Menilik Gereja Blenduk, Jejak Protestan Pertama di Kota Lama Semarang

Menilik Gereja Blenduk, Jejak Protestan Pertama di Kota Lama Semarang

afn2025/05/29 12:20:46 WIB
Penampakan Gereja Blenduk di Kota Lama Semarang, Kamis (29/5/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Di tengah riuhnya geliat wisata Kota Lama Semarang, berdiri megah sebuah bangunan berarsitektur Eropa klasik dengan dua menara dan satu kubah besar di atasnya. Adalah Gereja Protestan Immanuel Barat (GPIB), gereja Kristen Protestan pertama di Kota Semarang.Gereja Immanuel yang kerap disebut Gereja Blenduk, telah menorehkan sejarah sejak abad ke-18. Pegiat sejarah Semarang, Rukardi, menyebut Gereja Blenduk di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara itu bukan hanya tempat ibadah, tapi juga saksi bisu dinamika kolonialisme, arsitektur, hingga keragaman agama di tanah Jawa."Sebelum Gereja Blenduk berdiri, belum pernah ada gereja Protestan di Semarang. Jadi Kota Lama itu kan kompleks kota pertama Eropa di Semarang, ketika orang Eropa membangun pemukiman di Kota Lama, mereka juga membangun tempat ibadah," kata Rukardi saat dihubungi detikJateng, Kamis (29/5/2025)."Orang Belanda ini kan sangat religius. Agama resmi orang Belanda, itu Kristen Protestan, bukan Katolik Roma. Jadi gereja yang dibangun pertama itu gereja Protestan, terjadi tahun 1753," lanjutnya.Baca juga: Renovasi Gereja Blenduk Semarang Hampir Rampung, Bisa Dipakai Ibadah BesokRukardi yang turut andil dalam pembuatan buku 'Riwayat Kota Lama Semarang' itu mengatakan, mulanya bentuk gereja sangat sederhana yakni berupa bangunan panggung khas Jawa, sebagaimana dicatat oleh seorang pelancong Eropa saat itu.Namun, bangunan ini tak bertahan lama. Pada 1787, gereja dibongkar dan digantikan bangunan baru yang lebih representatif, lalu kembali dirombak pada 1794 menjadi bentuk yang dikenal sekarang."Arsitektur yang kita lihat saat ini itu dibangun 1794, ada dua menaranya kemudian satu kubah besar. Pada masanya, itu sudah dikenal sangat indah," tutur Rukardi.Tampak depan GPIB Immanuel Semarang atau lebih dikenal dengan nama Gereja Blenduk, Semarang, Kamis (29/5/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng"Seorang penulis Belanda bahkan menyebutnya sebagai perhiasan Hindia-Belanda karena arsitekturnya yang indah ibarat perhiasan," lanjutnya.Gereja ini resmi bernama Gereja Protestan Immanuel, namun lebih dikenal dengan sebutan 'Blenduk', dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti cembung, mengacu pada bentuk kubahnya."Disebut 'Blenduk' sebagai sebutan dari orang Jawa yang gampang, karena atapnya cembung, dalam Bahasa Jawa kan blenduk istilahnya," ungkap Rukardi.Kemudian, satu abad setelahnya, renovasi besar dilakukan pada 1894 oleh dua arsitek Belanda, W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang memperkuat struktur tanpa mengubah bentuk dasarnya.Baca juga: Khusyuknya Ibadah Kenaikan Yesus Kristus di Lawang Sewu Semarang"Karena mungkin sudah 100 tahun, kondisinya sudah ada yang rusak, merosot, kemudian direnovasi," terangnya.Uniknya, gereja Protestan ini pernah digunakan untuk misa umat Katolik. Hal itu terjadi masa penjajahan Prancis atas Belanda di awal abad ke-19, ketika Napoleon menempatkan Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda."Kita tahu Napoleon menguasai Belanda termasuk daerah jajahannya. Maka orang yang paling berkuasa di tanah jajahan di Hindia Belanda ini ditempatkanlah orang Belanda yang mewakili pemerintahan Napoleon, Herman Willem Daendels," tuturnya."Napoleon sebagai tokoh revolusi Prancis punya slogan keterbukaan, maka dia memberikan ruang kepada umat Katolik Roma untuk berhak beribadah di Gereja Blenduk, padahal itu sebelumnya nggak bisa, karena gereja Protestan," paparnya.Namun, setelah kekuasaan Belanda pulih, gereja kembali difungsikan eksklusif untuk jemaat Protestan. Umat Katolik kemudian membangun gereja sendiri yang kini dikenal sebagai Gereja Gedangan di timur Kota Lama.Pembangunan Gereja Blenduk tidak bisa dilepaskan dari konteks pembentukan pemukiman Eropa di Semarang. Setelah pemberontakan Tionghoa 1740 yang mengguncang benteng VOC lama di Sleko, Belanda memperluas kota dan membangun benteng baru yang lebih besar."Kota Lama dirancang sebagai kota modern versi Eropa. Ada kantor, gudang senjata, tempat hiburan, rumah sakit veteran, dan juga gereja sebagai fasilitas utama," jelas Rukardi.Kini, Gereja Blenduk tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tapi juga destinasi wisata sejarah yang memikat para pengunjung Kota Lama. Ia tetap berdiri kokoh sebagai saksi perubahan zaman, dari era VOC, penjajahan Prancis, hingga Indonesia merdeka."Jadi Gereja Blenduk itu salah satu fasilitas yang memang sengaja dibangun untuk kebutuhan warga kota pada saat itu," tuturnya.Gereja Blenduk juga kerap menjadi magnet di wilayah Kota Lama. Gereja itu rupanya tak hanya sekadar jadi bangunan, tapi simbol kehidupan dan peradaban di masa kolonial.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya