Jejak Kolonialisme di Ereveld Kembang Kuning: Prajurit KNIL Pribumi

Jejak Kolonialisme di Ereveld Kembang Kuning: Prajurit KNIL Pribumi

dpe2024/12/27 19:43:07 WIB
Makam tentara KNIL pribumi di Ereveld Kembang Kuning Surabaya. (Foto: Firtian Ramadhani/detikJatim)

Makam kehormatan Ereveld Kembang Kuning tidak hanya menjadi tempat peristirahatan prajurit Belanda korban perang, tetapi ada juga beberapa makam yang pribumi atau warga Indonesia. Mereka adalah para tentara Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL)."Ya, jadi yang dimakamkan disini (Ereveld) terdiri dari berbagai etnis. Ada dari orang Belanda, Indonesia, Tionghoa, dewasa hingga anak-anak. Makamnya (orang muslim) ada di sebelah barat, menghadap ke kiblat, berbeda dengan makam lainnya," kata Opzichter Ereveld Kembang Kuning, Audry S. Latuputty kepada detikJatim, Kamis (21/11).Pantauan detikJatim saat di lokasi, terlihat sejumlah makam orang-orang Muslim yang memiliki perbedaan peletakan dengan makam yang lain. Dari total 15 blok di seluruh area makam, semua disediakan pembatas oleh pihak Ereveld."Jadi dulu mereka (orang-orang Indonesia) merupakan tentara KNIL (Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger), tentara Hindia Belanda yang sedang bertugas. Mereka berasal dari pribumi dengan banyak suku, termasuk Sunda, Madura, hingga Jawa," katanya.Meski begitu, Audry menuturkan bahwa mereka merupakan korban perang. Sehingga, mereka turut dimakamkan di Ereveld Kembang Kuning."Sama saja (orang-orang Muslim), mereka juga korban perang. Jadi sama dengan orang-orang Belanda lainnya yang turut dimakamkan di sini," ujarnya.Baca juga: Tak Hanya Orang Eropa Saja, Warga Jawa Juga Disemayamkan di Makam PenelehPerlu diketahui, KNIL adalah tentara Kerajaan Hindia Belanda yang didirikan pada 1830. KNIL adalah pasukan bentukan Belanda yang ditujukan untuk memperluas wilayah jajahan Hindia Belanda, juga untuk mengawasi dan mengontrol wilayah jajahan.Tentara KNIL tidak hanya beranggotakan prajurit kulit putih, tetapi juga pribumi atau bumiputera yang terdiri dari kelompok suku Jawa yang berjumlah paling banyak, hingga kelompok minoritas baik Kristen dari Maluku dan Minahasa, juga orang Sunda.Makam Ereveld Kembang Kuning Surabaya. (Foto: Firtian Ramadhani/detikJatim)Mengutip dari artikel Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) yang ditulis Satrio Dwicahyo dari Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada yang dimuat dalam Ensiklopedia Sejarah Indonesia, pada 1861 54% prajurit KNIL adalah bumiputera.Jumlah yang banyak ini disebabkan oleh kedudukan mayoritas bumiputera sebagai prajurit rendah, bukan perwira. Pada 1936, KNIL tercatat memiliki 13.000 prajurit Jawa dan 4.000 prajurit Ambon, komposisi yang berlangsung hingga nasib tentara kolonial ini diakhiri.Petrik Matanasi dalam buku Pribumi Jadi Letnan KNIL menyebutkan kesatuan militer ini dibentuk saat terjadinya Perang Diponegoro. Tentara ini diberi tugas membantu mengamankan dan melindungi pihak Belanda dari serangan kelompok Diponegoro.Mulanya KNIL terdiri dari separuh tentara Eropa dan separuh tentara pribumi. Tetapi sejak akhir 1830-an, perbandingan tentara Eropa dan pribumi berubah. Jumlah tentara pribumi lebih banyak dibandingkan tentara Eropa karena makin jarangnya sukarelawan asal Eropa.Baca juga: Berburu Bangunan Kolonial di Kota Pahlawan Bareng Oud Soerabaja HunterSelain sukarelawan, anggota KNIL juga terdapat tentara bayaran asal Perancis, Swiss, Belgia, dan Jerman. Petrik menyebutkan bahwa Tentara KNIL mayoritas beranggotakan pribumi yang jumlahnya mencapai sekitar 71%.Meski KNIL adalah tentara kolonial, organisasi militer ini melahirkan nama-nama besar yang kelak akan menjadi ujung tombak tentara-tentara republik. Ex-KNIL yang berpangkat paling tinggi ialah Jenderal Besar A.H. Nasution dan Jenderal Besar Soeharto.Sebagai penanggung jawab Ereveld Kembang Kuning, Audry S. Latuputty menegaskan bahwa setiap makam di Ereveld dirawat dengan baik tanpa membedakan latar belakang pemiliknya."Kami memastikan bahwa perawatan makam dilakukan sama rata. Semua dimakamkan dengan penuh penghormatan, tidak ada perbedaan pangkat maupun status sosial," tambahnya.Bukan hanya itu, Ereveld Kembang kuning juga memberikan semacam edukasi kepada para pengunjung yang datang ke makam ini. Terutama sebagai gambaran bahwa perang di masa lalu melibatkan banyak pihak."Area makam ini menjadi bukti nyata bahwa konflik masa lalu melibatkan banyak pihak. Tidak hanya orang Belanda, tetapi juga dari berbagai etnis. Karena itu, kami juga membuka area ini untuk kunjungan edukasi," tandas Audry.Monumen pertempuran di Laut Jawa. Baca halaman selanjutnya.Salah satu monumen paling ikonis di Ereveld Kembang Kuning Surabaya adalah Monumen Karel Doorman di tengah taman makam. Monumen ini didirikan untuk mengenang pertempuran Laut Jawa pada 27 Februari 1942, di mana 3 kapal perang Belanda tenggelam oleh serangan tentara Jepang."Monumen ini memuat 915 nama prajurit Angkatan Laut Belanda yang gugur saat berusaha menahan pasukan Jepang di perairan Laut Jawa," ungkap Opzichter Ereveld Kembang Kuning, Audry S. Latuputty kepada detikJatim, Selasa (17/12/2024).Baca juga: Cerita Awal Mula Makam Peneleh Surabaya Dibangun hingga Jadi Cagar BudayaSelain Monumen Karel Doorman terdapat sembilan monumen lainnya yang memperingati berbagai peristiwa penting. Terdapat juga makam yang berbentuk tameng, tempat peristirahatan korban perang yang dipindahkan dari daerah seperti Kalimantan dan Indonesia Timur.Monumen Karel Doorman di Makam Ereveld Kembang Kuning Surabaya. (Foto: Firtian Ramadhani/detikJatim)Nisan di makam ini pun dirancang dengan keunikan masing-masing. Ada monumen yang khusus anak-anak, ditandai bentuk nisan yang lebih pendek dan monumen untuk dewasa dengan nisan yang lebih tinggi. Ini mencerminkan penghormatan kepada berbagai kelompok usia yang menjadi korban perang."Kami memastikan semua monumen dan makam dirawat dengan baik, agar tetap menjadi tempat yang layak dan terhormat bagi para korban," jelas Audry.Baca juga: Sosiolog Ungkap Alasan Prostitusi Makam Kembang Kuning Sulit DiberantasKeunikan lainnya, makam-makam di Ereveld Kembang Kuning tidak dibedakan berdasarkan pangkat, agama, atau status sipil dan militer. Semuanya diperlakukan sama, mencerminkan semangat kesetaraan dan penghormatan."Ada makam untuk Muslim, Nasrani, Buddha, bahkan Yahudi. Kami juga menempatkan makam Muslim menghadap kiblat sesuai tradisi," tambahnya.Dalam proses perawatan, pengelola menggunakan teknik khusus untuk memastikan kebersihan dan kerapian monumen. Setiap nisan dibersihkan dengan sabun dan air, serta diluruskan dengan tali agar tetap sejajar. Perawatan ini dilakukan secara rutin setiap dua hingga tiga bulan.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya