Perwakilan mahasiswa Universitas Udayana (Unud) mengirim surat terbuka kepada Komisi X DPR RI, Jumat (2/5/2025). Surat terbuka yang dikeluarkan tepat di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025 itu berisi keprihatinan terkait perjanjian kerja sama (PKS) Unud dengan Komando Daerah Militer (Kodam) IX/Udayana.PKS Unud dan Kodam Udayana tertuang dalam Nomor B/2134/UN14.IV/HK.07.00/2025 tentang Sinergitas di Bidang Pendidikan, Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi pada Rabu (5/4/2025). PKS itu merupakan turunan dari Nota Kesepahaman antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Nomor 11/X/NK/2023 dan Nomor NK/22/X/TNI."Surat terbuka ini merupakan bentuk respons kritis atas sejumlah potensi persoalan yang ditimbulkan dari kerja sama tersebut," kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) Unud, I Nengah Aditya Kusuma Putra, dalam siaran pers kepada detikBali.Baca juga: Pangdam Udayana Pastikan Program Bela Negara dengan Unud BerlanjutMahasiswa Unud menilai kehidupan kampus yang seharusnya menjadi ruang bebas berpikir dan berekspresi berisiko terganggu intervensi militer. Sebab, PKS Unud dengan Kodam Udayana tidak jelas dalam mengatur bentuk keterlibatan TNI, khususnya dalam kegiatan akademik, seperti penelitian dan program bela negara. "Ketidakjelasan ini membuka ruang bagi pembatasan terhadap kajian-kajian kritis, terutama yang menyangkut kebijakan negara," tegas Aditya.Pandangan ini bukan sekadar asumsi teoretis, tetapi didasarkan fakta sejarah. Militer aktif memainkan peran politik dan masuk dalam kehidupan kampus melalui berbagai program pada masa Orde Baru, seperti Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) versi ABRI, pemantauan organisasi mahasiswa hingga pembentukan struktur intelijen kampus. Fakta sejarah tersebut merupakan bukti nyata atas represi, pembungkaman intelektual, dan menurunnya kualitas demokrasi dalam dunia akademik."Selain itu, kami juga menyesalkan proses penyusunan perjanjian kerja sama ini tidak melibatkan partisipasi yang memadai dari civitas akademika yang seharusnya menjadi bagian integral dalam pengambilan keputusan terkait kebijakan kampus," tegas Aditya.Proses PKS Unud dan Kodam Udayana yang tidak transparan dan tanpa melibatkan pihak terkait bertentangan dengan prinsip-prinsip otonomi perguruan tinggi. Hal itu diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan 'pengelolaan perguruan tinggi dilakukan berdasarkan asas otonomi, akuntabilitas, jaminan mutu, dan partisipatif'.Hal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menjamin kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan sebagai prinsip utama dalam dunia pendidikan tinggi. Dengan demikian, jelas Aditya, segala bentuk kerja sama yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut dapat dianggap cacat secara hukum dan bertentangan dengan semangat reformasi pendidikan nasional.Baca juga: Kodam Udayana Didesak Menarik Diri-Batalkan PKS dengan UnudMempertimbangkan potensi dan dampak negatif tersebut, perwakilan mahasiswa melalui surat terbuka meminta Komisi X DPR RI untuk mengawasi dan mengkaji ulang PKS Unud dengan Kodam Udayana. Mahasiswa juga meminta Komisi X DPR untuk memastikan kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia tetap menjunjung tinggi prinsip kebebasan akademik dan otonomi perguruan tinggi."Kami juga mendesak agar Kemendikti Ristek mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membatalkan perjanjian ini jika terbukti melanggar ketentuan perundang-undangan," jelas Aditya.