Fakta-fakta Sidang Perdana Kasus Korupsi Mbak Ita Eks Walkot Semarang

Fakta-fakta Sidang Perdana Kasus Korupsi Mbak Ita Eks Walkot Semarang

dil2025/04/22 07:00:51 WIB
Sidang perdana eks Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Senin (21/4/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi di Pemkot Semarang. Ita dan suaminya, Alwin Basri, disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Semarang, kemarin. Ini fakta-faktanya.Nomor Perkara SamaMerujuk Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, Senin (21/4/2025), perkara Mbak Ita bernomor 23/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smg.Suami Mbak Ita, Alwin Basri, turut teregister dalam nomor perkara yang sama. Alwin Basri diketahui sebagai anggota DPRD Jawa Tengah (Jateng).Kompak BerbatikPantauan detikJateng di Pengadilan Tipikor Semarang, Mbak Ita dan suaminya, Alwin Basri, tiba sekitar pukul 12.45 WIB, Senin (21/4). Mbak Ita dan Alwin mengenakan rompi oranye dan kemeja putih. Mbak Ita juga memakai masker dan jilbab pink.Begitu turun dari mobil, keduanya langsung dibawa ke ruang tahanan di Pengadilan Tipikor. Beberapa orang tampak membawakan pakaian batik. Keluar dari ruang tahanan, Mbak Ita dan suaminya tampak kompak mengenakan batik dan menyalami beberapa orang di sekitar Ruang Sidang Cakra.Mbak Ita yang menggunakan tudung putih dan sudah tidak menggunakan rompi oranye itu kemudian menunggu sidang dimulai. Ada enam penasihat hukum Mbak Ita dan Alwin. Ruang sidang pun penuh oleh masyarakat.Juru bicara Pengadilan Negeri Semarang, Haruno mengatakan, Hakim Ketua sidang perdana Mbak Ita ialah Gatot Sarwadi.Baca juga: Didakwa Korupsi Rp 8,7 M, Eks Walkot Semarang Ita dan Suami Tak Ajukan EksepsiDidakwa Korupsi Rp 8,7 MDalam sidang perdana, Mbak Ita dan Alwin Basri didakwa menerima suap dan gratifikasi yang totalnya sebesar Rp 8,7 miliar. Sidang perdana tersebut berlangsung sekitar 2 jam di Pengadilan Tipikor Semarang.Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rio Vernika Putra mendakwa keduanya atas tindak pidana suap dan gratifikasi atas tiga perkara yang berbeda.Pada dakwaan pertama, Mbak Ita dan Alwin Basri didakwa menerima suap dari proyek pengadaan barang dan jasa yang diberikan oleh Direktur PT Chimader 777, Martono, dan Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Djangkar."Penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dari Martono," kata Rio dalam sidang perdana Mbak Ita, Senin (21/4/2025).Dia memerinci, pada Desember 2022, Alwin bertemu Martono yang meminta untuk diberikan pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkot Semarang.Alwin sebagai representasi Mbak Ita pun meneruskan kepada masing-masing Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan kembali bertemu Martono di lain hari. Alwin juga meminta uang Rp 1 miliar yang merupakan bagian dari komitmen fee."Terdakwa II meminta uang yang menjadi bagian dari komitmen fee pengadaan barang/jasa kepada Martono sebesar Rp 1 miliar untuk persiapan pelantikan Terdakwa I (Mbak Ita) sebagai Wali Kota Semarang," ungkap Rio.Uang sebesar Rp 1 miliar itu kemudian diberikan Martono pada Desember 2022. Saat itu Alwin kembali meminta uang tambahan Rp 1 miliar untuk pelantikan Mbak Ita dan diberikan Januari 2023."Sebagai realisasi penerimaan uang dari Martono, Januari 2023, di rumah Terdakwa I dan II, Terdakwa II bertemu Junaidi dan Martono. Terdakwa II meminta Junaidi agar memberi paket pekerjaan di Semarang kepada Martono," terang Rio."Maret 2023, Terdakwa II kembali bertemu Junaidi dan Martono. Terdakwa II kembali meminta agar Junaidi memenangkan perusahaan