Presiden Prabowo Subianto sudah menginstruksikan liquid petroleum gas (LPG) 3 kilogram boleh dijual kembali di warung-warung atau pengecer sejak Selasa (4/2/2025). Namun, hingga kini gas melon itu masih sulit dicari. Sebab, distribusi ke pengecer belum merata.Bahkan, banyak warung atau toko kelontong yang belum kebagian jatah. Salah satunya Aisyah (40), pedagang di dekat Pasar Buana Raya, Padangsambian, Denpasar Barat."Saya belum dikirimi, sudah kosong satu minggu," ujar Aisyah, Rabu (5/2/2025).Baca juga: Pengecer di Denpasar Kembali Jual LPG 3 Kg, Badung Masih Operasi PasarHingga kini, pangkalan langganannya belum mengisi ulang stok gas di warungnya. Kondisi ini membuat warga sekitar yang biasa membeli LPG di warung Aisyah harus mencari ke tempat lain yang lebih dulu mendapat pasokan.Warga berharap pasokan LPG 3 kg segera kembali normal agar kebutuhan rumah tangga dan usaha kecil tidak terganggu.Pasokan ke Pengecer DikurangiBerbeda dengan Aisyah, Zainur Rahman (25), karyawan warung madura di Pemecutan Kaja, mengatakan warungnya mulai menerima pasokan LPG 3 kg, tadi pagi. Sebuah mobil pikap dari pangkalan langganannya mengirimkan gas, tetapi jumlah yang diterima tidak banyak."Dari 18 tabung yang saya punya, hanya dikasih 10 tabung," ujar pria asal Sumenep itu, Rabu (5/2/2025).Zainur mengungkapkan sejak 1 Februari lalu warungnya kehabisan stok gas, menyebabkan banyak pelanggan menanyakan ketersediaan LPG. Kini, dengan pasokan terbatas, warga sekitar yang bergantung pada warungnya merasa sedikit lega.Hal serupa dialami pasangan Made Indra (58) dan Made Widi (53), pemilik warung di daerah tersebut."Kami punya sekitar 30 tabung. Kemarin sore dapat satu, tadi pagi dapat dua. Langsung habis dipesan tetangga. Bahkan, kami sendiri tidak punya stok untuk dipakai sendiri," kata Indra.Sebelum kebijakan baru diterapkan, pangkalan gas langganan mereka biasanya datang setiap dua hari sekali tanpa batasan jumlah."Kasihan ibu-ibu yang nggak bisa naik motor dan rumahnya jauh dari pangkalan. Kalau gas tidak tersedia di warung, mereka kesulitan membelinya," tambahnya.Badung Masih Gelar Operasi PasarSementara itu, Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Badung memastikan tetap mengadakan operasi pasar khusus gas LPG 3 kg selama beberapa hari ke depan untuk membantu suplai gas ke masyarakat sambil menunggu distribusi kembali normal."Betul-betul, masih. Sambil menunggu daripada situasi benar-benar pulih. Operasi pasar inilah yang kami lakukan secara kontinu dulu, melihat situasi di pengecer normal," kata Kepala Dinas Koperasi UMKM dan Perdagangan Badung I Made Widiana, Rabu.Menurutnya, operasi pasar LPG 3 kg sudah berlangsung di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan sejak Selasa (4/2/2025). Operasi ini akan diperluas ke wilayah lain seperti Kuta Utara, Mengwi, Abiansemal, dan Petang dalam beberapa hari ke depan."Itu akan berlanjut. Sedangkan di Kuta Selatan ada beberapa desa yang belum kami sentuh operasi pasar. Kami tetap lanjut dan akan kami tambahkan," ujarnya.Widiana menyebut saat ini masih dalam masa transisi. Distribusi gas ke pengecer belum sepenuhnya normal, sehingga masyarakat masih kesulitan mendapatkan gas.Baca juga: Pengecer LPG 3 Kg Jadi Subpangkalan, Pengamat: Akses Lebih Mudah"Karena itu akan kami tambah lagi dengan operasi pasar sambil menunggu proses drop dari pangkalan ke pengecer kembali normal. Itu kan butuh proses juga karena masyarakat dalam kosong saat ini, nggak punya gas di rumah. Sementara kami hanya bawakan satu truk berisi 200-300 tabung, sedangkan ada ribuan dapur warga," jelasnya.Mantan Camat Kuta Selatan itu menegaskan tidak ada kelangkaan gas di pasaran. Namun, kebijakan pemerintah pusat yang memangkas distribusi LPG 3 kg hingga pangkalan membuat masyarakat kesulitan. Akibatnya, terjadi antrean karena gas tidak sampai ke pengecer."Dari awalnya masyarakat mudah mendapatkan gas di warung, kini harus mencari ke pangkalan. Meski akhirnya pemerintah pusat mengembalikan kebijakan yang mengizinkan pengecer menjual gas 3 kg lagi dan menjadikannya subpangkalan," tambahnya.Pihaknya masih menunggu petunjuk teknis dari pemerintah pusat dan Pertamina terkait mekanisme pengecer yang akan dijadikan