Suchir Balaji menjadi sorotan publik setelah kematiannya yang misterius pada tanggal 26 November 2024. Balaji, yang berusia 26 tahun, ditemukan tewas di apartemennya di San Francisco, dengan penyebab kematian dikonfirmasi sebagai bunuh diri oleh Kantor Kepala Pemeriksa Medis San Francisco.Namun, kematiannya telah memicu berbagai spekulasi dan teori konspirasi di media sosial. Sebab peristiwa tragis ini terjadi beberapa minggu setelah dia membuat tuduhan serius terhadap perusahaan AI tersebut.Baca juga: Sebelum Meninggal Mendadak, Mantan Karyawan OpenAI Bocorkan IniSiapa Suchir Balaji?Balaji lulus dari University of California, Berkeley, pada tahun 2021 dengan gelar Sarjana Ilmu Komputer. Selama masa kuliahnya, ia menonjol dalam kompetisi pemrograman, dengan meraih posisi ke-31 dalam ACM ICPC (International Collegiate Programming Contest) 2018 World Finals. Ia juga meraih juara pertama dalam Pacific Northwest Regional dan Berkeley Programming Contests 2017. Menurut profil LinkedIn-nya, Balaji memenangkan hadiah sebesar USD100.000 atau Rp 1,6 miliar dalam "Tantangan Algoritma Pemeriksaan Penumpang" yang disponsori TSA oleh Kaggle.
Dari tahun 2016 hingga 2017, Balaji bekerja di Quora sebagai insinyur perangkat lunak. Setelah itu, ia beralih ke bidang kecerdasan buatan dan pada bulan Agustus 2020, ia telah menyelesaikan magang di tiga perusahaan, termasuk OpenAI.Karier di OpenAIPada bulan November 2020, Balaji bergabung dengan OpenAI, tempat ia bekerja mengembangkan dan menyempurnakan model seperti ChatGPT dan GPT-4. Pekerjaannya meliputi pengumpulan dan pengorganisasian data yang penting untuk melatih sistem AI ini. Seiring berjalannya waktu, Balaji semakin khawatir tentang penggunaan materi berhak cipta oleh OpenAI dalam melatih modelnya. Ia mempertanyakan ketergantungan perusahaan pada pembelaan "penggunaan wajar". Pada bulan Agustus 2024, ia mengundurkan diri dari OpenAI, dengan alasan masalah etika ini. Whistleblower yang BeraniDalam wawancara bulan Oktober dengan The New York Times , Balaji mengemukakan kekhawatiran tentang implikasi etis dari AI generatif, dengan menyatakan bahwa produk tersebut dapat menciptakan pengganti yang bersaing dengan data asli, yang berpotensi merugikan pembuat konten.