Riuh Pemangkasan Hibah Pesantren di Jabar

Riuh Pemangkasan Hibah Pesantren di Jabar

sya2025/04/27 19:00:41 WIB
Ilustrasi Santri di pesantren. Foto: Getty Images/iStockphoto/wichianduangsri

Anggaran untuk pesantren di Jawa Barat menuai badai kritik. Keputusan Gubernur Dedi Mulyadi memangkas drastis hibah pesantren dari Rp 153 miliar menjadi Rp 9,25 miliar memantik kegelisahan banyak pihak. Tidak hanya dari kalangan pesantren, namun juga DPRD, masyarakat, hingga ormas keagamaan.Gubernur Dedi Mulyadi beralasan, pemangkasan ini dilakukan untuk membenahi tata kelola dana hibah yang selama ini dianggap tidak adil. Menurutnya, selama ini bantuan cenderung hanya mengalir ke pesantren tertentu yang punya akses politik.Baca juga: Fraksi PPP DPRD Jabar Siap Fasilitas Pesantren Dapat Bantuan di 2026"Agar hibah ini tidak jatuh pada pesantren yang itu-itu juga. Yang kedua, tidak jatuh hanya pada lembaga atau yayasan yang memiliki akses politik saja, artinya punya akses terhadap DPRD, punya akses terhadap gubernur," ucap Dedi, Jumat (25/4/2025).Dedi menegaskan ke depan bantuan akan diarahkan untuk membangun madrasah hingga Tsanawiyah, dengan distribusi rasa keadilan sebagai prinsip utama."Karena selama ini bantuan yang disalurkan kepada yayasan-yayasan pendidikan di bawah Kemenag itu selalu pertimbangan politik," katanya.Dia mengungkapkan, ada lembaga yang bisa menerima hibah hingga Rp 50 miliar dalam satu tahun.

"Coba ada yayasan yang terimanya Rp2 miliar, Rp5 miliar. Ada yang Rp25 miliar, ada yang satu lembaga terimanya sudah mencapai angka Rp50 miliar. Menurut Anda adil enggak," lanjutnya.Dedi menyebut langkah pembenahan ini bagian dari audit besar-besaran.

"Ini adalah bagian audit kita untuk segera dilakukan pembenahan. Jadi tujuannya untuk apa, karena ini untuk yayasan-yayasan pendidikan agama, maka prosesnya pun harus beragama," tandasnya.Namun keputusan ini tidak diterima begitu saja. Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, menilai langkah Dedi justru bertentangan dengan semangat kolaborasi pembangunan daerah."Implementasi prinsip kolaboratif di Jabar saat ini masih jauh dari harapan. Harusnya, kolaborasi hadir tidak hanya sebagai jargon dalam pidato atau dokumen formal, tetapi harus menjadi pijakan nyata dalam penyusunan kebijakan," ujar Ono dalam keterangannya, Sabtu (26/4/2025).Ono menyoroti bahwa dalam penyusunan APBD 2025, banyak usulan masyarakat, termasuk bantuan untuk pondok pesantren, dihapus sepihak tanpa pembahasan bersama DPRD.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya