Karpet merah kembali menyelimuti anak tangga ikonis The Metropolitan Museum of Art (The MET), New York City, Amerika Serikat. Senin pertama Mei tahun ini telah tiba. MET Gala 2025 sudah di depan mata.Di luar glamornya karpet merah MET Gala, Senin (5/5/2025) malam waktu setempat, inti dari perhelatan akbar yang kerap dijuluki 'Oscar-nya East Coast' itu sebenarnya adalah pembukaan pameran mode tahunan di The MET. Selain sebagai pembuka, MET Gala juga bertujuan untuk menggalang dana bagi pameran tersebut.Baca Juga :6 Fakta MET Gala 2025, Daftar Tamu, Harga Tiket, Hingga KontroversiThe Costume Institute, selaku departemen yang khusus mengkurasi dan mempreservasi koleksi fashion di museum tersebut mengangkat tema "Superfine: Tailoring Black Style" untuk merayakan Black Dandyism, estetika berpakaian necis para pria kulit hitam yang sejarahnya dapat ditarik hingga tiga abad silam. Untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun, sebuah pameran khusus didedikasikan untuk fashion pria di museum ini.Buku "Slaves to Fashion: Black Dandyism and the Styling of Black Diasporic Identity" (2009) karya Monica L. Miller menjadi inspirasi utama pameran. Monica, seorang profesor kajian Afrika di Barnard College, NYC pun turut dilibatkan sebagai kurator tamu ekshibisi ini.
Akar dari PerbudakanGaya seorang pria Afrika-Amerika di Chicago, AS, pada 1973. (Foto: Robert Natkin/Getty Images)Black Dandyism tak sekadar soal berpakaian apik, tapi juga bentuk perlawanan budaya yang berakar dari era perbudakan di AS pada abad ke-18. Kala itu, muncul tren di kalangan budak dan pelayan kulit hitam yang berpakaian rapi layaknya bangsawan kulit putih.Menurut Monica, busana bagi para dandy merupakan semacam strategi untuk merebut kembali martabat dan pengakuan dalam masyarakat yang meminggirkan mereka."Busana dan fashion telah digunakan dalam perebutan kekuasaan dan estetika oleh orang kulit hitam sejak masa perbudakan hingga hari ini, dan dandyism sering kali dimanfaatkan oleh individu untuk memanipulasi hubungan antara pakaian, identitas, dan kekuasaan. Gaya dan perannya dalam membentuk identitas kulit hitam dalam diaspora Atlantik menjadi inti dari pameran ini," jelasnya dalam sebuah video di YouTube The MET yang diakses pada Senin (5/5/2025).
Dari Zoot Suit hingga SwenkasSetelan zoot dalam potret dari tahun 1943. (Foto: Bettmann Archive via Getty Images)Gaya para musisi jazz dan aktivis kulit hitam merepresentasikan gaya dandy yang berkembang di AS pada era 1930/1940-an.Setelan zoot yang terdiri dari jas longgar dan celana berpotongan lebar identik dengan dandyism masa itu. Sebagai fashion statement, zoot juga menjelma sebagai simbol perlawanan terhadap rasisme sampai muncul gerakan Zoot Suit Riots di Los Angeles.Tak hanya di AS, ekspresi Black Dandyism turut berkembang di berbagai belahan dunia. Fenomena serupa juga terjadi di Afrika. Di Johannesburg era Apartheid, muncul kelompok tsotsis dan swenkas, pria muda yang memadukan gaya Hollywood dengan tailoring lokal. Mereka berkompetisi dalam ajang busana, menampilkan kerapian dan kepercayaan diri yang menantang norma sosial. Di Republik Demokratik Kongo, kelompok Sapeurs dikenal dengan parade busana penuh warna dan detail elegan, berakar dari pengaruh mode Paris.Baca Juga :Cucu John F. Kennedy Ajak Boikot Met Gala 2025, Padahal Tak DiundangModern DandyismA$AP Rocky di New York City, pada Minggu (4/5/2025) atau sehari jelang MET Gala 2025. Ia akan menjadi co-chair di perhelatan tersebut. (Foto: The Hapa Blonde/GC Images)Dalam budaya populer masa kini, Black Dandyism yang dipilih pula sebagai dress code bagi para tamu MET Gala 2025 terus hidup melalui figur-figur publik yang mengaburkan batas antara maskulinitas dan mode mewah.Sebut saja rapper A$AP Rocky, produser musik dan desainer Pharrell Williams, aktor Colman Domingo, hingga musisi André 3000, yang semuanya terlibat sebagai co-chair MET Gala bersama Anna Wintour, pemimpin redaksi majalah fashion Vogue sekaligus penyelenggara MET Gala. Mereka dikenal berani bermain dengan bentuk, warna, dan tekstur yang menantang konvensi.Anna Wintour dan Andre Leon Talley pada 2013. (Foto: Evan Agostini/Invision/AP)Bicara tentang tokoh kulit hitam yang membawa pengaruh besar dalam dunia mode, tak lengkap rasanya tanpa menyertakan mendiang Andre Leon Talley. Mantan editor Vogue yang kerap disebut-sebut sebagai tangan kanan Anna Wintour itu wafat pada 2022 dan meninggalkan 50 koper Louis Vuitton.Koleksi koper yang mendapat sentuhan personal dengan inisial 'ALT' itu termasuk dalam 200 objek yang dipamerkan di "Superfine: Tailoring Black Style". Menurut Monica, peninggalan tersebut melambangkan kesuksesan serta pengaruhnya di industri yang didominasi oleh para perempuan kulit putih. "Sebenarnya, ide utama untuk tema MET Gala ini muncul saat Andre meninggal," kata Andrew Bolton, kurator utama pameran.