Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia atau AKSI membagikan simulasi pembayaran dan regulasi direct license dalam sebuah aplikasi yang mereka beri nama Digital Direct Licensing (DDL).Dalam unggahan itu, AKSI menjelaskan aplikasi ini dibuat sebagai bukti nyata peduli mereka dengan para pencipta lagu. Tentunya hal ini masih berkaitan dengan carut-marut royalti yang belakangan belum kunjung rampung.detikpop telah meminta izin untuk mengutip unggahan itu melalui Doadibadai Hollo atau Badai eks Kerispatih sebagai salah satu pengurus AKSI, Rabu (9/4/2025).Baca juga: Ahmad Dhani Spill Daftar Komposer yang Terapkan Direct LicenseBerikut keterangan yang disampaikan dalam unggahan tersebut.Digital Direct Licensing (DDL) adalah platform inovatif yang dikembangkan oleh AKSI sebagai bentuk kontribusi nyata Sumbangsih AKSI bagi industri musik Indonesia, khususnya di sektor pertunjukan komersial/konser.DDL menjadi tonggak penting dalam perjalanan menuju modernisasi sistem royalti digital yang valid, transparan, dan reliabel.Sejak tahun 2023, AKSI telah memperkenalkan dan mempresentasikan platform DDL berbasis peer-to-peer ini kepada berbagai lembaga penting, termasuk Kantor Staf Presiden (KSP), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta Kementerian Ekonomi Kreatif pemerintahan yang baru, dan mendapat sambutan positif.Baca juga: Deretan Musisi yang Nggak Setuju Direct License + AlasannyaSebagai bagian dari pengembangan sistem ini, AKSI juga telah melakukan simulasi secara real-time dalam Forum Group Discussion (FGD) bersama Menteri Ekonomi Kreatif, para Event Organizer (EO), dan manajemen artis. Simulasi ini menunjukkan bagaimana hak ekonomi para pencipta lagu dapat diterima langsung oleh mereka sebelum konser diselenggarakan.Catatan tambahan:
1. Pajak sesuai aturan pajak royalti pph23✅
2. NDA (Non Disclosure Agreement) kerahasiaan data & dokumen✅Seperti yang selama ini digaungkan AKSI dalam direct license nya selama ini, pajak yang dikenakan untuk tiap lagu adalah 10 persen dari nilai kontrak artis atau sang penyanyi. DDL juga disebut sebagai sarana yang mudah dan tak ada kerumitan.Berkaitan dengan hal ini, detikpop kemudian meminta tanggapan kepada Panji Prasetyo selaku Pengacara Hak Cipta yang juga Direktur Hukum FESMI (Federasi Serikat Musisi Indonesia) pada hari yang sama.Baca juga: Judika Merasa Di-framing Jadi Penyanyi Pro Direct LicensePanji tak mempermasalahkan mengenai rencana aplikasi digital ini. Hanya saja banyak yang tak sesuai hukum dari aplikasi tersebut."Pertama ya silahkan saja mau bikin aplikasi apapun ya, bebas aja. Cuma kan gak wajib orang untuk pakai, kenapa? Dasar hukum nya apa? Di Undang Undang Hak Cipta performing itu bayarannya kan lewat LMK, gak ada celah untuk direct license. Pasal 81 itu bicara soal lisensi eksklusif non eksklusif. Pasal 80 bicara soal lisensi secara umum dan performing sudah diatur di Pasal 23 ayat 5 lewat LMK. Jadi apa dasarnya itu DL (direct license)" ujar Panji Prasetyo."Kedua, itu ngitung dari honor penyanyi. Ini kan parah nih, fatal. Tahu gak bedanya royalti sama honor? Honor itukan memang imbalan buat si penyanyi dan penyanyi itukan bagian dari pertunjukan ya. Yang jelas penyelenggara dong harus tanggung jawab. Itu jelas ya, di Undang Undang, di PP 56, di Permen (Peraturan Menteri) itu penyelenggara. Jangan ngomong kasus Agnez lah, kasus Agnez kan belum inkrah, belum berkekuatan hukum tetap, jangan dijadikan dasar hukum," sambung Panji.Baca juga: Denny Chasmala Dapat Rp 5,2 Juta dari WAMI Bikin Heboh AKSIBagi Panji, pembayaran performing bukan dilakukan dengan cara direct license atau dengan aplikasi DDL secara hukum. Namun ia tak melarang jika AKSI melakukan kegiatannya dengan membuat aplikasi ini sebagai cara pengkolektifan royalti asalkan di ranah mereka saja."Jadi ini kan kemauan private-nya mereka. Yaudah pakai aja kelompok mereka, jangan memaksakan hukum private Anda buat dijadikan hukum publik," tegas Panji Prasetyo lagi.