Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerapkan tarif impor baru ke sejumlah negara termasuk Indonesia. Kebijakan tersebut juga berpotensi mengancam 10 komoditas ekspor Sulawesi Selatan (Sulsel) yang selama ini dikirim ke Negeri Paman Sam.Diketahui, Indonesia terkena tarif sebesar 32% untuk barang impor dari Indonesia yang masuk ke AS. Tarif tinggi diterapkan karena Trump menyebut Indonesia mengenakan tarif 64% untuk barang-barang ekspor dari AS."Yang jelasnya pasti berdampak karena salah satu negara tujuan ekspor kita itu salah satunya Amerika dan untuk komoditi perikanan dan kelautan hampir semuanya ke Amerika," kata Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Sulsel Ahmadi Akil kepada detikSulsel, Senin (7/4/2025).Dari data Disdag Sulsel, ada 10 komoditas unggulan Sulsel yang diekspor ke AS. Komoditas tersebut, di antaranya agar-agar, biji kopi, carragenan, cumi-cumi, daging kepiting, gurita, ikan olahan, ikan segar, mete kupas dan udang segar beku."Paling besar hasil laut komoditi ekspor kita ke Amerika," ungkap Ahmadi.Berdasarkan laporan realisasi ekspor Sulsel periode Januari-Februari 2025, volume ekspor dari 10 komoditas tersebut menunjukkan peningkatan. Pada 2024, ekspor Sulsel mencapai 929,13 ton dengan nilai USD 8.125.421. Pada 2025, volume ekspor Sulsel meningkat menjadi 1,031 ton dengan nilai USD 9.213.136.Produk mete kupas merupakan komoditi ekspor Sulsel terbesar mencapai 271,16 ton di 2024. Sementara selama dua bulan terakhir di 2025, volume ekspor mete kupas sudah mencapai 67,59 ton.Di sisi lain, biji kopi sempat tidak masuk dalam komoditi yang diekspor ke AS. Namun di 2025, volume ekspor biji kopi ke Amerika Serikat mendadak naik mencapai 115,20 ton dengan nilai USD 778.185.Baca juga: Warga Keluhkan BBM Langka di Pasimarannu Selayar, Pertamina Ungkap Stok AmanAhmadi menuturkan, kebijakan tarif impor baru Trump tentu akan berdampak kepada pelaku usaha atau eksportir karena biaya pengiriman menjadi mahal. Situasi ini ikut berdampak kepada petani atau nelayan karena hasil komoditinya dibeli eksportir dengan harga murah. Volume ekspor pun berpotensi menurun."Pelaku ekspor kan pasti mau untung. Kalau dia membeli juga dengan kondisi sekarang ini pasti rugi kalau dia mau beli kondisi komoditi dengan harga sebelum kenaikan tarif. Tentunya kalau seperti itu mau tidak mau eksportir beli murah kalau memang tujuan pasarnya tetap Amerika," paparnya."Siapa yang rugi? Kan konsumen, masyarakat. Kecuali Amerika mau beli kita punya komoditi dengan harga mahal ya tentunya eksportir tetap membeli dengan harga yang sekarang ke masyarakat, imbasnya adalah masyarakat/petani," tambah Ahmadi.Ahmadi berharap pelaku usaha tidak terlalu resah dengan kebijakan Donald Trump. Dia optimis pemerintah Indonesia sedang mencari solusi terbaik meski potensi untuk mencari pelaku pasar baru ke negara lain tetap terbuka."Dengan adanya kebijakan Amerika, kenaikan (tarif impor baru) itu harusnya kita mencari pasar lain karena tujuan pasar kita bukan hanya ke Amerika, (tetapi) Afrika bahkan Arab Saudi, sehingga kita harusnya lebih jeli mencari pasar lain yang bisa kita mengekspor ke negara lain," jelasnya.Baca juga: Ultimatum Polisi ke Pengendara Jadikan Jalan Layang Maros-Bone Wisata DadakanSementara itu, Pemerintah Indonesia masih merumuskan kebijakan strategis demi menghadapi tarif resiprokal yang diterapkan Donald Trump. Pemerintah akan berkoordinasi dengan asosiasi pelaku usaha terkait hal itu.Dilansir dari detikFinance, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku pemerintah juga akan mengundang para asosiasi pelaku usaha dalam forum sosialisasi dan penjaringan masukan terkait kebijakan tarif AS. Kegiatan tersebut dijadwalkan berlangsung pada Senin (7/4) sebagai bagian dari upaya merumuskan langkah strategis yang responsif dan inklusif."Besok (hari ini) seluruh industrinya akan diundang untuk mendapatkan masukan terkait dengan ekspor mereka dan juga terkait dengan hal-hal yang perlu kita jaga terutama sektor padat karya," terang Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/4).