Ekonomi dunia terancam dilanda masuk jurang resesi. Hal ini disebabkan oleh kebijakan tarif balasan yang dikeluarkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.JP Morgan Research meyakini risiko resesi ekonomi tahun ini sebesar 40%. Angka risiko itu naik dari proyeksi pada awal 2025 yakni sebesar 30%."Kami melihat risiko resesi global yang jauh lebih tinggi karena kebijakan perdagangan AS. Pergeseran pemerintah dalam penerapan kebijakan tarif dan potensi dampaknya pada sentimen telah berkontribusi pada peningkatan risiko ini," kata Kepala Ekonom Global J.P. Morgan Bruce Kasman, dikutip dari laman JP Morgan, Kamis (3/4/2025).Baca juga: China Bersumpah Balas Keras Perang Dagang TrumpSejak menjabat, Presiden AS Donald Trump telah mengumumkan daftar tarif yang terus bertambah untuk negara dan komoditas tertentu. JP Morgan menyebut hal itu sebuah langkah yang ditujukan untuk melindungi kepentingan AS.Kemudian, J.P. Morgan Research telah merevisi lebih lanjut perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS. Kini, diperkirakan PDB AS akan turun 0,2 poin persentase menjadi 1,3%.Lebih lanjut, Kepala ekonom J.P. Morgan AS Michael Feroli, mengatakan inflasi Pengeluaran Konsumsi Pribadi AS untuk 2025 diperkirakan 2,7%, naik 0,2%. Sementara inflasi inti diperkirakan akan naik 0,3% menjadi 3,1%."Pertumbuhan yang memburuk dan inflasi membuat The Fed menghadapi dilema yang menantang. Jika pasar tenaga kerja tidak memburuk, ada alasan kuat untuk menahan suku bunga tanpa batas waktu. Namun, lingkungan bisnis yang lebih menantang meningkatkan kemungkinan terjadinya kemerosotan pasar tenaga kerja seperti itu," ucapnya.J.P. Morgan Research juga telah menurunkan estimasi pertumbuhan PDB riil tahun 2025 karena meningkatnya ketidakpastian kebijakan perdagangan, dampak tarif pembalasan terhadap mitra dagang asing. Pertumbuhan PDB riil sekarang diperkirakan sebesar 1,6% untuk tahun ini, turun 0,3% dari estimasi sebelumnya."Peningkatan ketidakpastian kebijakan perdagangan akan membebani pertumbuhan aktivitas, khususnya belanja modal. Ditambah lagi, tarif yang telah diberlakukan akan menciptakan peningkatan inflasi umum, sehingga mendorong kenaikan harga konsumen sebesar 0,2 poin persentase," tutur Feroli.