Setiap 21 April, bangsa Indonesia memperingati Hari Kartini, sebuah penghormatan bagi Raden Ajeng Kartini, tokoh emansipasi perempuan yang gigih memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan pribumi. Tanggal itu diambil dari hari kelahirannya, 21 April 1879, yang menjadi simbol perjuangan dan harapan akan masa depan perempuan Indonesia.Semasa hidupnya, Raden Ajeng Kartini melakukan berbagai macam upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, salah satunya adalah dengan membangun sekolah. Mengutip surat kabar Soerabajasch Handelsblad edisi 18 Oktober 1937 disebutkan bahwa cita-cita Kartini untuk mendirikan sekolah dituliskan dalam surat Kartini kepada sahabatnya di Eropa.Setelah Kartini wafat, surat-surat tersebut dikumpulkan J.H Abendanon yang kala itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama dan Kerajinan Hindia Belanda. Oleh Abendanon, surat-surat Kartini dijadikan buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang.Baca juga: Menyusuri Situs Makam dan Sumur Pangeran Makdum Cirebon"Almarhum Tuan JH Abendanon-lah yang mengumpulkan dan menerbitkan surat-surat Kartini pada tahun 1911 dengan judul Dari Gelap Menuju Terang dengan tujuan memperoleh kerja sama dalam mendirikan sekolah dengan semangat Kartini untuk kemajuan gadis-gadis pribumi," tulis surat kabar Soerabajasch Handelsblad edisi 18 Oktober 1937.Menurut surat kabar tersebut, buku yang diterbitkan oleh Abendanon memberikan dorongan bagi perkumpulan Kartini di Semarang untuk memajukan pendidikan bagi gadis-gadis pribumi. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, didirikan sebuah yayasan oleh seseorang pegiat politik etis Hindia Belanda bernama Van Deventer. Akhirnya, melalui kerjasama antara Van Deventer dengan perkumpulan Kartini didirikanlah sekolah Kartini pertama di Semarang pada tanggal 15 September 1913. Mulanya, sekolah tersebut khusus didirikan untuk anak perempuan pribumi.Kondisi SDN Kartini Cirebon sekarang Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabarTak hanya di Semarang, sekolah Kartini juga mulai didirikan di kota-kota lain di Hindia Belanda seperti Batavia, Buitenzorg (Bogor), Madiun, Malang, Pekalongan dan Cirebon. "Kemudian pada tahun 1914 atas prakarsa perkumpulan Kartini setempat, didirikanlah sekolah-sekolah Kartini di Batavia dan Buitenzorg, dan pada tahun 1915 di Madiun dan Malang. Sekolah-sekolah ini semuanya telah didukung oleh Dana Kartini sejak awal. Di samping sekolah-sekolah tersebut, didirikan pula sekolah-sekolah Kartini di tempat lain, yaitu di Pekalongan dan Cirebon," tulis surat kabar Soerabajasch Handelsblad edisi 18 Oktober 1937.Pada tahun 1917, sebagai penghormatan terhadap Van Deventer sebuah yayasan bernama Yayasan Van Deventer didirikan untuk mengelola Dana Kartini, tujuan didirikan yayasan tersebut adalah untuk memajukan pendidikan bagi anak perempuan pribumi di Hindia Belanda."Sekolah-sekolah ini terhubung dengan sekolah-sekolah Kartini dan bertujuan untuk menyediakan pendidikan umum bagi gadis-gadis pribumi agar dapat menjadi ibu rumah tangga yang terdidik dan juga untuk melatih guru-guru perempuan untuk kelas awal sekolah dasar swasta," tulis surat kabar Soerabajasch Handelsblad edisi 18 Oktober 1937.Sekolah Kartini di CirebonMeskipun didirikan pada tahun 1916, namun, persiapan untuk pendirian sekolah Kartini sudah dimulai setahun sebelumnya, mengutip surat kabar De Preanger Bode edisi 8 Desember 1915 disebutkan bahwa biaya operasionalnya sekolah Kartini di Cirebon diambil dari iuran sekitar ƒ 0,50 gulden per bulan, dan hibah sedikitnya f 3 gulden per bulan.Dalam buku 100 Tahun Sekolah Kartini Cirebon karya Bambang Eryudhawan juga disebutkan bahwa pencetus sekolah Kartini adalah seorang bernama Nyonya Feith Stall, setelah mengutarakan maksudnya kepada Bupati, rencana pembangunan sekolah Kartini tersebut langsung disambut dengan dukungan sumbangan dan hibah dari masyarakat sekitar Cirebon.Ada beberapa sumber dana awal pembangunan Sekolah Kartini yang didapat dari sumbangan dan pasar amal, seperti dari Sumbangan Perkumpulan Budi Roaken, Sumbangan Nyonya Schwanhuizer, Sumbangan dari Sindikat Gula, Bunga dari Kas Masjid, Sumbangan dari Indramayu, Pasar Amal Karangampel, Pasar Amal Cirebon, Pasar Amal Jatibarang, dan Pasar Amal Indramayu. Untuk jumlah keseluruhan dari hasil pasar amal dan donasi tersebut ada sekitar f 3412 gulden.Mengutip surat kabar Het Vaderland edisi 30 Maret 1916 disebutkan, bahwa Sekolah Kartini Cirebon mulai dibuka pada hari Minggu 31 Januari. Dalam pidato pembukaannya, Bupati Cirebon mengucapkan terima kasih atas nama orang tua dan siswa.Kala itu warga mengingat tentang dukungan pemerintah dan semangat para pengurus Kartini di daerah untuk mewujudkan sekolah Kartini Cirebon. Menurut Bupati, minat warga pribumi untuk masuk di sekolah Kartini sangat besar. Di Sekolah Kartini para murid diajarkan untuk membaca, menulis, berhitung, serta keterampilan memasak, menjahit dan pengasuhan anak.Pada masa itu, Sekolah Kartini Cirebon juga sering mengadakan pertemuan dengan orang tua murid seperti yang dipaparkan dalam surat kabar De Locomotif edisi 21 Juli 1936. Saat itu pertemuan orang tua murid dilaksanakan di gedung pertunjukan sekolah Kartini, dengan dipimpin oleh Ibu Kepala Sekolah dan guru tertua, dalam pertemuan tersebut mereka menyampaikan tentang pentingnya sekolah bagi gadis pribumi.Pada tahun 1937, untuk memperingati hari kelahiran pendiri yayasan Kartini Van Deventer diadakan sebuah acara menonton film bersama para siswa dan alumni sekolah Kartini Cirebon. Film tersebut berjudul "Hindia Indah" yang menceritakan tentang keindahan alam dan budaya Hindia Belanda. Pada saat pemutaran, dihadiri juga oleh Bupati Cirebon Bapak RAA Soeriadi.Kondisi SDN Kartini Cirebon sekarang Foto: Fahmi Labibinajib/detikJabarSementara itu, pegiat sejarah Cirebon dari Komunitas Cirebon History, Putra Lingga Pamungkas mengatakan, sebelum dijadikan sekolah Kartini Cirebon, dulunya merupakan sekolah taman kanak-kanak atau Frobe School yang diperuntukkan untuk anak-anak Eropa. "Dulu frobel school atau setingkat TK, saat berstatus frobel school itu anak-anak Eropa, sama halnya di frobel school SMP 14-16. "Kemudian setelah berstatus menjadi sekolah Yayasan Kartini itu siswanya pribumi, diambil alih menjadi sekolah Kartini tahun 1916," tutur Lingga, belum lama ini.Baca juga: Dar Der Dor di Lautan Cirebon yang Gugurkan Kapten SamadikunMenurut Lingga, untuk lokasinya sendiri sudah berubah menjadi SDN Kartini Cirebon yang ada di Jalan Kartini, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon. Untuk bekas bangunannya masa Hindia Belanda sendiri sudah tidak ada, sudah diganti dengan bangunan baru.Meskipun sudah dibangun bangunan baru, namun, ciri khas bangunan lama masih dipertahankan, hal ini terlihat dalam bagian jendela bangunan dan pintu ruangan SDN Kartini II. Terlihat, pintu kayu dan jendela berwarna coklat dengan ventilasi udara gaya Eropa di bagian atasnya.Menurut staf SDN Kartini II, Didin mengatakan, jendela dan pintu kayu gaya Eropa tersebut memang sengaja dipertahankan, meski bangunan sekolahnya merupakan bangunan baru. "Yang masih dipertahankan itu cuman jendelanya saja, itu model lama, makanya pas waktu pembangunan, jendela tidak dihilangkan, tapi dipertahankan, jadi masih ada nuansa klasiknya," tutur Didin.