Saren, Dideh, dan Marus Itu Halal atau Haram? Ini Penjelasan dalam Islam

Saren, Dideh, dan Marus Itu Halal atau Haram? Ini Penjelasan dalam Islam

par2025/05/26 23:02:00 WIB
Ilustrasi saren, dideh, dan marus. Foto: Getty Images/iStockphoto

Bagi sebagian orang olahan berupa saren, dideh, dan marus mungkin cukup menjadi favorit serta kerap disantap. Namun, apakah saren, dideh, dan marus halal dalam Islam? Artikel ini akan membahas hukumnya.Untuk diketahui, istilah saren, dideh, dan marus merujuk pada hal yang sama, yaitu olahan yang berbahan dasar darah hewan. Biasanya darah hewan akan dibuat menjadi padat dengan cara dibekukan. KBBI mendefinisikan saren sebagai marus, sedangkan marus adalah darah yang berasal dari sapi, ayam, hingga hewan lainnya yang dibekukan dan dikukus.Sementara itu, dideh merupakan sebuah istilah yang juga merujuk pada hal yang sama, yaitu saren dan marus. Seperti diungkap dalam buku 'Mengenal Halal Haram untuk Anak' karya Ryu Tri, dijelaskan bahwa marus merupakan olahan yang cukup populer di berbagai wilayah Indonesia. Misalnya saja di Jawa Tengah dan juga Jogja.Biasanya marus diolah dengan membekukan darah bersama dengan potongan hati ayam atau sapi. Kemudian marus ini akan diolah menjadi berbagai menu yang dijual di sejumlah tempat makan.Meskipun menjadi penganan yang cukup populer di kalangan masyarakat, ternyata ada aturan tertentu yang berkaitan dengan konsumsi saren, dideh, dan marus di dalam Islam. Terutama yang bersangkutan dengan halal atau haramnya olahan tersebut. Sebagai salah satu referensi bacaan bagi kaum muslim, berikut penjelasannya.Baca juga: 7 Tempat Makan Ayam Goreng di Solo yang Enak, Dijamin Menggugah Selera!Hukum Makan Saren, Dideh, dan Marus dalam IslamTerkait dengan hukum makan saren, dideh, dan marus dalam Islam ternyata dinyatakan sebagai sebuah larangan atau keharaman. Mengapa? Ahmad Sarwat Lc, MA dalam bukunya 'Halal atau Haram? Kejelasan Menuju Keberkahan', memberikan penjelasan bahwa marus ditetapkan sebagai makanan yang haram karena terbuat dari darah hewan.Perlu diketahui bahwa marus dibuat dari darah yang mengalir keluar dari tubuh hewan. Meskipun telah diolah dengan ditambahkan dengan bahan-bahan lainnya, bahan dasar marus yang terbuat dari darah tetaplah haram. Terlebih lagi di dalam Islam darah adalah sesuatu yang haram. Oleh sebab itu, olahan ini termasuk makanan yang diharamkan untuk dikonsumsi bagi kaum muslim.Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan dalam buku 'Taudhihul Adillah' karya KH M Syafi'i Hadzami, bahwa makan marus atau dideh adalah haram. Ini dikarenakan bahan dasarnya yang berasal dari darah adalah sesuatu yang najis.Meskipun begitu, ada darah beku yang dihalalkan dalam Islam. Kedua jenis darah beku tersebut tidak lain adalah hati dan juga limpa. Hal ini juga telah tertuang di dalam riwayat hadits yang nantinya akan diuraikan lebih lanjut.Keharaman marus dan sejenisnya juga dijelaskan melalui buku 'Panduan Muslim Sehari-hari' karya DR KH M Hamdan Rasyid, MA dan Saiful Hadi El-Sutha, bahwa memanfaatkan darah hewan dengan cara diminum secara langsung maupun dibekukan terlebih dahulu termasuk hal yang dilarang di dalam Islam.Hal tersebut juga berlaku bagi siapa saja yang memperjual-belikannya. Dikatakan bahwa segala sesuatu yang haram tidak hanya terbatas pada memakannya saja, tapi juga memanfaatkannya. Keharaman dideh atau marus ini juga memiliki kemiripan dengan keharaman lemak bangkai.Mengingat dideh, marus, atau saren merupakan olahan makanan yang diharamkan di dalam Islam, maka ada baiknya setiap muslim untuk menghindarinya. Tidak ada salahnya memilih olahan lain yang diperbolehkan atau halal sesuai dengan syariat Islam.Dalil Haramnya Saren, Dideh, dan MarusSebelumnya telah disinggung bahwa olahan marus dan sejenisnya adalah sesuatu yang haram di dalam Islam. Hal tersebut ternyata telah tertuang di dalam dalil Al-Quran dan juga sejumlah riwayat hadits. Disadur dari buku 'Fiqh Islam bagi Muslimah Karier' karya Rizem Aizid, bahwa terdapat sebuah riwayat hadits yang menjelaskan tentang keharaman memperjual-belikan dideh dan sejenisnya. Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Juhaifah bahwa:"Rasulullah SAW melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing, dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang menato dan meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh)." (HR. Bukhari).Kemudian masih merujuk dari buku yang sama, terdapat riwayat lain yang turut menjelaskan tentang hanya ada dua macam darah yang dihalalkan dalam Islam, yaitu hati dan limpa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa:أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ وَأَبُو الْحُسَيْنِ: عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ السَّبِيعِيُّ فِي آخَرِينَ قَالُوا أَخْبَرَنَا أَبُو الْعَبَّاس: مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ أَخْبَرَنَا الرَّبِيعُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبِ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلَالٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ عَنْ عبد الله بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَالدِّمَانِ: السَّمَكُ وَالْحَرَادُ وَالْكَبَدُ والطحال

