Penjelasan hingga Update Kasus Sengketa Rumah Atalarik Syach

Penjelasan hingga Update Kasus Sengketa Rumah Atalarik Syach

ass2025/05/16 22:05:54 WIB
Foto: Noel/detikcom

Sengketa tanah yang melibatkan Atalarik Syach dan Dede Tasno sampai ke babak baru. Kedua belah pihak disebut sudah mencapai kesepakatan.Diketahui, sengketa tanah yang terjadi sebelumnya melibatkan dua properti. Satu rumah sudah dihancurkan karena berdiri di atas tanah sengketa yang dimenangkan oleh Dede Tasno.Sedangkan, satu rumah besar yang ditempati Atalarik Syach sebagian berada di tanah milik Dede Tasno. Otomatis sebagian dari rumah tersebut harus turut dieksekusi.Sebelum bagian rumah dieksekusi oleh pihak Pengadilan Negeri Cibinong, bangunan tersebut akhirnya dibeli oleh Attila Syach, adik Atalarik, dengan nilai transaksi sebesar Rp 850 juta.Baca juga: Pihak Penggugat Buka Suara Soal Eksekusi Rumah Atalarik SyachPembayaran pertama atau uang muka (DP) sebesar Rp 300 juta telah diselesaikan, dengan sisa pembayaran yang akan dilunasi dalam waktu 2-3 bulan mendatang.Attila Syach yang menjadi pembeli properti tersebut, menjelaskan alasan dirinya membeli tanah yang sempat menjadi sengketa. Menurut Attila, keputusan ini adalah bentuk kepedulian terhadap keluarga."Wah, itu lumrah ya, kita bersaudara kan juga dekat. Usia juga udah pada tua-tua kan daripada mesti pindah-pindah lagi segala macam, ya kita bela saudara lah. Itu aja sih sebenarnya," ungkap Attila di Cibinong, Bogor, pada Jumat (16/5/2025).Terkait dengan luas tanah yang dibebaskan, Attila menjelaskan ukurannya masih sementara dan akan ditentukan lebih lanjut oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN)."Itu masih ukuran lebih kurang karena itu nanti dari pihak BPN yang akan lebih (menentukan) titik-titiknya. Itu sementara 550 lebih kurang," jelasnya.Baca juga: Argumen Atalarik Syach Vs Dede Tasno soal Sengketa TanahMenanggapi pernyataan dari pihak lawan, Dede Tasno, yang menyebutkan DP yang diberikan adalah antara Rp 200 juta hingga Rp 300 juta, Atilla menegaskan hal tersebut memang merupakan bagian dari kesepakatan jual beli dengan mekanisme termin pembayaran."Ya itu kan wajar ya kita kalau untuk jual beli pasti akan ada terminnya. Bahasanya mungkin cicilan, ya memang ada 300," tegas Atilla.Lebih lanjut, Attila berharap bisa menyelesaikan kekurangan uang untuk melunasi tanah tersebut."Balik lagi suara pertama, jika tidak ada kesanggupan (bayar) minta doa dari teman-teman semua. Mudah-mudahan sanggup ya, kita mencoba bertanggung jawab. Saya mengambil langkah ini ya saya sama saudara saya saling bantu aja. Jadi ini juga sudah 10 tahun berjalan," ujarnya dengan ringan.Sementara itu, Sanja, kuasa hukum dari Atalarik Syach, turut memberikan klarifikasi mengenai penyelesaian sengketa ini. Ia menegaskan proses ini bertujuan untuk mencari solusi yang menguntungkan bagi semua pihak."Saya kuasa hukum dari Atalarik Syach, jadi proses di dalam penyelesaian hari ini demi melakukan win-win solution ya, artinya tidak ada yang kalah ataupun menang. Di sini semua sudah dilakukan sesuai kesepakatan yang kita sampaikan tadi," jelas Sanja.Kuasa Dede Tasno, Eka Bagus Setyawan, menjelaskan kronologi sengketa tanah antara kliennya dengan Atalarik Syach dimulai sejak 2015. Keduanya sama-sama mengklaim memiliki bukti kepemilikan yang sah."Kronologi awalnya, kita melakukan gugatan terhadap pihak tergugat, yaitu Pak Atalarik termasuk dari keluarganya, saudaranya Pak Atalarik, itu yang kita tempati rumahnya di bawah itu, Doni namanya, terhadap tanah ini, ini milik dari klien kami. Luasnya sekitar 7.800 meter persegi," kata Eka Bagus Setyawan di Cibinong pada Jumat (16/5/2025).Sejak 2015 hingga saat ini, pihak Dede Tasno telah menawarkan beberapa penyelesaian di luar pengadilan, tetapi belum menemukan titik terang hingga akhirnya meminta adanya eksekusi."Komunikasi kita sebenarnya tidak hanya satu arah. Jadi kita, namanya hukum berdata itu kita upayakan win-win solution dulu. Tapi sampai detik ini, belum ada kepastian hukum terkait apa yang dimau oleh pihak Atalarik. Sehingga kami melakukan upaya eksekusi," jelasnya.Proses eksekusi ini ditegaskan sudah dilakukan sesuai dengan putusan pengadilan yang inkrah dan berkekuatan hukum tetap. Sehingga anggapan penggusuran ini dilakukan mendadak ketika gugatan masih berjalan, tidak tepat."Tentu kalau kita mengajukan permohonan eksekusi, putusan itu harus inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Jadi pihak pengadilan tidak akan mau untuk melakukan upaya eksekusi tanpa ada dasar hukum yang jelas," terangnya.Baca juga: Argumen Atalarik Syach Vs Dede Tasno soal Sengketa TanahSedangkan Panitera Pengadilan Negeri Cibinong Eko Suharjono menekankan proses eksekusi telah sesuai dengan putusan dan berkekuatan tetap."Kami hanya berpedoman pada putusan. Ketika putusan berkekuatan hukum tetap, itu yang saya jalankan. Nah, masalah ada gugatan yang terakhir ini, ya silakan aja ketika memang mereka bisa membuktikan dan menang di pengadilan, silakan mengajukan eksekusi kembali," kata Eko Suharjono di kawasan Cibinong, Jawa Barat, Kamis (15/5/2025).Perihal eksekusi yang baru dilakukan setelah 10 tahun sejak terungkapnya sengketa ini, kata Eko dikarenakan ada proses hukum yang masih berjalan. Dalam kasus ini, bukan hanya Dede Tasno yang menggugat, melainkan ada pula gugatan balik dari pihak Atalarik Syach. PN Cibinong harus menghormati usaha keduanya untuk memperjuangkan haknya. Oleh karena itu, putusan eksekusi baru dilakukan pada 2025."Jadi ada gugatan-gugatan (baru dari pihak Atalarik Syach) itu makanya kita hormati dulu," pungkasnya.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya