Menghadapi Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) 2025 bukan hanya soal menghafal rumus atau teori, tapi juga soal kemampuan berpikir kritis dan memahami informasi tertulis secara mendalam. Salah satu bagian penting dalam Tes Berdasarkan Komputer (TBK) SNBT adalah Pemahaman Bacaan dan Menulis.Subtes ini menguji nalar bahasa, kemampuan membaca cepat, serta menyusun argumen secara logis. Jumlah soal Pemahaman Bacaan dan Menulis terdiri dari 20 soal dan harus dikerjakan selama 25 menit.Dalam artikel ini, detikers bisa mempelajari contoh soalnya sebagaimana dilansir dari buku Wangsit (Pawang Sulit) HOTS SNBT 2025 oleh Tim Tentor Master (2025).Baca juga: 10 Contoh Soal UTBK SNBT 2025 Penalaran Umum, Ayo Semangat Berlatih!Contoh Soal Pemahaman Bacaan dan Menulis UTBK SNBT 2025Teks untuk menjawab soal nomor 1 sampai dengan nomor 5.Berdasarkan perhatiannya terhadap orang dan perhatiannya terhadap kinerja, Sethia dan Glinow membedakan adanya empat macam budaya organisasi, yaitu: (a) apathetic culture; (b)
caring culture; (c) exacting culture; dan integrative culture.Dalam tipe apathetic culture, perhatian anggota organisasi terhadap hubungan antarmanusia maupun perhatian terhadap kinerja pelaksanaan tugas, dua-duanya rendah. Di sini, penghargaan diberikan terutama berdasarkan permainan politik dan pemanipulasian orang lain. Sedangkan budaya organisasi Caring Culture dicirikan oleh rendahnya perhatian terhadap kinerja dan tingginya perhatian terhadap hubungan antarmanusia. Penghargaan lebih didasarkan atas kepaduan tim dan harmoni, dan bukan didasarkan atas kinerja pelaksanaan
tugas. Sementara itu, ciri utama tipe exacting culture adalah bahwa perhatian terhadap orang sangat rendah. Yang terakhir, dalam organisasi yang memiliki budaya integrative maka perhatian terhadap orang maupun perhatian terhadap kinerja keduanya sangat tinggi.Apabila organisasi-organisasi publik di Indonesia dianalisis dengan menggunakan empat tipe budaya tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar organisasi publik memiliki budaya organisasi yang bertipe Caring. Organisasi-organisasi publik di Indonesia biasanya memiliki perhatian yang sangat tinggi terhadap hubungan antarmanusia. Hal ini nampak dari ciri-ciri birokrat sebagai berikut: a) lebih mementingkan kepentingan pimpinan ketimbang kepentingan klien atau pengguna jasa; b) lebih merasa sebagai abdi negara daripada abdi masyarakat; c) meminimalkan risiko dengan cara menghindari inisiatif; d) menghindari tanggung jawab; e) menolak tantangan; dan f) tidak suka bereaksi dan berinovasi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Budaya caring ini tidak cocok dalam pemberian pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Dengan demikian harus diadopsi budaya organisasi baru yang lebih sesuai dan kondusif dengan manajemen pelayanan publik. Budaya organisasi seperti ini disebut kultur kinerja.(Dikutip dari Manajemen Pelayanan Ratminto dan Winarsih Tahun 2005)1. Menurut penulis, sebagian besar organisasi publik di indonesia memiliki budaya caring, hal ini dicirikan dengan hal-hal di bawah