Kamu Sedih Kena Rolling Kelas? Ini Sisi Positif & Kiat Hadapinya dari Psikolog

Kamu Sedih Kena Rolling Kelas? Ini Sisi Positif & Kiat Hadapinya dari Psikolog

twu2023/07/21 11:00:10 WIB
Detikers kena rolling kelas tahun ini? Psikolog Unair berbagi sisi positif rolling kelas dan kiat menghadapinya. Foto: Pradita Utama

Beragam siswa mengungkapkan rasa sedih dan kesal pisah kelas dengan teman-teman dekatnya di awal tahun ajaran baru. Rupanya, sekolah dan madrasah mereka menerapkan kebijakan rolling siswa antarkelas setiap kenaikan kelas.Dirangkum dari penelusuran teratas Twitter per Kamis (20/7/2023), para siswa sedih karena berpisah dengan teman dekat maupun wali kelas, harus beradaptasi dengan orang baru, dan harus sekelas dengan siswa yang tidak disukai. Terpisah dengan teman-teman lain yang ternyata berkumpul di satu kelas yang sama juga salah satu yang dikemukakan.Psikolog Dr Dewi Retno Suminar, MSi, Psikolog dari Universitas Airlangga (Unair) menuturkan, sistem rolling kelas memiliki manfaat positif bagi siswa ke depannya untuk bertumbuh dewasa."Secara psikologis, secara mental, itu baik untuk dipaksa berhadapan dengan situasi baru. Jika berteman dengan yang itu-itu saja, maka kemampuan adaptasi, kemampuan interpersonal, itu tidak berkembang kalau kelasnya itu-itu saja. Jadi kemampuan tersebut berpeluang akan lebih baik jika siswa dicampur ke kelas dengan orang baru, karena di situlah ia akan mengembangkan kemampuan tersebut," kata Dewi pada detikEdu, Kamis (20/7/2023)."Jadi ini mendukung kemampuan adaptasi, terlebih kemampuan adaptasi anak muda sekarang dinilai tidak bagus. Berdasarkan keluhan HRD (Human Resources Development), pekerja muda kini bisa mundur tanpa berita. Kalau nggak cocok, ngambek, mundur," sambungnya.Beradaptasi setelah Rolling KelasDewi menuturkan, kendati sedih dan kesal, siswa bisa mulai berkenalan dengan teman-teman yang belum akrab di kelas baru. Dari situ, siswa bisa melebarkan perkenalan dan pertemanan dengan siswa lain yang belum dikenal."Belajar bahwa ini berproses. Nggak langsung nge-klik. Jadi harus orientasi dulu," ucapnya.Mengatasi Kekhawatiran Putus PertemananBagaimana jika teman lama nanti punya teman dekat baru di kelas baru? Apakah siswa akan ditinggal? Kekhawatiran ini juga salah satunya muncul di tengah rolling kelas. Dewi mengatakan, terlepas dari teman lama bisa menjaga pertemanan atau tidak denganmu, detikers tetap bisa berproses membuka perkenalan dan pertemanan dengan teman baru di kelas baru."Berproses, ya. Justru, kalau nggak dapat respons (menjaga pertemanan) dari teman lama, akan dapat teman baru. Jadi remaja perlu diajarkan, dihadapkan, dengan orang baru. Jangan mager berkenalan. Remaja perlu dihadapkan dengan paradigma ini, karena lingkungan ke depannya nanti akan makin variatif," tuturnya.Peran Guru dan Ortu >>>Bagaimana Jika Tak Kunjung Dapat Teman?Dewi menambahkan, dalam perpisahan antarkelas dengan teman akibat sistem rolling kelas, guru punya peran untuk mencairkan suasana. Ice breaking games, contohnya, bisa dimainkan dengan dipandu guru agar siswa bisa berkenalan secara nyaman dengan siswa-siswa sekelas."Misalnya untuk saling kenal, ada games perkenalan. Bercerita. Dibentuk kelompok lalu menceritakan pengalaman di kelas sebelumnya dalam kelompok-kelompok kecil siswa, sehingga cair pertemanannya," kata Dewi.Dewi menjelaskan, penerapan sistem rolling kelas tak ada minusnya secara psikologis. Namun dalam kasus yang jarang terjadi, guru jadi mendeteksi adanya gangguan pada siswa."Ini case-nya sedikit sekali ya, biasanya ada gangguan. Biasanya dari sini justru ketahuan, anak yang mengalami anxiety perpisahan dengan teman itu terdeteksi, sehingga dapat ditangani lebih lanjut," terangnya.Ia menjelaskan, tahapannya yaitu guru di kelas mendeteksi adanya gejala cemas ini, lalu berkoordinasi dengan guru Bimbingan Konseling (BK). Siswa lalu bisa menjalani konseling dulu dengan guru BK. Guru dan guru BK juga bisa bekerja sama melibatkan anak dalam proses yang mendukungnya."Gurunya bisa mencarikan teman yang lebih welcome, atau dilibatkan dalam proses yang mendukung. Di ice breaking itu contohnya, siswa bisa menemukan bahwa 'oh ternyata dia (teman baru) juga suka ini'. Itu namanya self disclosure game. 'Oh dia suka game ini, film ini', jadi lama-lama bisa klik," tuturnya."Kecuali untuk anak tadi (yang cemas), bisa dideteksi guru dulu, lalu dikonseling di BK dengan melibatkan orang tua. Jika tidak cukup, bisa nanti dikonsul dengan psikolog. Ini bukan soal berbaur aja, tapi perlu penanganan lebih lanjut.Dewi menggarisbawahi, orang tua juga perlu melihat sisi positif sistem rolling kelas dan tidak reaktif dengan keluhan anak. Sedangkan guru perlu menjalankan ice breaking di minggu-minggu awal sekolah."Orang tua jangan cawe-cawe mendengar keluhan anaknya lalu cepat ikut nggak seneng, ikut reaktif juga. Sedangkan untuk guru, pada proses pengajaran di minggu-minggu pertama, sebaiknya ada fase ice breaking, pencairan suasana, agar siswa jadi lebih rileks di kelas barunya," pungkasnya.Selamat beradaptasi di kelas baru, detikers.

Klik untuk melihat komentar
Lihat komentar
Artikel Lainnya