Sebagian besar anak-anak masa kini tidak lagi memainkan permainan tradisional Jawa Tengah. Alih-alih bermain cublak-cublak suweng atau bentengan, anak-anak modern lebih senang bermain video game di gadget. Oleh karena itu, kita punya kewajiban untuk memperkenalkan permainan tradisional ini kepada mereka agar tidak punah.Dikutip dari buku Permainan Tradisional dalam Pembelajaran IPS SD tulisan Hana Sakura Putu Arga dkk, permainan tradisional adalah warisan budaya yang dimainkan secara turun-temurun oleh anak-anak menggunakan alat sederhana atau gerakan fisik. Selain menyenangkan, permainan ini juga mengandung nilai sosial dan edukatif karena mendorong interaksi, kerja sama, kreativitas, dan kecerdasan anak secara alami dan tanpa beban.Penasaran dengan permainan tradisional Jawa Tengah, detikers? Yuk, simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!Baca juga: 35 Tarian Tradisional Jawa Tengah dari Tiap Kabupaten dan KotaPermainan Tradisional Jawa Tengah1. Cublak-cublak SuwengMenurut Puput Aprilia Hermawati dalam karya tulisnya yang dimuat dalam buku Kompilasi Permainan Rakyat, cublak-cublak Suweng adalah permainan tradisional anak-anak dari Jawa Tengah, Jogja, dan Jawa Timur yang dimainkan sambil menyanyikan lagu berjudul sama. Permainan ini termasuk jenis dolanan anak, yaitu permainan yang diiringi lagu tradisional Jawa. Uniknya, lagu ini bukan sekadar hiburan, tetapi memiliki makna filosofis tentang pencarian harta sejati yang tersembunyi, baik secara harfiah maupun batiniah.Permainan ini dipercaya diciptakan oleh Sunan Giri (Syekh Maulana Ainul Yakin), salah satu Wali Songo, sebagai bagian dari dakwah Islam melalui jalur budaya pada abad ke-15. Lagu dolanan seperti Cublak-cublak Suweng diciptakan untuk menghibur sekaligus menyampaikan pesan moral secara halus kepada anak-anak.Cara bermainnya cukup unik dan seru. Seorang anak berperan sebagai Pak Empong, yang harus tengkurap sementara teman-temannya duduk mengelilingi dan meletakkan tangan di punggungnya. Seorang pemimpin permainan akan mengedarkan 'suweng' (kerikil kecil) ke tangan-tangan pemain di atas punggung Pak Empong, sambil menyanyikan lagu Cublak-cublak Suweng. Saat lagu berhenti, semua tangan mengepal seolah-olah menyimpan suweng.Tugas Pak Empong adalah menebak di tangan siapa suweng sebenarnya berada. Jika salah, ia harus kembali tengkurap dan permainan diulang. Jika benar, pemain yang menyembunyikan suweng akan menjadi Pak Empong berikutnya.2. Bola BekelMasih dari buku Kompilasi Permainan Rakyat, Sri Ramdani Intan Sasmita menjelaskan, bola bekel atau dikenal juga dengan nama beklen, bekelan, dan bekles, adalah salah satu permainan tradisional populer yang dulunya banyak dimainkan oleh anak-anak perempuan, meskipun anak laki-laki pun tak jarang ikut serta. Permainan ini bisa dimainkan sendiri atau secara bergiliran oleh 2-5 orang pemain.Asal usul nama 'bekel' berasal dari bahasa Belanda bikkelen, yang memiliki makna semangat juang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh budaya Belanda terhadap permainan ini. Meski begitu, variasi permainan bekel ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Gorontalo, hingga Kepulauan Riau, dengan perbedaan pada bahan bola dan bijinya.Alat yang digunakan adalah bola kecil (bisa dari karet, kerang, atau bahan lain tergantung daerah), serta lima biji bekel. Cara bermainnya, bola dilambungkan dan pemain harus mengambil biji bekel satu per satu, dua per dua, dan seterusnya setiap kali bola memantul. Jika gagal atau menyentuh biji lain yang tidak seharusnya diambil, giliran berpindah ke pemain berikutnya.Permainan bekel tidak hanya melatih ketangkasan tangan dan koordinasi mata, tapi juga konsentrasi, strategi, serta sportivitas. Siapa yang bisa menyelesaikan tantangan tiap babak paling dulu, dialah pemenangnya.3. DakonPermainan tradisional yang berikutnya dikenal dengan nama dakon di Jawa Tengah, walaupun secara umum masyarakat juga menyebutnya congklak. Menurut Novi Mulyani dalam buku Super Asyik Permainan Tradisional Anak Indonesia, nama dakon sendiri merujuk pada bentuk papan permainan yang memiliki baris lubang-lubang kecil berhadapan dan dua lubang besar di kedua ujungnya. Tidak seperti permainan fisik lainnya, dakon dimainkan sambil duduk dan lebih mengandalkan strategi serta kecermatan dalam berhitung daripada kecepatan atau kekuatan.Papan dakon terdiri atas enam belas lubang, dengan empat belas lubang kecil dan dua lubang besar di ujung sebagai tempat penyimpanan biji hasil tangkapan masing-masing pemain. Setiap lubang kecil diisi dengan tujuh biji congklak yang bisa berupa kerang, batu kecil, kelereng, atau biji-bijian.Permainan dimulai dengan memilih satu lubang, lalu menyebarkan biji satu per satu ke lubang-lubang berikutnya searah jarum jam. Pemain harus cermat menghitung agar biji terakhir jatuh di tempat yang strategis. Jika jatuh di lubang kosong milik sendiri, pemain bisa mengamankan biji dari lubang lawan yang berseberangan.Meski terlihat sederhana, dakon penuh tantangan. Anak-anak dituntut cermat dalam berhitung dan cepat dalam mengambil keputusan. Permainan ini melatih kecerdasan logika, perencanaan strategi, serta ketekunan dalam berpikir. Menariknya lagi, dakon juga mengajarkan nilai sportivitas karena setiap pemain harus tahu kapan harus menyerang, bertahan, atau mengalah.4. Gobak SodorDikutip dari buku Lestarikan Kembali Permainan Tradisional oleh Elis Purnamasari, gobak sodor memiliki cerita unik di balik namanya. Ada yang menyebut asalnya dari frasa bahasa Inggris 'go back through the door' yang sulit diucapkan oleh lidah lokal. Di sisi lain, dalam kamus Jawa kuno, gobak berarti bebas bergerak dan sodor berarti tombak, yang konon berasal dari latihan para prajurit zaman dulu. Maka, permainan ini menjadi simbol kelincahan dan keterampilan dalam bertahan maupun menyerang.Dalam permainan ini, dua tim saling berhadapan, satu sebagai penjaga dan satu sebagai penyerang. Lapangan dibagi menjadi enam petak dengan garis horizontal dan vertikal. Para penjaga berdiri di atas garis dan berusaha menyentuh lawan yang mencoba menembus pertahanan mereka. Penyerang harus melintas hingga ke ujung lapangan dan kembali tanpa tersentuh untuk memenangkan permainan.Permainan ini memadukan kecepatan, strategi, dan kerja sama tim. Penjaga harus saling berkoordinasi agar tidak memberi celah, sementara penyerang mencari peluang sekecil apa pun untuk lolos. Gobak sodor tidak hanya melatih tubuh agar lincah dan cepat, tapi juga mengajarkan semangat pantang menyerah dan berpikir cerdas dalam mengambil keputusan. Permainan ini tetap seru dimainkan hingga sekarang.5. DelikanElis Purnamasari juga menjelaskan bahwa delikan termasuk salah satu permainan tradisional Jawa Tengah. Kita mungkin lebih mengenalnya dengan sebutan petak umpet. Ini adalah salah satu permainan tradisional yang sudah sejak lama dimainkan anak-anak di Indonesia, khususnya di Jawa Tengah.Permainan ini biasanya dilakukan di luar ruangan dan bisa dimainkan minimal oleh dua orang, meskipun akan lebih seru jika dimainkan oleh lebih banyak peserta. Dalam permainan ini, seorang anak akan bertugas sebagai pencari atau