Sejumlah guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) melontarkan kritik atas kebijakan pengelolaan program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang dikeluarkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Tahun lalu, Menkes Budi membuat kebijakan PPDS berbasis RS,Guru Besar dan Dekan FK UNS Prof. Dr. Reviono, dr., SpP(K) menjelaskan, pendidikan dokter spesialis pada dasarnya sudah berbasis rumah sakit (RS). Sebab, 90 persen proses pembelajaran berlangsung di RS Pendidikan. Namun, seleksi, kurikulum, dan pengawasan pembelajarannya masih sepenuhnya dikelola universitas.Kemudian pada Mei 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan PPDS berbasis rumah sakit, dengan Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSP-PU). Program ini kemudian disebut PPDS berbasis RS, sedangkan yang sepenuhnya dikelola universitas disebut PPDS berbasis universitas.Dikutip dari laman Kemenkes, Plt. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi M Epid pada Jumat (9/9/2024) lalu merinci, pada semester ganjil tahun ajaran 2024/2025, PPDS berbasis RS dibuka di:RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: Program Studi Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (10 kuota)RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono: Program Studi Neurologi (10 kuota)RS Ortopedi Soeharso: Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi (10 kuota)RS Anak dan Bunda Harapan Kita: Program Studi Kesehatan Anak (8 kuota)RS Mata Cicendo: Program Studi Kesehatan Mata (8 kuota)RS Kanker Dharmais: Program Studi Onkologi Radiasi (6 kuota)RS di atas sebelumnya telah menjadi RS pendidikan berbagai fakultas kedokteran di universitas."Ini yang menjadi perhatian kami. Mengapa program baru itu tidak dibuka di rumah sakit lain yang belum menjadi rumah sakit pendidikan FK? Jika dalam satu rumah sakit terdapat dua program, university-based dan hospital-based, kami khawatir akan timbul perbedaan perlakuan terhadap mahasiswa serta munculnya dualisme sistem pendidikan," ucap Reviono pada forum Suara Sang Semar: Seruan Nurani Guru Besar FK UNS di Auditorium FK UNS pada Selasa (20/5/2025), dikutip dari laman kampus.Menurut Reviono, sistem PPDS berbasis perguruan tinggi selama ini sudah berjalan dengan baik."Calon dokter spesialis belajar sambil melayani, karena dua aspek ini tidak bisa dipisahkan. Selama ini sistem tersebut telah berjalan puluhan tahun dan terbukti menghasilkan lulusan berkualitas yang diakui secara internasional," ucapnya.Baca juga: Ramai-ramai Kampus Kedokteran Protes Kemenkes, Ada Apa?Baca juga: Guru Besar FK UB Nyatakan Sikap, Salah Satunya Tuntut Pemulihan Fungsi Kolegium6 Poin Guru Besar FK UNS soal PPDS Berbasis RSMerespons isu pendidikan kedokteran, para guru besar FK UNS merilis 6 poin seruan. Salah satunya yakni pendidikan dokter spesialis berbasis RS tidak mengganggu PPDS berbasis universitas yang sudah ada.Dalam hal ini, mereka menyerukan agar PPDS berbasis RS tidak dilakukan di rumah sakit pendidikan utama (RSPU) dari FK yang sudah ada.FK UNS menjunjung tinggi dan berkomitmen menyelenggarakan pendidikan kedokteran yang bermutu sehingga mampu menghasilkan lulusan dokter, dokter spesialis dan subspesialis serta tenaga kesehatan lainnya yang kompeten dan beretika untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.Pendidikan kedokteran yang bermutu sangat penting bagi transformasi kesehatan yang sekarang dicanangkan oleh Kemenkes, guna memperluas akses layanan kesehatan kepada masyarakat. Mutu pendidikan perlu dikawal dengan kompetensi yang standar.Pendidikan kedokteran yang bermutu perlu diselenggarakan dalam konsep academic health systems, yang mengintegrasikan pendidikan dan pelayanan kesehatan sebagai pilar yang tidak terpisahkan.Pendidikan dokter spesialis yang hospital-based tidak mengganggu university-based yang sudah ada. Pendidikan hospital based tidak dilakukan di rumah sakit pendidikan utama (RSPU) dari FK yang sudah ada.Untuk mewujudkan pendidikan kedokteran yang bermutu dalam kerangka academic health systems, perlu adanya kerja sama/kolaborasi dengan semangat kemitraan yang kuat yang bercirikan adanya kepercayaan/trust, keseimbangan dalam pengambilan keputusan bersama dan komunikasi yang baik.Menyikapi apa yang terjadi akhir-akhir ini, maka FK UNS menyerukan agar jajaran Kemenkes membuka ruang untuk berdialog kembali dengan jajaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemdiktisaintek), universitas penyelenggara pendidikan kedokteran, organisasi profesi, dan institusi relevan lainnya untuk dapat melakukan kompromi dengan asas musyawarah mufakat berdasarkan aturan/regulasi yang ada, untuk kepentingan pendidikan kedokteran Indonesia.Forum Suara Sang Semar: Seruan Nurani Guru Besar FK UNS dihadiri oleh sembilan Guru Besar FK UNS, yakni Prof. Dr. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes.; Prof. Dr. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P (K); Prof. Dr. Trisulo Wasyanto, dr., SpJP(K), FIHA, FAPSC, FAsCC; Prof. Ari Natalia Probandari, dr., M.P.H., Ph.D.; Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K); Prof. Dr. Sri Sulistyowati, dr.,Sp.O.G(K); Prof. Dr. Bambang Purwanto, dr., Sp.PD-KGH., FINASIM; Prof. Dr. Ida Nurwati, dr., M.Kes., Sp.Ak.; dan Prof. Tonang Dwi Ardyanto, dr., Sp.PK(K), Ph.D.Kata MenkesTerpisah, Menkes Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengatakan perubahan-perubahan kebijakan untuk transformasi layanan kesehatan pasti menimbulkan ketidaknyamanan bagi pihak tertentu. Sementara itu, ia mengklaim perubahan yang terjadi sudah dilakukan dengan memprioritaskan penerima layanan kesehatan, yakni masyarakat Indonesia."Karena dulu terjadi ketidakseimbangan dari kepentingan mana yang paling dominan pada ekosistem kesehatan. Sekarang kan bergeser, kita geser utamakan masyarakat, pasti akan menjadi ketidaknyamanan, 'Loh saya dulu bisa begini, tapi sekarang nggak'. Karena bergeser, kepentingannya lebih ke masyarakat, itu pasti terjadi," kata Menkes dalam diskusi di Jakarta Pusat, Sabtu (17/5/2025), dilansir detikHealth.