yang terafiliasi dengan Martono untuk proyek yang nilainya di atas Rp 2 miliar," lanjut dia.Selain itu, Rachmat Utama Djangkar juga mendapat jatah pekerjaan pengadaan meja dan kursi fabrikasi pada Perubahan APBD 2023 yang nilainya mencapai Rp 20 miliar. Terdakwa meminta komitmen fee atas pekerjaan itu yang nilainya mencapai Rp 1,75 miliar.Pada dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin bersama dengan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang, Indriyasari, didakwa memotong pembayaran kepada pegawai negeri yang bersumber dari insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan bagi pegawai ASN Pemkot Semarang."Dengan total keseluruhan Rp 3 miliar dengan rincian Terdakwa I menerima Rp 1,8 miliar dan Terdakwa II menerima Rp 1,2 miliar atau setidaknya sekitar jumlah itu," ungkapnya.Adapun uang insentif pemungutan pajak dan tambahan penghasilan itu sendiri merupakan penyisihan pendapatan para pegawai Bapenda Kota Semarang yang disebut sebagai 'iuran kebersamaan'.Uang hasil iuran kebersamaan itu kemudian digunakan Mbak Ita dan Alwin untuk membiayai kegiatan Lomba Masak Nasi Goreng Khas Mbak Ita yang menghabiskan Rp 222 juta serta konser musik di Simpang Lima dengan menghabiskan Rp 161 juta.Selanjutnya dalam dakwaan ketiga, terdakwa Mbak Ita dan Alwin didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 2,24 miliar, yang juga diterima Martono. Uang tersebut merupakan pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang yang dilakukan melalui penunjukan langsung."Jumlah keseluruhan Rp 2,24 miliar dengan rincian Terdakwa I dan Terdakwa II menerima Rp 2 miliar dan Martono menerima Rp 245 juta," jelasnya.Baca juga: Pengacara Eks Wali Kota Semarang Mbak Ita Sebut Dakwaan Jaksa Tidak CermatSelengkapnya di halaman selanjutnya.Proyek Mebel Dinas PendidikanSelain dari Martono, uang suap juga datang dari PT Deka Sari Perkasa. Perusahaan ini dimenangkan dalam proyek pengadaan meja dan kursi SD di Dinas Pendidikan Kota Semarang senilai Rp 20 miliar. Rio mengungkap, Alwin sempat meminta komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek kepada Rachmat."Terdakwa II meminta sejumlah uang sebagai komitmen fee kepada Rachmat. Atas permintaan Terdakwa II, Rachmat menyetujuinya dan akan menyiapkan fee sebesar 10 persen," jelasnya.Permintaan fee itu dikomunikasikan sejak proses pengondisian anggaran, pengaturan spesifikasi teknis, hingga penunjukan langsung penyedia.Rachmat akhirnya menyerahkan uang suap sebesar Rp 1,75 miliar secara bertahap kepada Alwin, yang disebut bertindak atas sepengetahuan dan seizin Mbak Ita. Jaksa menilai, pengadaan ini sarat dengan intervensi dari pucuk pimpinan Pemkot Semarang, tidak lagi berdasarkan pertimbangan teknis, melainkan karena adanya transaksi politik dan ekonomi."Setelah Terdakwa II mengetahui uang tersebut (Rp 1,75 miliar) sudah siap diserahkan, Terdakwa II meminta agar Rachmat menyimpan uang tersebut terlebih dahulu dan diambil sewaktu-waktu," jelasnya.Dalam dakwaan, Mbak Ita dan Alwin menerima uang suap dan gratifikasi dari sumber lain dengan total kurang lebih Rp 8,7 miliar. Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.Tidak Ajukan EksepsiAtas dakwaan tersebut, Ketua Majelis Hakim Gatot Sarwadi bertanya kepada kedua terdakwa apakah akan mengajukan eksepsi. Namun, Mbak Ita dan Alwin tak mengajukan eksepsi."Yang Mulia, berdasarkan diskusi kami dengan dan kedua terdakwa. Menyampaikan bahwa kami tidak akan melanjutkan eksepsi meskipun tadi disampaikan ada beberapa ketidakcermatan di dalam surat dakwaan," kata pengacara Mbak Ita dan Alwin, Erna Ratnaningsih, Senin (21/4).

Pengacara Sebut Dakwaan Tidak CermatSeusai sidang, pengacara Mbak Ita dan Alwin pun menilai bacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak cermat. Meski begitu, pihaknya memilih tidak mengajukan eksepsi.Dalam sidang tersebut, Mbak Ita, dan Alwin didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam tiga perkara hingga total Rp 8,7 miliar."Tadi kita lihat bahwa sebenarnya surat dakwaan dari JPU itu tidak cermat karena ada kesalahan tanggal, 2026 seharusnya 2022. Kemudian jumlah itu kurang nolnya dua," kata salah satu pengacara, Erna Ratnaningsih, di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (21/4/2025).Dia juga menyebut dakwaan yang bersifat kumulatif itu tetap harus dibuktikan satu per satu. Ada beberapa hal yang ia soroti dalam surat dakwaan JPU."Dari surat dakwaan tersebut kita melihat seolah-olah antara terdakwa satu dan terdakwa dua ini secara bersama-sama. Padahal kita ketahui, terdakwa satu itu adalah sebagai wali kota dan terdakwa dua sebagai anggota DPRD tentu saja memiliki tugas dan peran yang berbeda," jelasnya.Menurutnya, apa yang dilakukan Alwin tidak otomatis membuat Mbak Ita terlibat. Dikatakan dalam surat dakwaan, Alwin bertemu Direktur PT Chimader777 Martono, dan Direktur PT Deka Sari Perkasa Rachmat Utama Jangkar serta menerima suap total Rp 3 miliar."Tidak bisa dinyatakan apa yang disampaikan oleh terdakwa dua itu juga merupakan apa yang disampaikan terdakwa satu. Tidak boleh sebuah perbuatan pidana karena suami istri, yang melakukan misal suaminya maka istrinya itu juga terlibat atau sebaliknya," jelasnya.Ia juga menyoroti tuduhan Mbak Ita dan Alwin menerima suap sebesar Rp 1,75 miliar dari Rachmat. Menurutnya, uang tersebut tidak diberikan kepada Alwin."Tuduhan suapnya itu menerima Rp 1,75 miliar dari Rachmat Jangkar tapi di dalam dakwaan kita melihat bahwa uang itu ada pada Rachmat Jangkar. Belum diterima, uangnya itu belum diterima oleh terdakwa satu dan terdakwa dua," jelasnya.Lebih lanjut, Erna menyoroti tuduhan pemotongan insentif pajak sebagai bentuk pemerasan. Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan warisan dari wali kota sebelumnya dan hanya diteruskan oleh Hevearita saat menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt)."Bu Ita sebagai wali kota yang baru Plt itu hanya meneruskan kebijakan dari wali kota lama, dan itu dinyatakan oleh Ketua Bapendanya bahwa itu adalah sebagai uang operasional," terangnya.Uang yang disebut sebagai iuran kebersamaan itu juga disebut sudah dikembalikan sejak Desember 2022, jauh sebelum surat perintah penyidikan (sprindik) diterbitkan KPK pada Juli 2024."Informasinya uang itu sudah dikembalikan oleh Terdakwa 1 dan Terdakwa 2 sudah dikembalikan kepada Bu Iin (Kepala Bapenda) dan menurut informasi sama Bu Iin dan kawan-kawan, sudah digunakan untuk pelesir ke Bali," ungkapnya.Terkait tuduhan adanya permintaan uang Rp 3 miliar untuk kepentingan pemilihan wali kota, tim hukum pun membantahnya secara tegas."Tadi diceritakan itu diterima Martono. Dari Martono apakah diserahkan ke Terdakwa I atau Terdakwa II itu tidak ada dalam keterangannya," tegasnya."(Membantah Rp 3 M untuk pemilihan wali kota?) Ya pasti, nggak ada itu. Jadi uangnya diterima Martono, titik sampai situ. Dari Martono diserahkan ke Alwin tidak ada ceritanya," lanjutnya.Usai sidang, Mbak Ita pun ditahan di Lapas Perempuan Kelas II dan Alwin di Rutan Kelas I Semarang. Persidangan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya