Sarkem, Tempat Nongkrong Favorit Turis Sebelum Prawirotaman

Sarkem, Tempat Nongkrong Favorit Turis Sebelum Prawirotaman

wsw2023/08/15 15:05:40 WIB
Foto: Sarkem alias Pasar Kembang di Jogja (Usman Hadi/detikcom)

Kawasan Pasar Kembang (Sarkem) ternyata dulu tempat nongkrong favorit turis di Jogja, sebelum bergeser ke Prawirotaman. Bagaimana kisahnya?Sarkem merupakan sebuah wilayah yang terletak di Sosromenduran, Kota Jogja. Daerah ini lebih dikenal masyarakat sebagai kawasan prostitusi. Padahal, dulu Sarkem memiliki sejarah penting bagi ekonomi Jogja.Menurut Budayawan Kotagede Jogja, Achmad Charris Zubair, secara konotatif Pasar Kembang awalnya memang sebuah pasar yang benar-benar menjual berbagai jenis bunga."Ya sebetulnya istilah Pasar Kembang itu kan memang pasar untuk jual kembang (bunga). Bunga beneran. Untuk sesaji dan lainnya," kata Zubair, Jumat (4/8) lalu.Pergeseran Fungsi Pasar KembangSaat itu, Stasiun Tugu mengalami pemugaran yang mengakibatkan terjadinya relokasi para pedagang bunga di Sarkem. Mereka dipindahkan ke daerah Kotabaru, tepatnya di Jalan Ahmad Jazuli.Usai ditinggalkan oleh para pedagang, Sarkem pun mulai berkembang menjadi destinasi wisata. Ditandai dengan berdirinya berbagai penginapan yang dibangun untuk mengakomodasi para wisatawan yang hilir-mudik di Stasiun Tugu."Di mana-mana sebetulnya, deket pelabuhan, deket stasiun itu pasti ada juga tempat untuk pusat wisata," kata Zubair.Baca juga: Usai Ziarah ke Kotagede, Anies Baswedan Dihadiahi Tombak Asmaul HusnaPusat wisata di dekat stasiun tersebut dapat berupa berbagai jenis wisata. Mulai dari kuliner, sejarah, hingga mengarah ke aktivitas semacam lokalisasi. Menurut Zubair, salah satu area di Sarkem kemudian berkembang menjadi tempat praktik prostitusi."Makanya sekarang konotasinya Sarkem itu ke arah sana. Tapi itu memang sudah cukup lama ada," jelas Zubair.Selain berada di dekat Stasiun Tugu, perkembangan Sarkem sebagai tempat nongkrong turis juga dilatarbelakangi oleh posisinya yang berdampingan dengan Jalan Malioboro.Jalan sepanjang kurang lebih 700 meter tersebut merupakan salah satu ikon wisata Jogja yang selalu ramai dikunjungi turis setiap harinya. Baik oleh turis domestik maupun turis mancanegara."Sebab bagaimanapun juga kan Sarkem itu deket satu destinasi utama Jogja, Malioboro. Jadi wajar kalau misalnya Sarkem jadi pusat wisata," kata Zubair.Awal Mula Prawirotaman Jadi Tempat Nongkrong TurisSedangkan Prawirotaman, menurut penuturan Zubair adalah sebuah wilayah yang menjadi salah satu pusat kerajinan dan industri batik di masa lalu."Kalau Prawirotaman itu dulu kan sebetulnya daerah batik. Kotagede, Karangkajen, Prawirotaman, Tirtodipuran, dan Mangkuyudan itu memang di masa lalu menjadi sentranya juragan-juragan batik di Jogja. Rumahnya besar-besar," tutur Zubair.Pergeseran jenis bisnis di Prawirotaman kemudian terjadi saat industri batik mulai mengalami keterpurukan. Saat itu, para juragan batik mulai memutar otak agar kegiatan ekonomi mereka tetap berjalan.Baca juga: Populer: Bunyi Mencekam yang Misterius Muncul dari Bawah Tanah di SumenepMereka kemudian mengubah jenis bisnis mereka, yang awalnya berfokus pada industri tekstil diubah menjadi akomodasi wisata. Upaya tersebut rupanya membuahkan hasil. Prawirotaman pun berubah menjadi destinasi wisata tempat nongkrong para turis."Ketika batik terpuruk, iki omah gede nggo opo? (ini rumah besar untuk apa?). Yaudah akhirnya ada yang usaha hotel, restoran, dan sebagainya. Di situlah kemudian berkembang (menjadi destinasi wisata)," jelas Zubair.Terkait keterpurukan industri batik, ia menjelaskan di masa sekarang batik sudah mengalami kemajuan yang terbilang pesat. Batik yang dulu terbilang sebagai pakaian sehari-hari, kini telah berubah menjadi elemen fashion yang lebih eksklusif maupun barang yang non-eksklusif."Sekarang jadi fashion yang mungkin lebih eksklusif atau bahkan juga mungkin malah jadi taplak meja, jadi seprai, sarung bantal, segala macam," tutur Zubair.Sarkem Tetap Jadi Pusat WisataMenurut Zubair, meskipun Prawirotaman kini menjadi tempat nongkrong turis terutama turis asing, hal ini tidak dapat disebut sebagai pengganti posisi Sarkem sebagai pusat wisata."Nggak pindah. Sebab masing-masing masih punya semacam daya tarik sendiri-sendiri. Kalau saya kurang setuju dengan istilah pindah. Sebab Sarkem juga masih punya turis," tukas Zubair.Sarkem masih memiliki daya tarik yang tak lekang oleh waktu. Jalan Malioboro dan Stasiun Tugu sukses meningkatkan ekonomi Sarkem. Terbukti dengan banyaknya penginapan dan hotel yang didirikan di wilayah tersebut.Zubair menjelaskan bahwa fenomena ini lebih tepat disebut sebagai perluasan destinasi wisata para turis. Dapat juga disebut sebagai perkembangan ekonomi dan perubahan jenis industri di Sarkem dan Prawirotaman.------Artikel ini telah naik di detikJogja.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya