Relawan pengawal ambulans mengalami kecelakaan, videonya viral di media sosial. Pemotor itu sempat berdiri di atas motor ketika mengawal ambulans.Dalam potongan video yang menyebar di media sosial, rekaman nampak dari dashboard mobil ambulans, pemotor itu sempat menyalip ambulans, terlihat posisi badannya sedang berdiri. Lalu motornya oleng, tunggangannya jatuh ke arah kiri di mana banyak mobil yang sedang mengantre.Brak.. sejurus kemudian motornya menabrak mobil, lalu terpental ke arah kanan. Sementara pemotor yang sempat tersungkur terlihat bangkit kembali. Dia juga terlihat dibantu oleh warga sekitar.Langkah komunitas pengawalan yang peduli terhadap ambulans atau penanganan orang sakit patut diapresiasi. Tetapi keberadaannya masih dianggap menabrak aturan.Komunitas pengawal ambulans ini memang memiliki niat baik karena ambulans sering kali diabaikan oleh pengendara lain, terutama saat kemacetan. Di sisi lain pengawal ambulans memiliki anggota dengan berseragam lengkap dan identitas dari komunitas itu sendiri. Bahkan, ada anggota komunitas pengawal ambulans yang melengkapi motornya dengan sirine dan strobo.Baca juga: Pelajaran Hindari Kejahatan Modus Pria Bersandal Berpaku Gembosi BanJusri Pulubuhu, praktisi keselamatan berkendara yang juga founder dan instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) menyinggung soal skill pengawalan komunitas relawan ambulans. Cara pengawalan kurang tepat. Kata dia, yang berhak melakukan pengawalan dan memiliki diskresi rekayasa lalu lintas sesuai undang-undang hanya petugas polisi."Jangankan pengawalan, untuk melakukan konvoi saja ada kelompok officer yang telah dipilih dan diberikan pengetahuan melalui sebuah training. Training menjaga jarak, memberikan komunikasi kepada orang lain, memberikan komunikasi kepada internal, apa saja yang harus dilakukan, misalnya hand signal, bahkan sampai situasi-situasi emergency. Apalagi dalam hal pengawalan. Pengawalan ini di polisi atau di instansi militer, ditraining. Paspampres ditraining. Ada sertifikasinya. Dan ingat di luar polisi mereka tidak punya hak melakukan rekayasa lalu lintas," kata Jusri kepada detikcom, beberapa waktu yang lalu.Menurut Jusri, sebagai pengguna jalan kita harus paham segala risiko yang bisa terjadi. Bisa saja ancaman kecelakaan datang dari pengguna jalan lain. Bahkan menurutnya, anggota kepolisian yang telah dibekali pelatihan dan sertifikasi pun ada yang mengalami kecelakaan akibat kelalaian orang lain."Kalau kita pahami, maka kita harus menyikapi salah satunya adalah ancaman-ancaman (kecelakaan) akibat kesalahan-kesalahan orang lain. Ini perlu bukan hanya pengetahuan, tapi perlu pemahaman. Pemahaman itu yang efektif selalu berbasis bukan dari pengalaman, tapi training dari sekolah," ujar Jusri.Untuk mengurangi risiko itu, Jusri mengajak para relawan ambulans untuk mengubah pola kerjanya. Bahwa niat baik itu bisa disalurkan dengan cara yang tepat.Baca juga: Duh! Pemotor Aerox Nyalip di Tikungan, Endingnya 'Hilang' di Semak-semak"Dalam kasus semacam ini, harusnya kalau kawan-kawan dari komunitas-komunitas sukarelawan tadi, mereka seharusnya tidak melakukan (pengawalan) itu. Tetapi memfasilitasi, memberitahukan pihak polisi. Itu mendapatkan suatu kebajikan yang luar biasa. Mengarahkan polisi, 'Pak, tolong bantu ada ambulans,' dan sebagainya. Jaringan komunitas pun akan mudah untuk melakukan permohonan tersebut kepada polisi daripada pasien yang akan diangkut," ucap Jusri.View this post on InstagramA post shared by Andre Li (@andreli_48)Hal senada juga diungkapkan Badan Kehormatan Road Safety Association (RSA) Rio Octaviano, sejatinya ambulans sudah masuk dalam kendaraan prioritas."Karena ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh komunitas ini. Antara lain, melakukan protokol prioritas di jalan raya dan menggunakan alat isyarat bunyi dan sinar (strobo dan sirine). Belum lagi secara teknis, para pelaku pengawalan ini belum terbukti memiliki keahlian khusus dalam melakukan protokol prioritas di jalan raya. Hal ini dapat membahayakan pengguna jalan lain dan juga mengganggu kenyamanan. Perlu diketahui, bahwa di dalam peraturan, yang menjadi prioritas adalah ambulansnya bukan kendaraan yang melakukan pengawalan," kata Rio beberapa waktu yang lalu.Dia berharap komunitas-komunitas ini menempuh jalur dengan tetap dalam koridor hukum yang berlaku dalam merealisasikan idealismenya."Contoh, dapat membantu rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki ambulans berkomunikasi dengan Polsek/Polres setempat dalam hal bantuan pengawalan apabila dibutuhkan, edukasi kepada masyarakat pengguna kendaraan pribadi terhadap pentingnya jalur emergensi," pungkas Rio.Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang berhak melakukan pengawalan adalah petugas Polri. Hal itu tertulis pada Pasal 135 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 yang menyebutkan, kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.Baca juga: Viral Pajero Sport Berstrobo Minta Jalan di Tol, Calya Ogah MinggirAdapun tujuh kendaraan yang mendapat hak utama di jalan raya menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 sesuai urutannya antara lain:Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;Ambulans yang mengangkut orang sakit;Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada Kecelakaan Lalu Lintas;Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;Iring-iringan pengantar jenazah; dankonvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.