(رواه السهلي )"Telah mengkhabarkan kami Abú 'Abdullah al-Hafız dan Abu al-Husain, Ali bin Muhammad as-Sabi'i pada masa akhir, mereka berkata, telah mengkhabarkan kami Abu al-Abbas, Muhammad bin Ya'qüb, telah mengkhabarkan kami ar-Rabi' bin Sulaiman, telah bercerita kepada kami Ibn Wahb, telah bercerita kepada kami Sulaiman bin Bilal, dari Zaid bin Aslam, dari Abdullah bin 'Umar, bahwasanya ia berkata, 'Dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah. Bangkai ikan dan belalang. Hati dan limpa'."(HR. Al-Baihaqi)Sementara itu, terdapat dalil di dalam Al-Quran yang mengatur tentang keharaman kaum muslim mengonsumsi bangkai, babi, darah, dan juga binatang yang telah disembelih dengan bukan atas nama Allah SWT. Masih merujuk dari buku yang sama 'Panduan Muslim Sehari-hari' dan 'Panduan Praktis Sukses Sertifikasi Halal (Jilid 1)' oleh Nur Ahmad Habibi, dkk., bahwa di dalam Surat Al-Baqarah, Al-An'am, dan Al-Maidah telah tertuang perintah Allah SWT untuk menjauhi makanan atau minuman yang diharamkan. Berikut bunyi dari setiap ayat dalam surat tersebut.1. Al-Baqarah Ayat 172-173يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ ۝١٧٢ اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ بِهٖ لِغَيْرِ اللّٰهِۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ۝١٧٣Yâ ayyuhalladzîna âmanû kulû min thayyibâti mâ razaqnâkum wasykurû lillâhi ing kuntum iyyâhu ta'budûn. Innamâ ḫarrama 'alaikumul-maitata wad-dama wa laḫmal-khinzîri wa mâ uhilla bihî lighairillâh, fa manidlthurra ghaira bâghiw wa lâ 'âdin fa lâ itsma 'alaîh, innallâha ghafûrur raḫîm.Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah apa-apa yang baik yang Kami anugerahkan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu benar-benar hanya menyembah kepada-Nya. Sesungguhnya Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."2. Al-An'am Ayat 145قُلْ لَّآ اَجِدُ فِيْ مَآ اُوْحِيَ اِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلٰى طَاعِمٍ يَّطْعَمُهٗٓ اِلَّآ اَنْ يَّكُوْنَ مَيْتَةً اَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا اَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ فَاِنَّهٗ رِجْسٌ اَوْ فِسْقًا اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ رَبَّكَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ۝١٤٥Qul lâ ajidu fî mâ ûḫiya ilayya muḫarraman 'alâ thâ'imiy yath'amuhû illâ ay yakûna maitatan au damam masfûḫan au laḫma khinzîrin fa innahû rijsun au fisqan uhilla lighairillâhi bih, fa manidlthurra ghaira bâghiw wa lâ 'âdin fa inna rabbaka ghafûrur raḫîm.Artinya: "Katakanlah, 'Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali (daging) hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia najis, atau yang disembelih secara fasik, (yaitu) dengan menyebut (nama) selain Allah. Akan tetapi, siapa pun yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak melebihi (batas darurat), maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang'."4. Al-Maidah Ayat 3حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ۝٣Hurrimat 'alaikumul-maitatu wad-damu wa laḫmul-khinzîri wa mâ uhilla lighairillâhi bihî wal-munkhaniqatu wal-mauqûdzatu wal-mutaraddiyatu wan-nathîḫatu wa mâ akalas-sabu'u illâ mâ dzakkaitum, wa mâ dzubiḫa 'alan-nushubi wa an tastaqsimû bil-azlâm, dzâlikum fisq, al-yauma ya'isalladzîna kafarû min dînikum fa lâ takhsyauhum wakhsyaûn, al-yauma akmaltu lakum dînakum wa atmamtu 'alaikum ni'matî wa radlîtu lakumul-islâma dînâ, fa manidlthurra fî makhmashatin ghaira mutajânifil li'itsmin fa innallâha ghafûrur raḫîm.Artinya: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih. (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."Baca juga: 7 Cara Bikin Nasi Liwet Simpel dengan Resep Sederhana, Bisa Pakai Magic ComItulah tadi penjelasan mengenai hukum makan saren, dideh, dan marus dalam Islam lengkap dengan dalilnya. Semoga informasi ini membantu.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya