Dalam kehidupan sehari-hari, sering muncul pertanyaan mengenai perbedaan hukum pidana dan hukum perdata, terutama saat seseorang berhadapan dengan persoalan hukum. Meski keduanya sama-sama berfungsi mengatur kehidupan masyarakat, ruang lingkup dan cara penyelesaiannya sangat berbeda. Pemahaman yang tepat mengenai perbedaan keduanya akan membantu kita menilai suatu kasus masuk ke ranah pidana atau perdata.Dikutip dari buku Pengantar Hukum Pidana dan Teori Hukum Pidana tulisan Alwan Hadiyanto dan Mas Subagyo Ekko Prasetyo, hukum pidana adalah bagian dari hukum yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran serta sanksi yang diberikan kepada pelakunya. Tujuannya adalah menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Hukum ini bertindak sebagai perlindungan terakhir jika aturan lain seperti hukum perdata atau tata negara tidak mampu menyelesaikan masalah, karena memiliki sanksi yang bersifat tegas dan menimbulkan penderitaan, seperti hukuman penjara.Sementara itu, menurut M Hamidi Masykur dalam buku Pengantar Hukum Indonesia Jilid 2, hukum perdata adalah aturan yang mengatur hubungan antara subyek hukum, baik individu maupun badan hukum, terkait hak dan kewajiban dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Selain perbedaan definisi, terdapat sejumlah hal lain yang membedakan antara hukum pidana dengan perdata. Mari kita ulas!Baca juga: 35 Istilah dalam Persidangan yang Wajib Dicatat dan DiketahuiPerbedaan Hukum Pidana dan Hukum PerdataDalam buku Pengantar Ilmu Hukum, Erma Rusdiana dan Ahmad Bagus Ramdlany menjelaskan mengenai perbedaan antara hukum pidana dan hukum perdata. Berikut penjelasan lebih lengkapnya.1. Ruang Lingkup PengaturanHukum pidana dan hukum perdata memiliki ruang lingkup pengaturan yang berbeda. Hukum pidana berkaitan dengan hubungan antara warga negara dengan negara. Dalam hal ini, negara hadir sebagai pihak yang bertanggung jawab menjaga ketertiban masyarakat dan menindak siapa pun yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan pidana. Jadi, ketika seseorang melakukan tindakan yang dianggap merugikan masyarakat secara umum, negara yang akan turun tangan.Sementara itu, hukum perdata lebih fokus pada hubungan antarindividu. Aturan dalam hukum perdata dibuat untuk mengatur hak dan kewajiban antara orang per orang, atau subjek hukum satu dengan yang lainnya, dalam kaitan dengan urusan pribadi. Misalnya, perjanjian jual beli atau persoalan warisan. Maka, hukum ini lebih menitikberatkan pada kepentingan pribadi, bukan kepentingan umum seperti halnya hukum pidana.2. Penafsiran HukumAda cara berbeda dalam menafsirkan aturan dalam hukum pidana dan perdata. Hukum pidana hanya memperbolehkan satu jenis penafsiran, yaitu penafsiran autentik. Artinya, makna dari suatu pasal atau kata harus sesuai dengan yang tercantum secara eksplisit dalam undang-undang pidana. Tidak diperbolehkan menafsirkan aturan pidana di luar apa yang tertulis secara resmi.Di sisi lain, hukum perdata lebih fleksibel. Penafsiran terhadap pasal-pasal dalam hukum perdata dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan. Hal ini memberi ruang lebih besar bagi hakim atau pihak terkait untuk menafsirkan suatu aturan berdasarkan konteks dan situasi yang sedang dihadapi.3. Pelaporan dan Kedudukan Para PihakDalam hukum pidana, korban cukup melaporkan tindak pidana kepada pihak yang berwenang seperti polisi. Setelah laporan dibuat, kasus akan langsung diproses oleh penegak hukum. Korban hanya berperan sebagai saksi dalam sidang, sedangkan jaksa bertindak sebagai penuntut yang mewakili negara dan berhadapan langsung dengan terdakwa.Sementara itu, pada kasus perdata, korban bertindak sebagai pihak yang menggugat. Ia berhadapan langsung dengan pihak yang dianggap merugikan tanpa peran dari jaksa atau penuntut umum. Posisi penggugat dan tergugat dalam hukum perdata juga berada pada kedudukan yang sejajar, karena hakim dalam hal ini hanya berfungsi sebagai pihak yang memutuskan berdasarkan argumen dan bukti dari kedua belah pihak.4. Cara Penanganan KasusJika dilihat dari pelaksanaannya, hukum pidana dan perdata menunjukkan perbedaan yang mencolok. Dalam hukum pidana, proses hukum bisa langsung berjalan meski tidak ada pengaduan dari korban. Begitu terjadi tindak pidana, aparat negara seperti polisi, jaksa, dan hakim segera bertindak melakukan penyelidikan dan penindakan sesuai dengan wewenang yang dimiliki.Berbeda dengan hukum perdata yang lebih pasif. Suatu perkara baru akan diproses apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan secara resmi mengajukan gugatan ke pengadilan. Pengadilan tidak akan bertindak tanpa adanya permintaan dari individu yang merasa haknya dilanggar. Dalam hal ini, pihak yang menggugat disebut sebagai penggugat, dan yang digugat disebut tergugat.5. Proses PengadilanProsedur pengadilan dalam hukum pidana dan perdata memiliki alur yang berbeda. Dalam perkara pidana, yang mengadili adalah hakim pidana dengan sistem yang dirancang untuk mengungkap kebenaran secara aktif. Jaksa sebagai penuntut umum akan menghadirkan bukti dan saksi untuk membuktikan kesalahan terdakwa.Sebaliknya, dalam perkara perdata, proses pengadilannya dilakukan oleh hakim perdata. Di sini, hakim lebih bersifat sebagai penengah dan pasif. Ia hanya menilai bukti dan argumen yang diajukan oleh penggugat dan tergugat. Inisiatif dalam menjalankan perkara berasal sepenuhnya dari pihak yang menggugat.6. Inisiatif PenuntutanDalam hukum pidana, langkah pertama untuk memulai proses hukum berasal dari negara, melalui jaksa sebagai penuntut umum. Setelah laporan masuk, jaksa akan mengambil alih kasus dan memprosesnya atas nama negara demi menjaga ketertiban umum. Jadi, inisiatif berada di tangan negara.Sebaliknya, pada hukum perdata inisiatif datang sepenuhnya dari individu yang merasa dirugikan. Tanpa adanya gugatan dari pihak tersebut, maka proses hukum tidak akan berjalan. Jadi keberlangsungan kasus sangat bergantung pada niat penggugat untuk membawa perkara ke meja hijau.7. Alat Bukti yang DigunakanSetiap jenis hukum memiliki ketentuan yang berbeda dalam hal pembuktian. Dalam hukum perdata, ada lima jenis alat bukti yang bisa digunakan yaitu tulisan, saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Sumpah menjadi salah satu alat pembuktian penting dalam perkara perdata.Sedangkan dalam hukum pidana, hanya ada empat jenis alat bukti yang diakui, dan tidak termasuk sumpah. Fokus dalam pembuktian pidana adalah pada fakta-fakta yang bisa menunjukkan secara meyakinkan bahwa seseorang benar-benar bersalah atas tindak pidana yang dituduhkan kepadanya.8. Penarikan Kembali PerkaraHukum pidana dan perdata juga berbeda dalam hal penarikan kembali perkara yang sedang berjalan. Dalam perkara perdata, sebelum hakim menjatuhkan putusan, para pihak masih memiliki kesempatan untuk menarik kembali gugatannya. Artinya, penyelesaian secara damai masih sangat memungkinkan.Sementara dalam hukum pidana, perkara tidak dapat dihentikan begitu saja setelah masuk ke ranah hukum. Sekalipun korban memaafkan atau ingin mencabut laporan, proses hukum tetap berjalan. Negara tetap memproses karena kejahatan dianggap merugikan masyarakat luas, bukan hanya korban secara individu.9. Dasar Pertimbangan Putusan HakimDalam perkara pidana, hakim dituntut untuk mencari kebenaran materiil. Ini berarti hakim harus yakin sepenuhnya terhadap fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan, bahkan jika harus melampaui bukti formal yang diajukan. Keyakinan hakim menjadi dasar penting dalam menjatuhkan vonis.Sebaliknya, dalam perkara perdata, hakim cukup mendasarkan putusannya pada kebenaran formal. Bukti-bukti yang bersifat administratif atau tertulis menjadi landasan utama dalam mempertimbangkan siapa yang benar atau salah. Penilaian personal hakim tidak terlalu dominan dalam perkara perdata.10. Jenis Hukuman dan BandingJenis hukuman dalam hukum pidana jauh lebih berat. Terdakwa yang terbukti bersalah bisa dijatuhi hukuman mati, penjara, kurungan, denda, bahkan pencabutan hak-hak tertentu. Hukuman ini bersifat memaksa dan menjadi alat penting untuk menjaga ketertiban umum.Sementara dalam hukum perdata, hukuman yang dijatuhkan lebih bersifat pengganti kerugian, seperti denda atau kurungan sebagai bentuk pengganti jika tidak membayar denda. Selain itu, proses banding juga memiliki istilah berbeda. Dalam perkara pidana disebut revisi, sedangkan dalam perkara perdata dikenal dengan istilah appel. Keduanya mengarah pada pemeriksaan ulang di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.Contoh Kasus Hukum Pidana dan PerdataAgar lebih memahami tentang hukum pidana dan hukum perdata, kita perlu mempelajari contohnya. Berikut ini merupakan dua contoh yang disadur dari buku Kena Tipu Partner Usaha, Emang Enak ...! tulisan Wulan Ayodya.1. Kasus Hukum PidanaSi A dan Si B menjalin kerja sama dalam bisnis makanan beku rumahan. Dalam kerja sama tersebut, Si A menitipkan satu unit freezer senilai Rp 7.000.000 kepada Si B untuk digunakan menyimpan stok makanan. Freezer tersebut hanya dipinjamkan selama satu bulan dan disepakati akan dikembalikan kepada Si A pada tanggal 10 Maret 2025. Si B menyetujui perjanjian itu.Namun, seminggu setelah barang diterima, tanpa izin dan tanpa pemberitahuan, Si B menjual freezer tersebut kepada pihak ketiga. Ketika tanggal 10 Maret tiba, Si A datang untuk mengambil barangnya, tetapi Si B menolak untuk mengembalikannya dan bahkan tidak mengakui adanya pinjaman barang tersebut. Dalam kondisi ini, tindakan Si B telah memenuhi unsur penggelapan barang dan masuk ke ranah hukum pidana, karena ia mengalihkan kepemilikan barang milik orang lain secara tidak sah.2. Kasus Hukum PerdataMasih dalam kerja sama bisnis makanan beku antara Si A dan Si B. Si A menitipkan freezer yang sama kepada Si B untuk jangka waktu satu bulan, dengan kesepakatan bahwa barang tersebut akan dikembalikan pada tanggal 10 Maret 2025. Si B menyetujui syarat tersebut di awal.Namun, seminggu setelah barang dipinjam, Si B menjual freezer tersebut kepada pihak lain karena terdesak kebutuhan uang, dan berencana mengganti dengan unit baru sebelum tanggal pengembalian. Ketika tanggal 10 Maret tiba, Si B menyerahkan freezer pengganti kepada Si A, tetapi nilainya hanya sekitar separuh dari barang asli. Walaupun kecewa dan marah, Si A tetap menerima barang tersebut dengan janji dari Si B bahwa dalam satu minggu ke depan, ia akan mengganti dengan barang yang sepadan.Ternyata, setelah seminggu berlalu, Si B tidak menepati janjinya. Dalam situasi ini, meskipun awalnya terjadi pelanggaran, karena Si A telah menerima barang pengganti (meskipun nilainya lebih rendah) dan masih ada hubungan niat baik antara kedua pihak, maka perkaranya cenderung diproses melalui hukum perdata. Perselisihan ini bisa diajukan sebagai gugatan ganti rugi di pengadilan perdata karena sifatnya lebih pada wanprestasi dalam hubungan kontraktual.Baca juga: Apakah Uang Hasil Korupsi Dikembalikan ke Negara? Ini Penjelasan HukumnyaJadi, sudah lebih paham tentang perbedaan hukum pidana dan hukum perdata, detikers? Semoga penjelasan di atas bermanfaat!