Air mani adalah cairan kental berwarna putih yang keluar dari kemaluan seseorang. Biasanya, air mani keluar karena adanya dorongan syahwat yang tinggi baik itu disengaja maupun tidak.Menukil dari buku Fiqih Praktis Sehari-hari yang disusun Farid Nu'man Hasan, ketika air mani keluar maka seseorang akan merasa lemas. Muslim yang mengeluarkan air mani disyariatkan untuk mandi wajib atau junub setelahnya ketika ingin beribadah.Baca juga: Tata Cara Mandi Wajib setelah Keluar Air Mani dan NiatnyaAir Mani Najis Menurut Pendapat Jumhur UlamaAhmad Sarwat dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Taharah menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai hukum najisnya air mani. Meski demikian, jumhur ulama seperti mazhab Hanafi, Maliki dan Hanabilah mengatakan bahwa air mani termasuk benda najis.Dasar air mani sebagai najis merujuk pada hadits dari Aisyah RA. Dia menceritakan dirinya mencuci bekas sisa air mani Rasulullah SAW yang telah mengering di pakaian beliau."Aku mencuci bekas air mani pada pakaian Rasulullah SAW, lalu beliau keluar untuk salat meskipun masih ada bekas pada bajunya." (HR Bukhari dan Muslim)Kemudian, ada juga atsar dari Abu Hurairah RA. Beliau berfatwa,"Kalau kamu melihat air mani, cucilah bagian yang terkena saja, tetapi kalau tidak terlihat, cucilah baju itu seluruhnya."Selain itu Ali bin Abi Thalib RA juga berpendapat bahwa air mani termasuk najis. Ia mengatakan air mani sederajat dengan air kencing.Air Mani Bukan Najis Menurut Mazhab Syafi'iMasih dari sumber yang sama, menurut pendapat mazhab Syafi'iyyah air mani bukan termasuk najis. Mereka berpendapat bahwa semua benda yang keluar dari kemaluan depan atau belakang termasuk najis, tetapi air mani dan turunannya dikecualikan.Dalil terkait air mani bukan najis merujuk pada hadits Rasulullah SAW yang bersumber dari Ibnu Abbas RA. Nabi Muhammad SAW ditanya soal hukum air mani yang terkena pakaian, beliau menjawab:"Air mani itu hukumnya seperti dahak atau lendir, cukup bagi kamu untuk mengelapnya dengan kain." (HR Al Baihaqi)Seperti diketahui, dahak atau lendir bukan termasuk najis meski menjijikan bagi sebagian orang. Oleh sebab itu, mani disetarakan dengan dahak dan lendir yang otomatis kedudukannya bukan termasuk najis.Perbedaan Mani, Wadi dan MadziSelain mani, ada yang namanya wadi dan madzi. Meski ketiganya termasuk cairan yang keluar dari kemaluan, terdapat perbedaan yang perlu dipahami.Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah-nya, mani, madzi dan wadi termasuk kategori najis. Dengan begitu, muslim harus menyucikannya.Terlepas dari hukumnya, muslim harus tetap bersuci apabila cairan tersebut keluar dari kemaluan.Diterangkan dalam Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi terjemahan Shofa'u Qolbi Djabir, cara keluar mani adalah memancar dari kemaluan dan disertai rasa nikmat. Wajib hukumnya untuk mandi junub sebelum melaksanakan ibadah setelah muslim mengeluarkan air mani. Namun, jika air mani mengenai pakaian hendaknya seseorang membasahinya jika masih basah.Apabila air mani sudah mengering, maka cukup dengan mengeriknya. Ini sesuai dengan hadits dari Aisyah RA,"Sesungguhnya cukup bagimu mencuci bagian yang terkena saja jika engkau nyata-nyata melihatnya; namun jika tidak, engkau cukup menyiram bagian sekitarnya dengan air. Sungguh, aku pernah membersihkan mani yang ada di kain Rasulullah dengan cara mengeriknya saja dan selanjutnya beliau shalat dengan mengenakan kain tersebut." (HR Muslim)Sementara itu, madzi tergolong cairan ringan yang keluar karena rangsangan ketika bercumbu. Madzi berwujud bening dan bergetah, ketika cairan ini keluar maka seseorang tidak merasakan apapun. Madzi juga disebut bentuk najis yang sulit untuk dihindari dan hukumnya najis.Cara menyucikan madzi cukup dengan menyuci dam membasuh dengan air jika terkena anggota badan. Apabila mengenai pakaian, muslim bisa membersihkan dengan menuangkan air sepenuh telapak tangan ke bagian yang terkena madzi dan berwudhu seperti ketika ingin salat.Setelah mani dan madzi, ada yang namanya wadi. Wadi merupakan cairan putih kental dan keruh yang keluar setelah atau mengiringi air seni. Para ulama menyepakati bahwa hukum wadi termasuk najis. Cara menyucikan wadi yaitu dengan membasuh kemaluan atau anggota badan yang terkena, selanjutnya lakukan wudhu.Cara Menyucikan NajisMenurut buku Pintar Ibadah susunan Ustaz Fatkhur Rahman, najis terbagi atas tiga tingkatan yaitu mukhaffafah (najis ringan), mutawasithah (najis biasa atau sedang), mughallazah (najis berat). Cara menyucikan najis-najis ini berbeda, tergantung kategorinya.Najis mukhaffafah bisa disucikan dengan cara memercikkan air suci ke sesuatu yang terkena najis. Sementara itu, najis mutawasitah ainiyah bisa disucikan dengan mencucinya hingga warna, bau, dan rasanya hilang, setelah itu dibasuh dengan air yang suci.Adapun, najis mutawasitah hukmiyah disucikan dengan cara membasuh dan mengalirkan air suci pada sesuatu yang terkena najis. Berbeda dengan najis mughallazah yang harus disucikan dengan mencucikan sebanyak 7 kali yang salah satunya dicampur debu atau tanah. Setelah itu, barulah dialirkan air suci pada sesuatu yang terkena najis.