Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut salah satu terdakwa kasus pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Undip, Zara Yupita Azra, memaksa para junior untuk membayar dan menyediakan makan serta joki tugas para senior. Dia juga disebut pernah mengancam akan mempersulit hidup dr Aulia.Pantauan detikJateng, sidang perdana kasus ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Senin (26/5). Zara yang merupakan senior sekaligus 'kambing' alias kakak pembimbing angkatan dr Aulia, didakwa melakukan pemaksaan dan pemerasan terhadap juniornya di PPDS Anestesi Undip."Akibat perbuatan terdakwa dr Zara Yupita, mahasiswa PPDS Anestesi Undip angkatan 77 terpaksa secara bertahap mengumpulkan dan mengeluarkan uang dengan jumlah total sebesar Rp 864 juta," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Shandy Handika, di PN Semarang, Senin (26/5/2025).Shandy memerinci, dana tersebut berasal dari dua sumber. Pertama, untuk kebutuhan makan prolong selama 6 bulan, kedua untuk membayar joki tugas akademik senior."Bahwa makan prolong sendiri adalah istilah yang digunakan untuk makanan yang disediakan bagi seluruh residen senior dan atau dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang masih bertugas di atas jam 18.00 WIB di RSUP dr Kariadi," jelasnya.Berdasarkan bukti transfer dalam rekening mendiang Aulia dan teman seangkatannya, transfer dana untuk keperluan makan prolong ini dilakukan secara rutin selama kurang lebih 6 bulan. Uang yang terkumpul total mencapai Rp 766 juta."Rekening atas nama Aulia Risma Lestari sebesar Rp 494.171.000. Dari rekening atas nama Bayu Ardibowo sebesar Rp 272.500.000. Total Rp 766 juta," ungkapnya.Baca juga: Eks Kaprodi PPDS Anestesi Undip Didakwa Pungut Rp 80 Juta ke Tiap Mahasiswa"Seluruh biaya makan prolong ini dibayarkan oleh anggota angkatan 77 tanpa kontribusi dari senior, sebagaimana diperintahkan terdakwa Zara Yupita," tambah Shandy.Selain adanya penyediaan makan prolong, ada pula bukti transfer untuk membayar joki tugas guna menyelesaikan tugas para senior. Dengan sistem joki tugas ini, angkatan 77 diwajibkan untuk membayar pihak ketiga yang akan mengerjakan tugas-tugas akademik senior mereka."Total (transfer pembayaran ke pihak ketiga) Rp 98.058.500," ungkapnya.Dalam sidang, JPU juga memaparkan isi 'pasal anestesi' yang disampaikan Zara dalam forum Zoom Meeting bersama angkatan 77 pada Juni 2022. Isinya sarat doktrin ketundukan terhadap senior.Isi pasal tersebut yakni senior selalu benar, bila senior salah kembali ke pasal 1, hanya ada 'ya' dan 'siap', yang enak hanya untuk senior, bila junior dikasih enak tanpa tanya 'kenapa' mencerminkan kondisi bahwa junior seharusnya tidak mendapatkan kemudahan, jangan pernah mengeluh karena semua pernah mengalami.Zara juga disebut mendoktrin sistem 'tata krama anestesi' yang membatasi komunikasi antar-angkatan. Mulai dari izin bila bicara dengan senior, semester nol hanya bisa bicara dengan semester satu, dilarang bicara dengan semester di atasnya, harus senior yang bertanya langsung, haram hukumnya semester nol bicara dengan semester dua tingkat ke atas."Proses penyediaan makanan makan prolong ini merupakan implementasi langsung dari doktrin yang enak hanya untuk senior dan bila junior dikasih enak (harus) tanya," jelasnya.Baca juga: Jaksa Ungkap Ada 'Pasal Anestesi' di Balik Kematian Mahasiswi PPDS UndipShahdy menilai, doktrin ini membentuk relasi kuasa yang menekan angkatan 77 secara psikologis. Aulia dan rekan-rekannya disebut tidak punya pilihan selain tunduk, karena penolakan bisa menghambat pendidikan mereka."Yang membuat angkatan 77 terpaksa menyerahkan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan keinginan senior," tegasnya.Selain tekanan finansial, Shandy juga menyoroti tindakan intimidatif yang dilakukan Zara saat evaluasi angkatan 77 di Juli 2022. Angkatan 77 dihukum dengan cara dipaksa berdiri selama sejam serta difoto."Setelah hukuman berdiri, angkatan 77 dipersilakan duduk untuk evaluasi dari jam 02.00 sampai jam 03.00 WIB," kata Shandy.Dalam salah satu pesan, Zara juga disebut mengancam akan mempersulit hidup Aulia. Jika senior mendapat hukuman akibat kesalahan Aulia, maka seluruh angkatan akan ikut dihukum."Terdakwa mengancam akan mempersulit hidup almarhum Aulia Risma hingga keluar dari program anastesi," kata dia.JPU pun menyimpulkan, tekanan yang dialami mendiang Aulia mengarah pada gangguan psikologis berat dan berujung membuatnya memutuskan untuk mengakhiri hidup."Dapat disimpulkan kalau faktor utama yang ditemukan pada almarhum dokter Aulia Risma adalah hilangnya rasa kepercayaan diri, frustrasi, ketakutan yang mendalam, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan berkontrol serta penghayatan ketidakberdayaan," kata Shandy."Dampak ini menjadi masalah psikologis yang serius, mengarah pada gangguan suasana hati depresi yang berujung pada tindakan mengakhiri hidupnya sendiri," lanjutnya.Atas perbuatannya, Zara didakwa melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP tentang Pemerasan dan Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pemaksaan dengan Kekerasan.Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Kaerul Anwar, menyatakan pihaknya tak akan mengajukan eksepsi."Kita ingin cepat disidangkan pokok perkaranya, yang kita uji adalah faktanya di persidangan," kata Kaerul seusai sidang.