Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) Bali, I Gede Arya Sugiartha, menegaskan bahwa penggunaan sound system saat malam pengerupukan dilarang, terutama untuk musik elektrik hingga rock. Arya menekankan bahwa esensi seni ogoh-ogoh adalah diiringi musik gamelan yang dimainkan oleh para penabuh dari masing-masing banjar."Kalau dalam mitologinya itu kan biar para setan, jin, dedemit itu tidak mengganggu (saat Nyepi). Jadi untuk menetralisir keberadaan mereka dengan cara bunyi-bunyian," kata Arya kepada detikBali, Kamis (27/3/2025).Menurutnya, meskipun musik yang diputar adalah musik tradisional Bali, penggunaan sound system tetap menghilangkan kemasan budaya dan tujuan spiritual dari prosesi tersebut.Baca juga: Ogoh-ogoh 'Cupak Grantang' Raih Juara di Klungkung"Apalagi musiknya DJ, rock, dan sebagainya. Itu sudah di luar kebudayaan Bali, bukan kebudayaan Bali. Jadi disarankan pakai gamelan supaya konek dia dengan ogoh-ogohnya ditarikan," jelas mantan Rektor ISI Denpasar itu.Saat ini, hanya Pemerintah Kota Denpasar yang menerapkan larangan penggunaan sound system saat malam pengerupukan. Arya menyebut bahwa penggunaan pengeras suara memang lebih banyak terjadi di Denpasar dibandingkan kabupaten lain di Bali.Baca juga: Apa Saja Rangkaian dari Nyepi?"Kalau di kabupaten lain relatif wajar, nggak ada pakai sound system, semua pakai bale ganjur, jadi masih tidak perlu diatur lebih detail," ujarnya.Ia mendorong banjar-banjar yang tidak memiliki penabuh gamelan untuk bergabung dengan banjar terdekat agar tetap mempertahankan tradisi tanpa bergantung pada pengeras suara."Karena alasannya biasanya nggak ada penabuh, tapi kalau banjar nggak mungkin nggak ada penabuh, pasti ada," tegasnya.