Rabiah Al Adawiyah: Kisah Sufi yang Mengajarkan Cinta Ilahi

Rabiah Al Adawiyah: Kisah Sufi yang Mengajarkan Cinta Ilahi

hnh2025/05/03 06:00:54 WIB
Ilustrasi Rabiah Al Adawiyah (Foto: Getty Images/iStockphoto/vanbeets)

Rabiah Al Adawiyah adalah salah seorang sufi perempuan yang paling dikenal dalam sejarah Islam, khususnya karena mahabbah atau kecintaannya yang mendalam kepada Allah SWT. Sosoknya begitu ikonik hingga ia dijuluki sebagai The Mother of The Grand Master, ibu para sufi.Kecintaan Rabiah kepada Allah SWT bukan didasari oleh harapan akan surga atau ketakutan terhadap neraka, melainkan cinta yang murni dan tulus sepenuh hati. Dalam dunia tasawuf, ia menjadi simbol mahabbah sejati yang menginspirasi banyak generasi setelahnya.Baca juga: Kisah Julaibib Dicarikan Jodoh Rasulullah sampai Jadi Rebutan BidadariMengenal Sosok Rabiah Al AdawiyahMenukil buku Khazanah Orang Besar Islam dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol karya RA Gunadi dan M. Shoelhi disebutkan bahwa Rabiah Al Adawiyah lahir di Basrah (Irak) pada 713 Masehi. Dia memiliki nama lengkap Ummu Khair ibn Ismail Al Adawiyah Al QisysyiyahSejak kecil, ia sudah menghadapi kehidupan yang penuh ujian karena kehilangan kedua orang tuanya, serta ketiga kakaknya yang wafat saat Basrah dilanda wabah kelaparan.Sejak usia dini, Rabiah harus bertahan hidup seorang diri di tengah keterasingan. Ia sempat menjadi seorang budak, namun setelah memperoleh kebebasannya, ia memilih menyendiri dan bermeditasi di tempat-tempat sunyi. Kala itu, seluruh harta yang ia miliki hanyalah sebuah tikar tua, periuk tanah liat, dan sebongkah batu bata.Mulai saat itu, Rabiah Al Adawiyah mendedikasikan seluruh kehidupannya hanya untuk Allah SWT. Ia senantiasa mengisi waktunya dengan doa dan zikir tanpa henti. Seluruh perhatiannya tertuju pada kehidupan akhirat, hingga ia tidak lagi memedulikan urusan duniawi.Baca juga: Ini Dia Sahabat Nabi yang Paling Pemalu dan KisahnyaKisah Cinta Rabiah Al Adawiyah kepada Allah SWTAjaran tasawuf yang diajarkan Rabiah Al Adawiyah dikenal dengan sebutan Al-Mahabbah.Dalam buku Akhlak Tasawuf karya Taufikurrahman dan kawan-kawan, dijelaskan bahwa mahabbah atau al-mahabbah merupakan kecenderungan terhadap sesuatu yang berlangsung secara terus-menerus, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan baik secara lahiriah maupun batiniah.Contohnya bisa berupa kasih sayang seseorang terhadap orang yang sangat dicintainya, cinta orang tua kepada anak-anaknya, rasa persahabatan antar teman, ataupun kecintaan seseorang terhadap pekerjaannya.Sementara itu, menurut pandangan Al Qusyairi, al-mahabbah merupakan kondisi jiwa yang luhur, di mana cinta seorang hamba kepada Allah SWT begitu mutlak hingga disaksikan oleh-Nya. Cinta tersebut kemudian dibalas oleh Allah dengan menyayangi hamba-Nya yang mencintai-Nya. Jadi, Allah akan mencintai hamba-Nya yang tulus mencintai-Nya.Ajaran tasawuf yang diperkenalkan oleh Rabiah Al Adawiyah dikenal dengan istilah Al-Mahabbah, yaitu kelanjutan dari jalan hidup zuhud yang sebelumnya dikembangkan oleh Hasan Al Basri.Rabiah mengembangkan ajaran tersebut dengan mengangkat rasa takut dan harapan menjadi bentuk zuhud yang didasari oleh cinta sejati. Baginya, cinta yang tulus dan murni kepada Allah SWT jauh lebih tinggi nilainya dibandingkan rasa takut atau harapan terhadap imbalan.Suatu ketika, Rabiah ditanya, "Apakah kamu mencintai Tuhan Yang Maha Kuasa?" Ia menjawab, "Ya." Ketika ditanya kembali, "Apakah engkau membenci setan?" Rabiah menjawab, "Tidak, karena cintaku kepada Tuhan tidak menyisakan ruang dalam diriku untuk membenci setan."Rabiah juga pernah berkata bahwa ia melihat Rasulullah SAW dalam mimpi dan ditanya, "Wahai Rabiah, apakah kamu mencintaiku?" Ia menjawab, "Wahai Rasulullah, siapa yang tidak mencintaimu? Namun cintaku kepada Sang Pencipta telah menyibukkan hatiku dari mencintai atau membenci makhluk lainnya."Dalam menjalani hidupnya, Rabiah memilih gaya hidup zuhud dan sepenuhnya mengabdikan diri untuk beribadah kepada Allah SWT.Ia menolak untuk menikah hingga akhir hayatnya, bukan hanya karena menjauhi pernikahan, tetapi karena ia telah meninggalkan kecintaan pada dunia secara keseluruhan.Keputusannya untuk tidak menikah dilandasi oleh pandangan mahabbah, yakni cinta sepenuhnya kepada Allah SWT, sehingga segala sesuatu yang dicintai oleh-Nya menyatu dalam dirinya.Seluruh ibadah dan kehidupan Rabiah bukan karena takut siksa neraka atau mengharap surga, melainkan murni karena cinta yang luar biasa mendalam kepada Allah SWT.Wallahu a'lam.Baca juga: Kisah Ukaf bin Wida'ah yang Dinasehati Nabi SAW karena Enggan Menikah

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya