Beda Data Penduduk Miskin di Indonesia: BPS 8,57%, Bank Dunia 60,3%

Beda Data Penduduk Miskin di Indonesia: BPS 8,57%, Bank Dunia 60,3%

des2025/05/02 18:30:02 WIB
Foto: PIxabay/janjf93

Data kemiskinan Indonesia menjadi sorotan dan perdebatan, karena Badan Pusat Statistik (BPS) dan World Bank atau Bank Dunia menunjukkan angka yang berbeda. BPS pun memberi penjelasan terkait hasil berbeda tersebut.Dilansir detikFinance, data Bank Dunia menunjukkan penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 171,8 juta jiwa atau mencapai 60,3% pada 2024. Sedangkan menurut BPS, jumlahnya sekitar 24,06 juta jiwa atau 8,57% per September 2024.Perbedaan data tersebut ditanggapi oleh BPS. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan perbedaan angka itu tidak saling bertentangan meski terlihat berbeda cukup besar. Menurutnya, ada perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan untuk tujuan yang berbeda."Perbedaan angka ini memang terlihat cukup besar, namun penting untuk dipahami secara bijak bahwa keduanya tidak saling bertentangan. Perbedaan muncul disebabkan adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan dan untuk tujuan yang berbeda," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (2/5/2025).Amalia menjelaskan Bank Dunia memiliki tiga standar garis kemiskinan. Yakni international poverty line untuk menghitung tingkat kemiskinan ekstrem (US$ 2,15 per kapita per hari), US$ 3,65 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah bawah (lower-middle income), dan US$ 6,85 per kapita per hari untuk negara-negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income).Baca juga: Balikpapan, Kota dengan Tingkat Kemiskinan Terendah di IndonesiaKetiga garis kemiskinan tersebut dinyatakan dalam US$ PPP atau purchasing power parity, yaitu metode konversi yang menyesuaikan daya beli antar negara. Nilai dolar yang digunakan bukan kurs nilai tukar yang berlaku saat ini, melainkan paritas daya beli di mana US$ 1 PPP tahun 2024 setara dengan Rp 5.993,03.Nah, angka kemiskinan Indonesia sebesar 60,3% disebut diperoleh dari estimasi tingkat kemiskinan dengan menggunakan standar sebesar US$ 6,85 PPP yang disusun berdasarkan median garis kemiskinan 37 negara berpendapatan menengah atas. Perhitungan bukan berdasarkan kebutuhan dasar penduduk Indonesia secara spesifik.Bank Dunia juga menyarankan agar setiap negara menghitung garis kemiskinan nasional (National Poverty Line) masing-masing yang disesuaikan dengan karakteristik serta kondisi ekonomi dan sosial masing-masing negara."Walaupun Indonesia saat ini berada pada klasifikasi negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country/UMIC) dengan Gross National Income (GNI) per kapita sebesar US$ 4.870 pada tahun 2023, namun perlu diperhatikan bawah posisi Indonesia baru naik kelas ke kategori UMIC dan hanya sedikit di atas batas bawah kategori UMIC yang range nilainya cukup lebar yaitu antara US$ 4.516- US$ 14.005," paparnya.BPS menilai, jika standar kemiskinan global Bank Dunia diterapkan, maka jumlah penduduk miskin juga akan cukup tinggi. Sementara BPS mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau Cost of Basic Needs (CBN)."Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam garis kemiskinan. Garis kemiskinan dihitung berdasarkan pengeluaran minimum untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan," bebernya.Menurut BPS, garis kemiskinan Indonesia dihitung berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang memotret atau mengumpulkan data tentang pengeluaran dan pola konsumsi masyarakat. Susenas dilaksanakan 2 kali dalam setahun.Baca juga: Data Kemiskinan RI Versi Bank Dunia & BPS Beda, Ini PenjelasannyaKomponen makanan didasarkan pada standar konsumsi minimal 2.100 kilokalori per orang per hari. Standar ini disusun dari komoditas umum seperti beras, telur, tahu, tempe, minyak goreng dan sayur sesuai pola konsumsi rumah tangga Indonesia. Sementara itu, komponen non-makanan mencakup kebutuhan minimum untuk tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, pakaian dan transportasi.Pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita tercatat Rp 595.242 per bulan. Perlu diperhatikan bahwa konsumsi terjadi dalam konteks rumah tangga, bukan per orang di mana rata-rata rumah tangga miskin terdiri dari 4,71 anggota rumah tangga sehingga garis kemiskinan untuk satu rumah tangga secara rata-rata nasional adalah Rp 2.803.590 per bulan. Garis kemiskinan untuk setiap provinsi juga berbeda."Perbedaan ini mencerminkan perbedaan tingkat harga, standar hidup dan pola konsumsi di setiap daerah. Perlu kehati-hatian dalam membaca angka garis kemiskinan. Garis kemiskinan adalah angka rata-rata yang tidak memperhitungkan karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin atau jenis pekerjaan," tegasnya.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya