Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah atau SDSB mungkin asing di telinga orang-orang saat ini. Tapi jangan disangka, istilah ini sempat tenar dan digandrungi masyarakat Indonesia di era 90-an dulu. SDSB adalah sebuah judi lotre yang dilegalkan pemerintah di zaman Soeharto.Dulu, SDSB ini sangat ngetren baik di kota maupun pelosok desa. Hampir setiap hari, obrolan tentang SDSB ini selalu muncul di tiap kumpulan warga. Hal itu diakui Fajar Hidayat (52), pria asal Buah Batu, Kota Bandung.Baca juga: Sikap Legowo Gus Dur Hadapi Skandal Lotre SDSBFajar yang kini berprofesi sebagai wartawan media online di Kota Bandung ini mengaku sempat merasakan betapa booming-nya SDSB di tahun 1991-1993 dulu. Waktu itu, Fajar masih duduk di bangku SMA."Pernah nyobain tapi ngawur yah itu," kata Fajar sembari tertawa saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (2/3/2023).Kupon Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah (SDSB) Foto: Twitter/istimewaPria yang akrab disapa Pade ini ingat betul jika SDSB membuat orang berpikir logis dan tak logis. Sebab kata dia, ada orang yang dengan serius menghitung rumus untuk menentukan angka yang kemudian dipasang pada agen SDSB."Itu ada yang dibikin logis maksudnya dihitung secara rumus matematika, aku gak ngerti ya soal itu. Pokoknya pakai data pakai rumus gitulah, ada orang yang bisa ngitung," ungkapnya.Ada juga orang-orang yang berperilaku tidak logis karena SDSB. Menurut Pade, orang-orang mencari nomor dengan duduk di pinggir jalan hingga bermalam di kuburan. Dia sendiri tidak mengerti apa sebenarnya yang dilakukan para penikmat SDSB ini."Ada yang gak logis, dulu itu banyak, maksudnya dia duduk di pinggir jalan tiba-tiba lihat (pelat) nomor mobil motor terus pasang, terus nyari wangsit istilahnya ke kuburan kemana gitu ya minta nomor gitu," ucapnya.Paman dari Pade juga termasuk orang yang begitu menyukai SDSB. Berprofesi sebagai tukang cukur rambut keliling, paman Pade hampir setiap hari membeli kupon dan memasang nomor. Seingat Pade, pamannya sempat menang di program SDSB dengan jumlah yang sangat besar."Waktu itu ya bisa berkali-kali lipat dapatnya. Omku itu kalau gak salah dapat besar. Itu yang paling gede di Kota Blora ya, dan itu omku sampai dikenal di Kota Blora karena dapat gede. Katanya tembus tiga angka katanya ya," tutur Pade.Digandrungi Semua KalanganPade juga menceritakan betapa tenarnya SDSB saat itu. Menurut dia, hampir semua tongkrongan warga, SDSB adalah hal yang dibicarakan. Meski tak pernah merasakan menang, namun Pade menyukai keramaian dari judi legal tersebut."Cuma senang ngobrolnya yang gak logisnya itu, karena candu banget waktu itu. Kenapa candu, mulai tukang becak, sopir angkot kalangan bawah lah, bahkan anak sekolah SMA ya banyak yang main," jelasnya.Kupon undian NALO (Nasional Lotre) Foto: istimewa/TwitterDia mengungkapkan, saat tenar dulu, membicarakan judi SDSB di tempat umum bukan hal yang tabu. Sebab, semua warga sudah tahu jika itu merupakan program pemerintah."Gak malu ngomongin itu (judi), dimanapun bisa karena ya emang legal kan," ujarnya.Diumumkan di RadioHal menarik lainnya yang masih diingat Pade adalah ketika hasil undian SDSB diumumkan. Saat itu kata dia, pengumuman dilakukan melalui siaran radio di malam hari.Sebelum diumumkan, warga lebih dulu membeli kupon dan menyetor angka kepada agen di siang hari. Baru malamnya, diumumkan berapa angka yang keluar."Prosesnya itu dulu kita masang kasih nomor ke agen, beli kupon. Nanti tinggal nunggu pengumuman dari Jakarta, itu diumumkan lewat radio waktu itu," kata Pade.Jelang pengumuman, biasanya warga akan berkumpul di satu tempat. Di situlah keramaian dan kebersamaan warga terbangun menanti siapa yang bakal meraih keberuntungan dari SDSB."Malam biasanya, jam 11-an kalau gak salah. Biasanya sebelum pengumuman pada ngumpul di pos kamling kaya nonton bola, ditunggu itu," pungkas Pade.Baca Artikel Lorong Waktu lainnya di Sini