subpangkalan."Kami menunggu kebijakan pengecer jadi subpangkalan. Kami sendiri di dinas masih menunggu informasi lanjut, tentu juga info dari Pertamina dan bagaimana petunjuk teknisnya," tutup Widiana.6 Ribu Pengecer Akan Dijadikan SubpangkalanPemerintah Provinsi (Pemprov) Bali berencana meningkatkan enam ribu pengecer menjadi subpangkalan maupun pangkalan resmi Pertamina. Hal itu dinilai memudahkan akses warga untuk membeli gas elpiji 3 kilogram."Data dari Pertamina, 6 ribu lebih pengecer bisa ditingkatkan (subpangkalan dan pangkalan)," kata Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan ESDM Bali Ida Bagus Setiawan kepada detikBali, Rabu.Setiawan mengatakan Pemprov Bali juga mengusulkan Baga Utsaha Pedruen Desa Adat (BUPDA) dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) agar diberikan kesempatan untuk menjadi pangkalan LPG 3 kg. Menurutnya, badan usaha yang dikelola oleh desa adat maupun desa dinas tersebut bisa menjadi distributor gas melon agar distribusinya tepat sasaran.Meski begitu, Setiawan mengatakan teknis dan mekanisme menjadikan BUPDA dan BUMDes sebagai pangkalan LPG 3 kg diatur oleh Pertamina dan Hiswana Migas. "Pemprov usul BUPDA dan BUMDES juga diberikan peluang atau kesempatan untuk jadi subpangkalan dan pangkalan," pungkasnya.Pengamat Nilai Akses Lebih MudahKebijakan yang mengizinkan kembali pengecer menjual LPG 3 kg akan membawa dampak yang signifikan bagi masyarakat. Sebelumnya, larangan pengecer menjual gas melon menyulitkan masyarakat karena harus membeli gas subsidi tersebut di pangkalan.Pengamat ekonomi Ida Bagus Raka Suardana menilai dengan diizinkannya pengecer menjual gas subsidi, distribusi LPG 3 kg menjadi lebih merata dan memudahkan masyarakat."Masih ada tantangan dalam memastikan distribusi LPG 3 kg tepat sasaran. Itu masih menjadi perhatian utama. Data menunjukkan hanya sekitar 34,5 persen subsidi energi mencapai target yang ditetapkan, sementara sisanya dinikmati oleh kelompok yang tidak berhak," jelas akademisi Universitas Nasional Denpasar (Undiknas) itu.Menurut Raka, kewajiban menunjukkan KTP saat membeli gas 3 kg adalah salah satu langkah tepat yang diambil pemerintah. Hal itu bertujuan memastikan subsidi tepat sasaran dan mencegah penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak mendapatkan subsidi gas.Selain itu, Raka berujar, pemerintah yang mendorong pengecer untuk meningkatkan status mereka menjadi subpangkalan resmi harus dibarengi dengan pengawasan ketat. Dengan menjadi subpangkalan, pengecer diharapkan bisa beroperasi secara terstruktur dan terawasi."Menurut saya distribusi LPG bersubsidi dapat berjalan lebih efisien dan tepat sasaran. Tujuannya ya memperpendek rantai distribusi, dan terpenting memastikan harga jual sesuai dengan yang ditetapkan," kata dia.Potensi Masalah di Pangkalan Raka tak menampik pembelian LPG 3 kg di pangkalan menimbulkan permasalahan, seperti adanya antrean dan adanya kekhawatiran masyarakat terhadap kelangkaan gas. Tetapi menurut Raka, kebijakan pemerintah sebetulnya bertujuan baik untuk memastikan suplai yang tepat dan mencegah praktik kejahatan seperti pengoplosan hingga ketidakstabilan harga."Dengan sistem kemarin (pangkalan), pemerintah punya kontrol lebih baik terhadap siapa yang membeli dan berapa harga yang ditetapkan. Tapi saat diterapkan, tampaknya masyarakat yang sebelumnya terbiasa membeli di pengecer kesulitan beradaptasi, menyebabkan antrean panjang dan kekhawatiran akan kelangkaan," beber Raka.Baca juga: 6 Ribu Pengecer LPG 3 Kg di Bali Siap Jadi Pangkalan dan Sub PangkalanRaka Suardana meminta perlu adanya sosialisasi yang masif dan dukungan teknologi yang mumpuni untuk memastikan distribusi di tingkat pengecer transparan dan efisien. Dia mendorong pemerintah melalui Kementerian ESDM dan Pertamina, berkomitmen membantu proses pendaftaran dan pembekalan sistem aplikasi bagi pengecer yg ingin menjadi subpangkalan."Secara keseluruhan, kebijakan yang mengizinkan kembali pengecer menjual LPG 3 kg memberikan kemudahan akses bagi masyarakat. Tapi untuk memastikan distribusi yang adil dan tepat sasaran itulah yang perlu pengawasan ketat, sosialisasi yang efektif, dan teknologi dalam proses distribusi yang juga penting," tandas Raka.