Industri Tahu Sidoarjo Bakar Plastik Lagi, DLHK Terbitkan SE Larangan

Industri Tahu Sidoarjo Bakar Plastik Lagi, DLHK Terbitkan SE Larangan

auh2025/05/15 09:30:01 WIB
Ilustrasi industri tahu di Sidoarjo bakar sampah plastik (Foto: Suparno/detikJatim)

Asap hitam kembali mengepul dari puluhan cerobong industri tahu di Dusun Klagen, Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Bau menyengat dan udara pekat menyelimuti pemukiman warga.Diduga, para pelaku industri pembuatan tahu kembali menggunakan sampah plastik dan limbah sejenis sebagai bahan bakar produksi yang menimbulkan udara tidak ramah lingkungan.Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Sidoarjo, Bahrul Amig, membenarkan temuan tersebut. Ia menyebut penggunaan bahan bakar tidak ramah lingkungan itu sempat dihentikan pada 2022, namun kini marak lagi digunakan."Memang ada laporan masuk dari warga, lalu kami lakukan verifikasi lapangan bersama tim. Hasilnya, terbukti ada pembakaran sampah seperti karet, spon, dan sterofoam untuk bahan bakar tahu," kata Amig saat ditemui detikJatim, Rabu (14/5/2025).Baca juga: Dorong Ketahanan Pangan, Polisi di Sidoarjo Cek Kebun Hidroponik WargaHasil verifikasi mengungkap adanya konsentrasi partikel debu halus (PM2.5) yang melebihi ambang batas di sekitar lokasi. Partikel itu terdeteksi tersebar hingga radius 300 meter dari cerobong asap."Tingkat risiko pajanan mencapai 19,8. Itu angka yang tinggi dan membahayakan kesehatan warga, karena bisa memicu ISPA, pneumonia, dan penyakit pernapasan lainnya," tegasnya.Sebagai tindak lanjut, DLHK Sidoarjo resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) bernomor 600.4/1341/438.5.11/2025 yang melarang penggunaan bahan bakar dari limbah non-organik di industri tahu Tropodo. Selain itu pihaknya juga bekerjasama dengan penegak hukum untuk menindak pemasok bahan bakar yang menimbulkan tidak ramah lingkungan tersebut.Baca juga: Peternak di Sidoarjo Manfaatkan Limbah Kulit Singkong, Ini Manfaatnya"Kami tidak melarang industrinya, tapi harus ramah lingkungan. Ini demi kesehatan masyarakat," ujar Amig.Ia menegaskan, aturan ini mengacu pada UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyebut pelanggaran terhadap baku mutu udara ambien dapat dikenai sanksi pidana hingga 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.Amig mengakui, pada 2022 pihaknya juga pernah mengeluarkan SE serupa. Namun, lantaran bahan bakar alternatif seperti kayu dinilai mahal dan sulit dicari, pelaku industri kembali menggunakan sampah plastik."Kami akan intensifkan pengawasan. Kalau ada pelanggaran, kami tidak segan bertindak tegas," tandasnya.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya