PT Bank SMBC Indonesia Tbk (SMBC Indonesia) menggelar SMBC Indonesia Economic Outlook 2025 bertema 'Peluang dan Tantangan 2025: Sinergi Sektor Publik dan Swasta' yang mencerminkan semangat baru Bersama Lebih Bermakna setelah transformasi merek. Dihadiri ahli ekonomi hingga pemerhati politik, acara ini membahas tentang arah dan prospek ekonomi, potensi investasi, dan kondisi politik di Indonesia.Direktur Utama SMBC Indonesia Henoch Munandar menyampaikan tema ini mencerminkan upaya pihaknya dalam menciptakan langkah-langkah berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia di tengah dinamika sosial dan ekonomi yang cukup menantang.Hal ini juga sejalan dengan target pemerintah dalam mencapai target pertumbuhan 8% secara year-on-year di tahun 2025."Presiden Prabowo Subianto telah menyampaikan keyakinannya bahwa Indonesia mampu mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yoy pada tahun ini. Dengan memahami peluang yang ada, SMBC Indonesia hadir untuk membantu semua para nasabah kami untuk memaksimalkan setiap peluang untuk tumbuh Bersama Lebih Bermakna lagi," ujar Henoch saat memberikan Opening Speech di Kempinski Grand Ballroom, Jakarta, Selasa (18/2/2025)Dalam sambutannya, Henoch juga mengajak sektor publik dan swasta untuk menjaga momentum positif dari pergerakan perekonomian negara di tengah ketidakpastian global."Kita semua memiliki peran yang sangat penting dalam memastikan pertumbuhan kesejahteraan Indonesia di tahun 2025 dan seterusnya. Tidak hanya berfokus pada pencarian bisnis, tetapi juga menghadirkan solusi keuangan yang inovatif dan komprehensif untuk menciptakan pertumbuhan yang lebih bermakna bagi seluruh lapisan masyarakat, dan meningkatkan kontribusi nyata kami bagi kemajuan perekonomian negara," ucapnya."Kami percaya melalui strategi antara sektor publik, swasta, dan seluruh pihak terkait, kita dapat menghadapi tantangan dan meraih peluang yang ada untuk Indonesia yang lebih maju dan sejahtera," tutup Henoch.Ke depan, Henoch menyampaikan pihaknya akan terus hadir memberikan layanan yang mampu menjawab kebutuhan nasabah di berbagai segmen.Prospek Ekonomi-Investasi RI di Tahun 2025Kondisi geopolitik global yang penuh ketidakpastian hingga eskalasi perang dagang berpotensi memberikan tekanan di dunia, terutama negara berkembang. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan Parjiono bahkan menyebut beberapa lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia akan tumbuh melambat 3% hingga tahun 2026.Meski demikian, ekonomi Indonesia di tahun 2024 masih tumbuh kuat mencapai 5,03%. Adapun pertumbuhan ini diprediksi meningkat di tahun 2025."Dengan melihat capaian positif pada berbagai indikator perekonomian, di tahun 2025 diproyeksikan ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh kuat sebesar 5,2%," ungkapnya.Sementara itu Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Dedi Latip mengatakan untuk mencapai Indonesia Emas 20245, pemerintah Indonesia berambisi mempercepat laju pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.Namun untuk mencapai hal ini, diperlukan investasi dalam jumlah yang besar dalam 5 tahun kedepan guna mendorong produktivitas ekonomi."Untuk mencapai target tersebut, peluang investasi Indonesia yang ditawarkan, antara lain hilirisasi sumber daya alam, energi baru dan terbarukan, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, ekonomi digital, dan pusat data, Ibu Kota Nusantara, dan industri manufaktur berorientasi ekspor," ungkapnya.Dedi optimistis Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat posisi dalam rantai pasok global dan mampu mengatasi berbagai tantangan, seperti deglobalisasi, perubahan iklim, dan ketimpangan dalam pembangunan."Tentunya kita harus optimistis dan melakukan kolaborasi untuk mengambil peluang dan mengatasi tantangan," paparnya.Melihat Ekonomi Global dan Indonesia di Tahun 2025Dok. SMBC IndonesiaMunculnya konfrontasi Amerika Serikat dan China turut mempengaruhi terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia. Secara ekonomi, hal itu menyebabkan gangguan dalam rantai pasokan global, melonjaknya harga sumber daya dan inflasi.Anggota Dewan Ekonomi Nasional Chatib Basri menegaskan ada tiga kebijakan AS yang akan berdampak pada ekonomi global dan ekonomi Indonesia."Pertama adalah tarif. Sebanyak 52% dari industri manufaktur di Amerika itu bahan bakunya dan modalnya datang dari impor. Jadi, kalau kemudian Trump menerapkan kebijakan tarif entah 10%, 25% atau berapa persen pun, itu akan membuat biaya produksi akan meningkat sehingga impact yang pertama adalah higher inflation," jelasnya.Kedua, adanya kebijakan tax cut atau pemotongan pajak. Adapun hal ini akan mengakibatkan defisit dari anggaran di Amerika akan mengalami peningkatan."Kalau defisit anggaran di Amerika mengalami peningkatan, maka dia harus dibiayai oleh hutang. Bagaimana cara membiayai dengan hutang? Dengan mengeluarkan bound. Akibatnya supply bond-nya akan meningkat," papar Chatib."Kalau supply bond-nya akan meningkat, maka harganya akan turun, maka yield-nya akan naik. Di dalam kondisi ini semakin sulit bagi the Fed untuk menurunkan bunga," imbuhnya.Selanjutnya, adalah deportasi massal imigran ilegal. Menurut Chatib, hal ini akan mengganggu keseimbangan pasar tenaga kerja saat ini dan tekanan inflasi upah dapat muncul kembali."Sebagian besar posisi unskilled labor itu didominasi oleh atau undocumented workers. Sehingga kalau kemudian kelompok ini dideportasi, maka dia harus diisi oleh kelompok lain yang tingkat upahnya lebih tinggi. Maka implikasinya adalah inflasi di Amerika akan mengalami peningkatan karena pasar dan tenaga kerjanya sumbernya berkurang," paparnya."Di dalam kondisi ini, kita (mungkin) akan menyimpulkan The Fed bisa menurunkan bunga, namun yang terjadi justru kenaikan bunga. Jika tingkat bunga di Amerika mengalami peningkatan, maka kita akan berhadapan dengan kondisi di mana strong dollar terjadi. Jadi, nilai tukar dari US Dollar akan mengalami peningkatan," lanjutnya.Meski demikian, Chatib optimistis Indonesia akan tetap dapat menarik para investor, yang kemudian akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional."Mungkin akan ada tekanan jangka pendek untuk ekspor produk, rupiah akan ada tekanan, tapi overall indonesia akan masih cukup menarik karena investor masih akan melihat salah satu tempat yang masih bisa menjadi tempat produksi adalah Indonesia. Jadi kalau (target ekonomi) tumbuh 5% saya kira kita masih bisa memperoleh," paparnya.Kondisi Politik Indonesia di Tahun 2025Masa depan ekonomi suatu negara sering kali ditentukan oleh stabilitas politik. Terlebih saat ini Indonesia baru saja mengalami transisi pemerintahan.Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan dari sisi stabilitas politik, pemerintahan Prabowo Subianto mendapatkan apresiasi cukup besar."Berdasarkan data kompas 80,9% masyarakat mengaku puas, data Indikator Politik Indonesia 79,3%, dan terakhir lembaga survei Indonesia 81%," paparnya.Dari tingkat ekonomi, Burhanuddin juga menyebut Prabowo mendapatkan dukungan yang kuat. Bahkan pemerintahan Prabowo mendapatkan apresiasi dari Presiden RI ke-6 Joko Widodo."Overall, pemerintahan Prabowo Subianto itu mendapatkan dukungan yang sangat kuat. Kalau kita bandingkan, pertama di Indonesia tidak ada presiden yang mendapatkan dukungan di parlemen lebih dari 80 persen di tahun pertama. Pak Jokowi tahun 2014, dukungannya hanya 30 persen di parlemen. Namun, Pak Prabowo 80,3 persen," paparnya.Menurut Burhanuddin, capaian ini tentunya tak lepas dari berbagai program yang dicanangkan Prabowo salah satunya bergabungnya Indonesia dengan blok ekonomi yakni Brazil, Russia, India, China, and South Africa (BRICS)."Awal Januari bulan lalu, Indonesia memutuskan masuk sebagai anggota BRICS. Dan tujuan Pak Prabowo untuk masuk ke dalam BRICS salah satunya yang adalah untuk mencari pangsa baru, buat ekspor Indonesia di luar dari pangsa tradisional Eropa dan Amerika Serikat," pungkasnya.