Kedatangan para biksu thudong ke Vihara Watugong tak hanya disambut umat Buddha. Sejumlah warga lintas agama pun turut hadir, bahkan meminta doa kepada biksu thudong.Pantauan detikJateng, 36 biksu yang mengikuti ritual jalan kaki dari Thailand menuju Candi Borobudur telah tiba di Vihara Watugong, Kecamatan Banyumanik, sekitar pukul 15.10 WIB. Mereka langsung menjalani ritual puja dan sanghadana.Lantunan doa para biksu menggema di ruang Puja Bakti Dhammasala. Ritual sore itu pun diikuti puluhan jemaah dan masyarakat lintas agama.Salah satunya warga asal Kota Semarang, Dyah Ismoyowati (37). Ia mengaku datang khusus bersama anaknya ke Vihara Watugong untuk meminta doa kepada para biksu yang tengah menapaki perjalanan suci menuju Candi Borobudur agar anaknya diberkahi."Yang terpenting, saya ingin anak saya didoakan untuk keberkahan. Surprise-nya, blessing (doa) pertama untuk anak saya bukan dari kiai, tapi biksu," kata Dyah saat ditemui detikJateng di Vihara Watugong, Rabu (7/5/2025).Baca juga: Cerita 4 Bulan Perjalanan Biksu Thudong, Kuku Copot hingga Jahit Luka SendiriMeski tidak mengikuti seluruh prosesi karena datang terlambat, Dyah tetap mengikuti ritual puja bakti secara khidmat. Ia mengaku tidak memahami isi doa yang disampaikan biksu dalam bahasa Pali, tetapi ia yakin akan kekuatan spiritual dalam setiap untaian paritta yang dilantunkan."Kita inginnya mendapat keberkahan dan kebahagiaan ya tentunya. Intinya mengharapkan kebaikan, kan semua doa itu pasti baik," jelas Dyah."Kita terbiasa kalau ada acara, jangankan ikut thudong, Waisak atau acara besar agama lain pun kita selalu hadir untuk menghormati, ikut berbahagia, karena fitrahnya kita adalah Bhinneka Tunggal Ika," lanjut Dyah.Ketua Yayasan Buddha Gaya Vihara Watugong, Wirya Purwasamudra Wiharja, menyambut hangat animo masyarakat yang datang dari berbagai latar belakang."Momentum bante thudong tahun ini seperti tahun sebelumnya yang dirayakan tidak hanya untuk umat Buddha saja, panitianya juga tidak hanya umat Budha, begitu juga ritual Waisak di Borobudur banyak umat yang tidak Buddhis," kata Wirya."Intinya keberagaman di semua umat manusia. Dengan semangat Waisak ini mari kita sama-sama meningkatkan toleransi sekaligus keberagaman sebagai umat manusia yang terdiri dari berbagai agama," imbuh dia.Wirya juga menyampaikan rasa syukurnya karena bisa menjadi tuan rumah salah satu persinggahan penting dalam tradisi thudong tahun ini. Ia mengatakan, Vihara Watugong merupakan salah satu vihara tua dan bersejarah di Kota Semarang."Vihara ini telah ada sejak 1955, vihara ini bersejarah sehingga kita wajib memberi kesempatan bante thudong untuk meluangkan waktunya menjalankan ritual jalan-jalan widata religi, melihat-lihat vihara di sini," kata Wirya.Umat dan pengurus turut memberikan persembahan dalam bentuk puja dana dan sanghadana, seperti perlengkapan sehari-hari, obat-obatan, handuk, hingga perlengkapan mandi yang diperlukan para biksu dalam perjalanan panjang mereka.Ia mengungkapkan, Vihara Watugong dikenal sebagai vihara Theravada pertama di Indonesia pasca-runtuhnya Kerajaan Majapahit, dibangun tidak lama setelah kunjungan bersejarah Bhante Narada Mahathera dari Sri Lanka pada awal 1950-an.Baca juga: Biksu Thudong Sampaikan Terima Kasih Saat Kunjungi Gubernur JatengIa berharap, penyambutan para biksu thudong yang penuh kehangatan di Indonesia dapat menjadi cerminan persatuan dalam keberagaman, sesuai dengan semangat Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika."Supaya keberagaman ini, toleransi ini, menjadi tauladan bagi umat lain di negara lain. Mudah-mudahan disiarkan ke seluruh penjuru dunia, supaya semua bisa tahu bahwa di Indonesia ini penyambutan Waisak ini tidak hanya oleh kita umat Buddha saja," terangnya.Para bhikkhu thudong pun kembali melanjutkan perjalanan Candi Borobudur, sekitar pukul 15.24 WIB. Mereka dijadwalkan untuk mengunjungi Gunung Kalong di Kabupaten Semarang dan menginap di sana malam ini.Mereka tetap berjalan kaki dan menerjang hujan bersama-sama. Para pengendara pun tampak memberikan semangatnya kepada para biksu dari berbagai negara itu.