Seorang pria inisial KDR (23), warga Kalimantan, melapor ke Polresta Sleman karena jadi korban penganiayaan pengurus serta santri Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji yang diasuh Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah. Berdasarkan keterangan pengacara, korban diikat hingga dipukuli.Ketua tim kuasa hukum KDR, Heru Lestarianto, mengungkapkan korban dianiaya dalam dua waktu berbeda. Setiap kali hendak dianiaya, KDR dibawa ke dalam salah satu ruangan di ponpes."Di ponpes itu kan ada kamar. Nah itu dimasukin ke kamar lalu 13 orang ini menghajar, informasinya diikat," ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (29/5/2025).Baca juga: 13 Pengurus-Santri Ponpes Gus Miftah Dipolisikan Terkait Dugaan Penganiayaan"Dengan cara dipukuli beramai-ramai, disetrum, dipukuli dengan menggunakan selang," imbuhnya.Dituduh Curi Uang Rp 700 RibuHeru melanjutkan penganiayaan terjadi pada 15 Februari 2025. Pemicunya, kliennya dituduh sudah mencuri uang hasil uang hasil penjualan air galon yang dikelola ponpes sebesar Rp 700 ribu."Penganiayaan itu didasari (klien kami) disuruh mengaku uang dari hasil penjualan galon itu ke mana duitnya. Jadi semua yang dituduhkan ke klien kami itu total Rp 700 ribu," ungkap Heru.Heru menuturkan orang tua korban kemudian mendatangi Ponpes Ora Aji. Tujuannya untuk mengganti kerugian Rp 700 ribu."Jadi yang dituduhkan ke klien kami itu ada yang Rp 20 ribu, Rp 60 ribu, terus terkumpul hingga Rp 700 ribu sehingga keluarga sudah ke sana, sudah dikembalikan," jelasnya.KDR, kata Heru, sempat dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara. Namun, keluarganya memutuskan membawanya pulang. Kini, mereka telah kembali ke kampung halaman di Kalimantan untuk menerima perawatan lanjutan dari psikiater."Sempat di RS Bhayangkara tapi langsung dibawa pulang untuk perawatan lebih lanjut karena kondisinya kayak orang linglung, makanya sekarang lanjut ke psikiater," ujarnya.Baca juga: Kata Polisi soal Kasus Penganiayaan Libatkan Santri-Pengurus Ponpes Gus MiftahPonpes Ajukan Penangguhan PenahananHeru melanjutkan, kliennya sudah membuat laporan polisi di Polsek Kalasan dengan Nomor: STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY tertanggal 16 Februari 2025. Akan tetapi, penanganan kasus selanjutnya dialihkan ke Polresta Sleman. Dari informasi penyidik, 13 orang yang terdiri dari 9 dewasa dan 4 orang bawah umur telah ditetapkan tersangka namun belum ditahan."Namun dari 13 orang yang ditetapkan tersangka itu, belum ada satu pun yang ditahan karena pihak yayasan mengajukan penangguhan penahanan," kata Heru.Pihaknya mengaku menyayangkan dugaan kekerasan ini. Apalagi, terjadinya di lingkungan lembaga pendidikan yang mengedepankan pembinaan agama."Yang kami sayangkan dari kenapa dari pihak pengasuh, dari pondok kok sama sekali tidak ada komentar apa pun, cuma lawyernya dan yayasan. Sedangkan ini kan adalah santrinya," katanya.Pihak keluarga ingin agar kasus ini bisa dituntaskan. Apalagi kejadian tersebut berlangsung di lingkungan pondok pesantren."Dari keluarga korban berharap kasus ini bisa dituntaskan segera, karena tidak layak ketika sebuah pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan yang seharusnya mengedepankan pembinaan agama malah membiarkan peristiwa kekerasan tersebut terjadi di dalamnya," kata dia.Tanggapan PolisiKapolresta Sleman, Kombes Edy Setianto Erning Wibowo, saat dimintai konfirmasi terpisah terkait kasus tersebut mengatakan bahwa pihaknya masih berproses menangani peristiwa ini."Itu kita tangani, sekarang berkas sudah jalan," kata Edy saat dihubungi wartawan, Kamis (29/5).Edy tak membantah soal sudah adanya penetapan tersangka dalam perkara ini. Terkait mereka yang belum ditahan, Edy hanya bilang sebagian pelaku masih berstatus bawah umur dan proses penanganan perkara masih berlangsung.Baca juga: Tuduhan Tilap Rp 700 Ribu Berujung Pengeroyokan Santri di Ponpes Gus Miftah"Itu akan ada di bawah umur. Kemudian itu kemarin dari korbannya sendiri mau mengajukan RJ (restorative justice), tapi kita tunggu, kita menunggu laporannya dari mereka," pungkasnya.Terkait kasus ini, wartawan telah mencoba menghubungi pengasuh Ponpes Ora Aji, Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah untuk mengonfirmasi perihal dugaan kasus ini. Namun demikian, hingga berita ini ditulis yang bersangkutan belum merespons.