Membayar fidyah setelah lebaran dilakukan umat muslim sebagai tebusan utang puasa Ramadan. Berikut penjelasan, niat hingga tata cara membayar fidyah yang telah dirangkum detikSulsel.Melansir Laman Badan Amil Zakat Nasional, fidyah diambil dari kata "fadaa" artinya mengganti atau menebus. Bagi beberapa orang yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa dengan kriteria tertentu, diperbolehkan tidak berpuasa serta tidak harus menggantinya di lain waktu. Namun, sebagai gantinya diwajibkan untuk membayar fidyah.Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa. Hal ini tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 184."(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (Q.S. Al Baqarah: 184)Baca juga: Niat Puasa Qadha Ramadhan di Hari Senin-Kamis Serta Tata CaranyaNah, untuk lebih memahami tentang pelaksanaan fidyah, berikut panduannya yang dikutip dari NU Online.Kategori Orang yang Wajib Membayar FidyahAdapun kategori orang-orang yang wajib membayar fidyah, antara lain:
1. Orang Tua RentaKakek atau nenek tua renta yang tidak sanggup lagi menjalankan puasa, tidak terkena tuntutan berpuasa. Kewajibannya diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.Batasan tidak mampu yang dimaksud di sini adalah jika dipaksakan berpuasa akan menimbulkan kepayahan (masyaqqah) yang memperbolehkan tayamum. Orang dalam jenis kategori ini juga tidak terkena tuntutan mengganti (qadha) puasa yang ditinggalkan (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 428).2. Orang Sakit ParahOrang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena tuntutan kewajiban puasa Ramadhan. Sebagai gantinya, ia wajib membayar fidyah.Seperti orang tua renta, batasan tidak mampu berpuasa bagi orang sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum.Orang dalam kategori ini hanya wajib membayar fidyah, tidak ada kewajiban puasa, baik ada' (dalam bulan Ramadhan) maupun qadha' (di luar Ramadhan).Berbeda dengan orang sakit yang masih diharapkan sembuh, ia tidak terkena kewajiban fidyah. Ia diperbolehkan tidak berpuasa apabila mengalami kepayahan dengan berpuasa, namun berkewajiban mengganti puasanya di kemudian hari (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib, juz 2, hal. 397).3. Wanita Hamil atau MenyusuiIbu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang dikandungnya. Di kemudian hari, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan, baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya.Namun terdapat ketentuan khusus bagi ibu hamil, yakni:Jika dengan berpuasa dikhawatir membahayakan keselamatan dirinya atau beserta anak/janinya, maka tidak ada kewajiban fidyah.Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah. (lihat Syekh Ibnu Qasim al-Ghuzzi, Fath al-Qarib Hamisy Qut al-Habib al-Gharib, hal. 223).4. Orang MatiDalam fiqih Syafi'i, orang mati yang meninggalkan utang puasa dibagi menjadi dua:Orang yang tidak wajib difidyahi, yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai mati. Tidak ada kewajiban apa pun bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa.Orang yang wajib difidyahi, yaitu orang yang meninggalkan puasa namun masih ada waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa, akan tetapi ia tidak menggantinya hingga meninggal.Menurut qaul jadid (pendapat baru Imam Syafi'i), wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Biaya pembayaran fidyah diambilkan dari harta peninggalan mayit.Menurut pendapat ini, puasa tidak boleh dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungan mayit. Sedangkan menurut qaul qadim (pendapat lama Imam Syafi'i), wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar fidyah atau berpuasa untuk mayit.Qaul qadim dalam permasalahan ini lebih unggul daripada qaul jadid, bahkan lebih sering difatwakan ulama, sebab didukung oleh banyak ulama ahli tarjih.