penjaga. Pemain yang menjadi pencari akan menutup mata dan menghitung sampai angka tertentu, misalnya 25, di sebuah tempat yang biasanya dijadikan titik awal atau 'benteng'. Sementara itu, pemain lain akan segera mencari tempat bersembunyi yang aman dan sulit ditemukan.Setelah selesai menghitung, penjaga akan mulai mencari satu per satu temannya yang bersembunyi. Jika berhasil menemukan mereka, ia harus menyebutkan nama temannya dan segera menepuk tembok tempat awal menghitung. Namun, jika salah satu pemain yang bersembunyi berhasil lebih dulu keluar dan menepuk tembok sambil menyebutkan kata tertentu sesuai kesepakatan sebelum penjaga kembali, maka penjaga harus mengulangi peranannya.6. EngklekKembali dikutip dari buku Lestarikan Kembali Permainan Tradisional oleh Elis Purnamasari, nama engklek berasal dari kata dalam bahasa Indonesia yang berarti berjalan dengan satu kaki. Dalam bahasa Inggris, permainan ini dikenal dengan nama scotch hop, yang berasal dari kata scratch berarti menggores dan hop berarti melompat. Ini merujuk pada cara bermainnya yang dilakukan dengan satu kaki sambil melompat di atas kotak-kotak yang digambar di tanah.Permainan dimulai dengan menggambar pola sepuluh kotak di lantai atau tanah. Pemain menentukan urutan bermain dan memilih gaco yang biasanya berupa batu pipih. Gaco dilempar ke kotak pertama, lalu pemain melompat dari kotak ke kotak dengan satu kaki, menghindari kotak tempat gaco berada. Saat berhasil mencapai kotak terakhir dan kembali, pemain mengambil gaco dan melanjutkan ke tahap berikutnya dengan melempar ke kotak selanjutnya.Keseruan bertambah saat pemain mulai menandai kotak yang berhasil mereka kuasai dengan simbol seperti bintang atau bulan. Kotak-kotak yang sudah dikuasai tidak boleh diinjak oleh pemain lain, yang membuat permainan penuh strategi. Siapa yang memiliki wilayah terbanyak akan menjadi pemenangnya. Engklek bukan hanya permainan sederhana, tetapi juga latihan fisik dan mental yang menyenangkan.7. BentenganPermainan tradisional terakhir dari Jawa Tengah adalah bentengan. Dikutip dari buku Permainan Tradisional untuk Menumbuhkan Sikap Hormat Anak tulisan Yovita Maylandari Christina Awing dan Gregorius Ari Nugrahanta, nama 'bentengan' berasal dasar 'beteng' dalam bahasa Jawa, yang berarti benteng. Setelah mendapat imbuhan '-an', istilah ini menggambarkan sebuah permainan yang berpusat pada pertahanan wilayah seperti benteng sungguhan.Permainan ini dikenal dengan berbagai nama di Indonesia. Di Jawa Barat, orang menyebutnya rerebonan, sementara di tempat lain dikenal sebagai prisprisan, omer, atau jek-jekan.Dalam praktiknya, permainan ini dilakukan oleh dua kelompok. Masing-masing kelompok memiliki satu titik yang dijadikan benteng, dan tugas utama setiap tim adalah menjaga bentengnya agar tidak disentuh lawan. Strategi, kecepatan, dan koordinasi menjadi kunci dalam permainan ini. Pemain harus pandai membaca situasi, kapan harus bertahan, dan kapan harus menyerang untuk menyentuh benteng lawan.Meski terlihat sederhana, bentengan menyimpan banyak manfaat. Permainan ini melatih motorik kasar anak karena mereka harus berlari dengan gesit. Selain itu, anak-anak juga belajar bekerja sama, menghormati aturan, dan menerima hasil akhir permainan, baik menang maupun kalah. Nilai-nilai seperti sportivitas, menghargai pendapat teman, serta ketahanan fisik dan mental juga terasah dengan sendirinya.Baca juga: 10 Lirik Tembang Dolanan Jawa, Asyik Dinyanyikan Sambil BermainDari 7 permainan tradisional Jawa Tengah di atas, manakah yang paling seru versi kamu, detikers?