, dengan Raden Paku (Sunan Giri), serta Mas Murtosimah dengan Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak.Baca juga: Makam Palsu di Kompleks Penyebar Islam Ponorogo DibongkarAjaran Sunan AmpelSunan Ampel dikenal dengan metode dakwah yang lembut, menggunakan pendekatan maw'izhatul hasanah (nasehat yang baik) dan mujadalah billati hiya ahsan (berdialog dengan cara terbaik). Ia tidak memaksakan ajaran Islam, tetapi menyampaikan dakwah melalui akhlak, pendidikan, dan pendekatan budaya.Dalam dunia pendidikan, ia mengajarkan Al-Qur'an, ilmu fiqih, tasawuf, serta ilmu hakikat kepada para santrinya. Ia juga menjalani kehidupan zuhud dengan riyadhah (latihan spiritual) seperti menahan makan dan tidur demi mendekatkan diri kepada Allah SWT.Menurut Babad Demak, inti ajaran tasawuf Sunan Ampel dilandaskan pada konsep "bi ru'yatil fu'ad", yaitu melihat dengan mata hati. Ia juga menyebarkan ajaran tauhid esoteris yang membuatnya sejajar dengan guru-guru suci dari tradisi Hindu-Buddha, sehingga ia dijuluki "Susuhunan".Tantangan dalam DakwahMeski mengusung pendekatan persuasif, dakwah Sunan Ampel tidak selalu berjalan mulus. Ia menghadapi penolakan, termasuk dari penguasa Madura, Lembu Peteng, yang bahkan pernah berusaha membunuhnya. Namun, setelah melihat keteguhan dan ajaran Sunan Ampel, Lembu Peteng akhirnya masuk Islam.Sunan Ampel juga mendapat tentangan karena ritual salat yang dianggap aneh oleh masyarakat saat itu. Penolakannya terhadap makanan haram seperti babi dan katak juga sempat menjadi bahan olokan.Wafat dan Warisan Sunan AmpelTanggal wafat Sunan Ampel masih menjadi perdebatan. Babad ing Gresik menyebut tahun 1479 Masehi, sedangkan Serat Kandha mencatat tahun 1406 Masehi. Meski demikian, makamnya berada di kompleks Masjid Agung Ampel Surabaya, dan hingga kini menjadi salah satu pusat ziarah umat Islam dari seluruh Indonesia.Warisan terbesar Sunan Ampel bukan hanya pada dakwahnya, tetapi juga pada sistem pendidikan pesantren yang berakar kuat di Jawa hingga saat ini, serta jaringan penyebaran Islam yang melahirkan generasi-generasi penyebar agama Islam di Nusantara.