Wacana pemerintah, melalui menterinya, menjadi sorotan publik hingga saat ini. Pertama Sekolah Rakyat; program ini dipandang sebagai langkah strategis dalam membendung angka putus sekolah atau keterbatasan akses pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang tidak sanggup secara materi (finansial). Kedua, Sekolah Unggulan (Garuda), secara spesifik diperuntukkan bagi anak bangsa yang mempunyai kemampuan hebat, katakanlah di atas rata-rata atau orang kaya.
Pertanyaannya, apakah wacana tersebut benar-benar menjadi langkah solutif bagi rakyat Indonesia atau justru memperkuat dikotomi atau fragmentasi di bidang pendidikan?
Penting dipahami bahwa bangsa kita telah cukup lama terfragmentasi dalam tatanan sosial di masyarakat, termasuk bidang pendidikan. Masyarakat menilai berdasarkan fakta yang tampak, maka tak jarang di diantara mereka memandang bahwa sekolah A untuk orang kaya, sekolah B bagi orang miskin, dan sekolah C khusus anak-anak pintar. Kondisi tersebut harus dihilangkan demi keutuhan nasional.