PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dikabarkan menghentikan operasional sementara untuk 15 pesawatnya. Penghentian operasional pesawat itu disebut lantaran perusahaan kesulitan membayar biaya perawatan.Direktur Teknik Garuda Indonesia Rahmat Hanafi pun buka suara terkait kabar penghentian sementara atau grounded belasan pesawat itu. Ia mengatakan belasan pesawat tersebut tengah menunggu jadwal perawatan rutin berupa heavy maintenance, termasuk penggantian suku cadang."Keseluruhan proses perawatan armada tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ini," kata Rahmat dalam keterangan tertulis yang dikutip detikFinance, Selasa (6/5/2025).Baca juga: Penerbangan Internasional dari Bali Naik, Domestik Turun TajamRahmat mengatakan proses heavy maintenance dilakukan untuk memastikan standar keselamatan dan kelaikan terbang pesawat. Ia menjelaskan belasan pesawat itu terdiri dari 14 pesawat milik Citilink dan 1 pesawat milik Garuda Indonesia.Ia menyebut keterbatasan supply chain atas suku cadang saat ini tengah dihadapi hampir seluruh pelaku industri penerbangan. Akibatnya, dia melanjutkan, pelaksanaan heavy maintenance membutuhkan waktu yang lebih panjang."Garuda Indonesia terus mendorong optimalisasi kapasitas produksi di tengah tantangan industri penerbangan global, khususnya dinamika rantai pasok suku cadang pesawat yang kini melanda hampir sebagian besar pelaku industri transportasi udara dunia," imbuh Rahmat .Sebelumnya, Bloomberg dalam laporannya membeberkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah menghentikan operasional sementara 15 pesawatnya. Bloomberg menyebut beberapa pemasok maskapai penerbangan di Indonesia juga meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan tenaga kerja karena khawatir dengan situasi keuangan Garuda.Untuk diketahui, Garuda akhir tahun lalu mengangkat CEO baru Wamildan Tsani Panjaitan dan memulai misi untuk memperbaiki neraca keuangannya. Bahkan, Presiden Prabowo Subianto disebut ingin membuat Garuda memperdalam kehadiran internasionalnya.Baca juga: Bandara Ngurah Rai Catat 5,2 Juta Penumpang pada Januari-Maret 2025Namun, menurut Bloomberg, maskapai penerbangan tersebut dibatasi oleh kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik pemerintah. Hal itu membuat mereka lebih sulit untuk menaikkan tarif guna meningkatkan pendapatan.Selain itu, nilai tukar rupiah yang lemah juga tidak membantu karena biaya operasional dalam dolar AS. "Akibatnya, Garuda bukan satu-satunya maskapai dengan lebih banyak pesawat yang tidak beroperasi karena kesulitan pembayaran perawatan," kata sumber Bloomberg.Artikel ini telah tayang di detikFinance. Baca selengkapnya di sini!