Pakar Unpar Kritik Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi

Pakar Unpar Kritik Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi

bba2025/03/11 19:00:08 WIB
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menangis. Foto: Antara Foto/ARIF FIRMANSYAH

Sejak dilantik pada 20 Februari 2025, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dinilai menjalankan kepemimpinannya secara one man show, tanpa melibatkan wakilnya, Erwan Setiawan.Pakar Kebijakan Publik Universitas Parahyangan (Unpar) Kristian Widya Wicaksono mengkritik gaya kepemimpinan Dedi yang dianggap kurang kolaboratif. Kristian menyoroti bahwa sejak pelantikan, peran Erwan Setiawan nyaris tak terlihat. Padahal seharusnya menurut dia, dilakukan pembagian tugas antara Dedi Mulyadi dan Erwan.Baca juga: Imbas Larangan Study Tour untuk PO Bus di Cirebon"Dalam beberapa pekan kepemimpinan beliau (Dedi Mulyadi), saya merasakan bahwa peran Wagub (Erwan) kurang nampak," kata Kristian, Selasa (11/3/2025)."Menurut saya perlu pembagian tugas yang jelas di antara keduanya, sehingga nampak sinergitas kepemimpinan keduanya," lanjutnya.Kristian menuturkan, dalam Pilkada 2024 lalu, masyarakat memilih untuk menentukan gubernur dan wakil gubernur. Sementara saat ini, Dedi Mulyadi begitu dominan menunjukkan kepemimpinan tanpa memberi ruang kepada Erwan."Sebab bagaimana pun masyarakat memilih mereka sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur. Jadi tidak bisa juga jika peran salah satunya begitu dominan sementara yang lainnya nampak seperti tidak bekerja sama sekali," ungkapnya.Di sisi lain, Dedi dan Erwan sama-sama menerima penghasilan dari APBD yang sumbernya dibiayai masyarakat. Karena itu, keduanya harus menunjukkan kinerja yang baik kepada masyarakat."Mereka berdua menerima penghasilan dari APBD yg sumbernya dibiayai dari pajak dan retribusi yang dibayarkan masyarakat sehingga keduanya harus menunjukkan kinerja yang pantas dan accaptable bagi masyarakat Jawa Barat," tegasnya.Narsis dan AutocraticBukan cuma soal one man show, Kristian juga menyebut gubernur yang akrab disapa KDM itu sebagai sosok yang autocratic atau memiliki kekuasaan mutlak dan tidak mau mendengarkan masukan.Selain itu, dia juga menyindir sikap narsis yang dilakukan Dedi Mulyadi. Sebab diketahui, Dedi Mulyadi selalu mengunggah apapun yang dilakukannya di media sosial."Kalau melihat polanya dalam beberapa pekan ini, saya cenderung mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang diterapkan adalah autocratic. Dalam gaya kepemimpinan ini, sang pemimpin memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi," jelasnya."Sehingga cenderung mengambil keputusan sendiri tanpa melibatkan pihak yang lain. Hanya saja dengan kebiasaannya yang narsistik dalam media sosial, jadinya saya menambahkan istilah narsistic-autocratic," lanjutnya.Hal itu kata Kristian bisa berdampak negatif. Menurutnya dengan gaya autocratic tersebut, dapat membuat perangkat daerah di lingkungan Pemprov Jabar tidak terinfokan dengan keputusan Dedi Mulyadi.Baca juga: Dedi Mulyadi Diminta Tak Sporadis Benahi Tata Ruang di Jabar"Dampaknya bawahan kurang terinformasikan dengan keputusan yang diambil sehingga tidak jarang bawahan juga tidak mengetahui konsekuensi dari keputusan yang sudah dibuat atasannya," terangnya."Alhasil ketika dampak keputusannya buruk maka bawahan seolah hanya berperan sebagai pemadam kebakaran saja. Berbeda halnya kalau bawahan dilibatkan dari awal dalam pengambilan keputusan," tutup Kristian.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya